Modernitas Fashion Peranakan

Selasa, 09 Desember 2014 - 08:51 WIB
Modernitas Fashion Peranakan
Modernitas Fashion Peranakan
A A A
INTERPRETASI sisi modern hadir dalam pergelaran busana peranakan di Bazaar IPMI Trend Show 2015 lalu.

Menghadirkan Adrianto Halim, Ghea Panggabean, Stephanus Hamy, Yongki Budisutisna, dan Widhi Budimala, busana peranakan dari lima desainer ini tampil memukau.

Bila busana peranakan sebelumnya identik dengan kebaya dan kain Jawa atau motif batik campuran peranakan. Sisi modern dari fashion peranakan hadir dengan sentuhan modern. Apakah itu lewat material, penerapan desain, maupun teknik, namun tetap mengadopsi budaya peranakan tersebut. Sebagai pembuka, karya Ghea Panggabean bertajuk “Splendour of Peranakan” mencoba memperkenalkan keindahan warisan budaya peranakan lewat tekstil dan busananya.

Desainer yang pernah menggelar fashion show di Italia ini menerjemahkannya dalam corak kain batik peranakan, aksesori, dan print emas, serta simbol budaya peranakan seperti burung hong , naga, dan batu giok yang melambangkan keberuntungan dan kekuasaan.

Selain menggunakan motif cetak, pengaplikasian motif juga diimbangi penggunaan bordir dan manik-manik menyerupai phoenik dan bunga ke delapan busana berpalet merah marun yang hasilnya adalah deretan busana cantik dan kekinian. Mengkreasikan siluet longgar, H-line beragam ukuran, Ghea juga menawarkan pilihan cocktail dress lewat mini dress tanpa lengan asimetris di sisi belakang, serta permainan bahan sifon transparan asimetris.

“Potongan kebaya, saya buat dengan tampilan masa kini. Ada juga penggunaan bahan beludru untuk memberikan kesan lebih mewah, mature dan elegan,” kata Ghea. Selanjutnya Adrianto Halim muncul dalam rancangan penuh bunga-bunga indah dalam tema “Oriental Atmosphere”.

Menampilkan koleksi yang bertolak belakang dengan koleksi Ghea, unsur peranakan budaya Tiongkok dan Belanda kental terasa lewat palet putih bersiluet ladylike, A-line yang feminin, dikombinasikan dalam motif bunga dan dedaunan berwarna oranye dan hijau. Desain kerah cheongsam dengan sentuhan frills ala Noni Belanda dipermanis dengan motif lukisan bunga di sisi belakang dan outerwear berwarna oranye.

Pemilihan material kanvas, katun, dan organdi tampak serasi ketika diubah dalam bentuk dress berkerah tinggi, victoria , dan cheongsam . “Dalam inspirasi atmosfer kehidupan masyarakat kota, saya buat kesan flowing dengan model lengan yang dibuat berenda dan bentuk lonceng,” sebut Adrianto yang juga salah satu dosen di Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budiharjo ini.

Sosok Yongki Budisutisna menyita perhatian karena dinilai berhasil mengombinasikan istilah peranakan yang terdengar konvensional menjadi terlihat lebih dinamis, namun masih dalam ide utama. Kontras warna merah dan biru berpadu batik tulis Cirebon mewakili tema “Remembrance” sebagai perpaduan Oriental, Melayu, dan Eropa.

Hal tersebut tersemat lewat motif garis horizontal bersama rok lebar A-line berdetail lipit dan sejenisnya. Koleksi juga terdiri dari berbagai detail zipper dengan mengusung palet warna oranye, merah, serta motif garisgaris berwarna putih dan biru. Sisi playful dan ceria, namun tetap klasik, dikemas begitu apik. Kemudian “Peony” hadir sebagai tema yang dipilih desainer Stephanus Hamy yang juga mengusung keindahan motif batik tulis Cirebon.

Hamy tetap memegang teguh benang tradisi dengan mengawinkan detail renda, brokat sebagai atasan model kebaya, tunik, blus, serta luaran berkerah panjang yang feminin, lembut, dan anggun. Mempercantik tampilannya, ada aksen slayer plits, corsage, dan penggunaan obi. Gaya monokrom satu kontras ikut diterapkan saat Hamy mencampurkan atasan berpalet semburat putih dengan rok sarung, rok ber-ploi dan rok gore yang dipercantik lilitan obi berukuran sedang dan besar beragam bentuk, senada dengan warna bawahan.

Mengakhiri show peranakan, Widi Budimulia menampilkan delapan koleksi bertema “Bridging Culture”. Busana elegan bernuansa emas muncul dengan permainan detail pada bahan jaquard, organdi, dan lace yang terkesan mewah, anggun, dan memesona. Cukup berbeda dengan empat desainer sebelumnya, Widhi memilih elegansi dress dan gaun pas badan berdetail peplum dalam palet putih gading dan off white , yang diberi emboss motif bunga warna emas dan silver .

Dekonstruktif busana dimainkan Widhi di bagian kerah model shanghai , kerah victoria , kerah halter , serta bahu dari bahan jacquard dan organdi.

Dyah ayu pamela
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5573 seconds (0.1#10.140)