Nikmati Penggarapan Filosofi Kopi
A
A
A
NAMA Dewi Lestari mulai dikenal sebagai personel trio vokal Rida Sita Dewi (RSD). Kemudian dia membuktikan diri sebagai penulis.
Lewat penanya, perempuan berdarah Batak ini semakin dikenal sebagai penulis yang sukses mencetak buku-buku bestseller . Sejumlah karya Dee, sapaan akrab Dewi Lestari, sudah diadaptasi ke layar lebar, seperti Perahu Kertas, Supernova, Rectoverso, Madre, dan yang terakhir Filosofi Kopi .
Dia pun bersyukur dengan apa yang telah diraihnya. Kegiatan menulis karya sastra, seperti novel, memang sudah menjadi bagian hidupnya, sama dengan bermain musik. Kombinasi itu yang membuat hidupnya semakin berwarna. Bukan tidak mungkin karya-karya selanjutnya ditunggu penggemarnya dan para sineas untuk diaplikasikan ke layar lebar. Berikut petikan wawancara Dewi Lestari:
Bagaimana awalnya Anda bisa menjadi penulis novel?
Sebenarnya sejak sekolah di SMAN 2 Bandung, saya sudah sering menulis, tapi tidak banyak orang tahu. Saya sempat menulis dan menerbitkan 15 karya cerita pendek (cerpen) di buletin sekolah. Beberapa tulisan pernah terbit di media cetak. Kemudian saya bergabung dengan RSD, tetapi ketika jadwal manggungnya sudah mulai sedikit, saya memutuskan kembali menulis dan novel pertama saya berjudul Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, dan di luar dugaan, novel itu laku keras. Hanya dalam tempo 35 hari, terjual 12.000 eksemplar dan menjadi best seller . Setelah itu berbagai tawaran atas novel untuk dijadikan film berdatangan, mulai Perahu Kertas hingga sekarang Filosofi Kopi .
Bagaimana Anda terlibat untuk original soundtrack (OST) film tersebut?
Saya memang menciptakan lagu, judulnya Dongeng Secangkir Kopi yang menjadi theme song film itu. Lagunya bernuansa pop upbeat yang ringan, fresh dan lirik yang sangat optimistis. Walaupun lagu ini tidak disisipkan dalam film Filosofi Kopi , saya berusaha membangun benang merah antara lagu, film, dan novelnya dengan menyamakan tema kopisentris . Ide dari lagu ini pun terbilang unik. Ceritanya tentang cinta yang tumbuh karena secangkir kopi. Sewaktu menuliskan lagu ini, saya membayangkan sebuah kisah cinta antara dua insan yang diwarnai oleh kopi. Kopi, sebagai minuman favorit mereka berdua, menjadi semacam saksi perjalanan cinta mereka, dimulai dari proses pendekatan, hingga akhirnya berjodoh dan hidup bahagia.
Bagaimana proses pembuatan lagu tersebut?
Proses pembuatannya tidak sulit. Kata-kata pada lirik di lagu ini mengalir sesuai kebutuhan cerita. Draf melodinya pun saya buat cukup singkat, hanya meluangkan waktu satu hari penuh, duduk di depan piano untuk menyelesaikan melodi dan lirik lagunya. Untuk penggarapan musik, saya dibantu Andreas Arianto. Konsep musik lagunya serba seimbang. Antara musik midi dan musik live , tetap ada sentuhan suasana kultur kopi dan kafe, tapi terdengar akrab di kuping. Jadi, selain musik, ada juga tambahan efek suara mesin kopi, cangkir, sendok, dan lain-lainnya. Untuk instrumen live , kami memakai biola, cello, gitar, mandolin, klarinet, dan akordeon.
Ke depan untuk karier Anda?
Yang pertama, saya ingin film ini diterima penonton dengan baik karena masalah di Indonesia itu bagaimana bisa mengajak orang menonton langsung ke bioskop sehingga saat menonton film ini, penonton bisa tahu akan kekayaan alam, terutama jenis kopi di Indonesia yang beraneka macam, dari Sabang sampai Merauke. Saya juga akan terus berkarya dan memberikan yang terbaik.
Thomasmanggalla
Lewat penanya, perempuan berdarah Batak ini semakin dikenal sebagai penulis yang sukses mencetak buku-buku bestseller . Sejumlah karya Dee, sapaan akrab Dewi Lestari, sudah diadaptasi ke layar lebar, seperti Perahu Kertas, Supernova, Rectoverso, Madre, dan yang terakhir Filosofi Kopi .
Dia pun bersyukur dengan apa yang telah diraihnya. Kegiatan menulis karya sastra, seperti novel, memang sudah menjadi bagian hidupnya, sama dengan bermain musik. Kombinasi itu yang membuat hidupnya semakin berwarna. Bukan tidak mungkin karya-karya selanjutnya ditunggu penggemarnya dan para sineas untuk diaplikasikan ke layar lebar. Berikut petikan wawancara Dewi Lestari:
Bagaimana awalnya Anda bisa menjadi penulis novel?
Sebenarnya sejak sekolah di SMAN 2 Bandung, saya sudah sering menulis, tapi tidak banyak orang tahu. Saya sempat menulis dan menerbitkan 15 karya cerita pendek (cerpen) di buletin sekolah. Beberapa tulisan pernah terbit di media cetak. Kemudian saya bergabung dengan RSD, tetapi ketika jadwal manggungnya sudah mulai sedikit, saya memutuskan kembali menulis dan novel pertama saya berjudul Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, dan di luar dugaan, novel itu laku keras. Hanya dalam tempo 35 hari, terjual 12.000 eksemplar dan menjadi best seller . Setelah itu berbagai tawaran atas novel untuk dijadikan film berdatangan, mulai Perahu Kertas hingga sekarang Filosofi Kopi .
Bagaimana Anda terlibat untuk original soundtrack (OST) film tersebut?
Saya memang menciptakan lagu, judulnya Dongeng Secangkir Kopi yang menjadi theme song film itu. Lagunya bernuansa pop upbeat yang ringan, fresh dan lirik yang sangat optimistis. Walaupun lagu ini tidak disisipkan dalam film Filosofi Kopi , saya berusaha membangun benang merah antara lagu, film, dan novelnya dengan menyamakan tema kopisentris . Ide dari lagu ini pun terbilang unik. Ceritanya tentang cinta yang tumbuh karena secangkir kopi. Sewaktu menuliskan lagu ini, saya membayangkan sebuah kisah cinta antara dua insan yang diwarnai oleh kopi. Kopi, sebagai minuman favorit mereka berdua, menjadi semacam saksi perjalanan cinta mereka, dimulai dari proses pendekatan, hingga akhirnya berjodoh dan hidup bahagia.
Bagaimana proses pembuatan lagu tersebut?
Proses pembuatannya tidak sulit. Kata-kata pada lirik di lagu ini mengalir sesuai kebutuhan cerita. Draf melodinya pun saya buat cukup singkat, hanya meluangkan waktu satu hari penuh, duduk di depan piano untuk menyelesaikan melodi dan lirik lagunya. Untuk penggarapan musik, saya dibantu Andreas Arianto. Konsep musik lagunya serba seimbang. Antara musik midi dan musik live , tetap ada sentuhan suasana kultur kopi dan kafe, tapi terdengar akrab di kuping. Jadi, selain musik, ada juga tambahan efek suara mesin kopi, cangkir, sendok, dan lain-lainnya. Untuk instrumen live , kami memakai biola, cello, gitar, mandolin, klarinet, dan akordeon.
Ke depan untuk karier Anda?
Yang pertama, saya ingin film ini diterima penonton dengan baik karena masalah di Indonesia itu bagaimana bisa mengajak orang menonton langsung ke bioskop sehingga saat menonton film ini, penonton bisa tahu akan kekayaan alam, terutama jenis kopi di Indonesia yang beraneka macam, dari Sabang sampai Merauke. Saya juga akan terus berkarya dan memberikan yang terbaik.
Thomasmanggalla
(ftr)