Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 6 Bagian 5
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
Di dalam hatinya Kwee Seng memuji. Nona ini, seperti juga Kam Si Ek, adalah seorang yang amat cinta kepada negara, orang-orang berjiwa patriot yang akan rela mengorbankan jiwa raga demi negara dan bangsa. Tak enaklah kalau menolak terus.
"Baiklah, Nona Lai. Setelah selesai urusanku di sini, aku akan singgah di benteng Jenderal Kam."
"Terima kasih, Taihiap, terima kasih...!" Dengan suara penuh kegembiraan Kui Lan menjura, berkali-kali.
"Ssttt, ada orang di puncak. Nona Lai, karena kau sudah terlanjur berada di sini, aku pesan, kau bersembunyilah dan jangan sekali-kali kau keluar, jangan sekali-kali memperlihatkan diri, apapun juga yang terjadi. Maukah kau memenuhi permintaanku ini?"
Lai Kui Lan dapat mengerti isi hati Kwee Seng, dengan muka sedih ia mengangguk. Akan tetapi karena muka itu tertutup bayangan, Kwee Seng tidak melihat kesedihan ini, Kwee Seng lalu bangkit dan meninggalkan Kui Lan, mendaki puncak. Benar saja dugaannya, ketika ia tiba di puncak, di sana telah berdiri Liu Lu Sian. Bukan main jelitanya gadis ini. Di bawah sinar bulan yang tak terhalang sesuatu, gadis ini seperti seorang dewi dari khayangan. Sinar bulan membungkus dirinya, rambutnya mengeluarkan cahaya, matanya seperti bintang.
"Kiranya kau tidak lupa akan janjimu. Kwee Seng, aku sudah berada di sini, siap menerima ilmu seperti yang kau janjikan dahulu." Kata Liu Lu Sian, akan tetapi suaranya amat tidak menyenangkan hati, karena terdengar dingin, alangkah jauh bedanya dengan pribadinya yang seakan-akan menciptakan kehangatan dan kemesraan. Ia tahu bahwa gadis itu selain tidak membalas cinta kasihnya, juga mendendam kepadanya. Karena itu, ia pun tidak mau menggunakan sebutan moi-moi (adinda), karena kuatir kalau-kalau hal itu akan menambah kemarahan Si Gadis dan akan menimbulkan cemoohan terhadap dirinya yang sudah terang tergila-gila kepada Lu Sian.
"Lu Sian, sebetulnya ilmu yang kupergunakan untuk menandingimu dahulu itu hanyalah Ilmu Silat Pat-sian-kun biasa saja."
"Tak perlu banyak alasan, Kwee Seng. Kalau ada ilmu yang hendak kau turunkan kepadaku seperti janjimu, lekas beri ajaran!"
Kwee Seng menggigit bibirnya, lalau berkata, "Kau lihatlah baik-baik. Inilah ilmu silat itu." Ia lalu bersilat dengan gerakan lambat dan memang ia mainkan Ilmu Silat Pat-sian-kun-hwat dengan tangan kosong, akan tetapi jelas bahwa gerakan-gerakan ini diperuntukkan senjata pedang. Sebetulnya ilmu silat ini ada enam puluh jurus banyaknya. Akan tetapi ketika Kwee Seng menerima petunjuk dari Bukek Siansu Si Manusia Dewa, ia hanya meringkasnya menjadi seperempatnya saja, jadi hanya enam belas jurus inti yang sudah meliputi seluruhnya dan mencakup semua gerak kembang atau gerak pancingan, gerak serangan atau gerak pertahanan. Setelah mainkan enam belas jurus itu, Kwee Seng berhenti dan memandang kepada Lu Sian sambil berkata.
"Nah, inilah ilmu silatku yang hendak kuajarkan kepadamu, Lu Sian, Sudahkah kau memperhatikan gerakannya? Harap kau coba latih, mana yang kurang jelas akan kuberi penjelasan."
"Ah, kau membohongi aku!" Lu Sian berseru marah. "Ilmu silat macam itu saja, dilihat dari gerakannya jauh kalah lihai daripada Pat-mo Kiam-hoat ciptaan Ayah! Mana bisa kaukalahkan aku dengan ilmu itu? Kwee Seng, aku tahu, setelah kau tidak bisa mendapatkan cintaku, kau hendak membalasnya dengan menyuguhkan ilmu silat pasaran untuk menghinaku!"
Gemas hati Kwee Seng, dan perih perasaannya. Gadis ini terlalu kejam kepada orang yang tidak menjadi pilihan hatinya. "Lu Sian, siapa membohongimu? Ketika aku menghadapimu dahulu, aku tidak menggunakan ilmu lain kecuali ini!"
"Aku tidak percaya! Coba kau sekarang jatuhkan aku dengan ilmu itu!"
"Baiklah. Biar kugunakan ini sebagai pedang." Kwee Seng mengambil sebuah ranting pohon yang berada di tempat itu. "Kau mulailah dan lihat baik-baik, aku hanya akan menggunakan Pat-sian-kun!"
Lu Sian mencabut pedangnya, lalu menerjang dengan gerakan kilat, mainkan jurus berbahaya dari ilmu pedang ciptaan ayahnya, yaitu Pat-mo Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis) yang memang diciptakan untuk menghadapi Pat-sian-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa).
Melihat pedang nona itu berkelebat menusuk ke arah dadanya dengan kecepatan luar biasa, Kwee Seng menggeser kakinya ke kiri lalu ranting di tangan kanannya melayang dari samping menempel pedang dari atas dan menekan pedang lawan itu ke bawah disertai tenaga sin-kang. Pedang Lu Sian tertekan dan tertempel seakan-akan berakar pada ranting itu! Betapapun Lu Sian berusaha melepaskan pedang, sia-sia belaka. (Bersambung)
Di dalam hatinya Kwee Seng memuji. Nona ini, seperti juga Kam Si Ek, adalah seorang yang amat cinta kepada negara, orang-orang berjiwa patriot yang akan rela mengorbankan jiwa raga demi negara dan bangsa. Tak enaklah kalau menolak terus.
"Baiklah, Nona Lai. Setelah selesai urusanku di sini, aku akan singgah di benteng Jenderal Kam."
"Terima kasih, Taihiap, terima kasih...!" Dengan suara penuh kegembiraan Kui Lan menjura, berkali-kali.
"Ssttt, ada orang di puncak. Nona Lai, karena kau sudah terlanjur berada di sini, aku pesan, kau bersembunyilah dan jangan sekali-kali kau keluar, jangan sekali-kali memperlihatkan diri, apapun juga yang terjadi. Maukah kau memenuhi permintaanku ini?"
Lai Kui Lan dapat mengerti isi hati Kwee Seng, dengan muka sedih ia mengangguk. Akan tetapi karena muka itu tertutup bayangan, Kwee Seng tidak melihat kesedihan ini, Kwee Seng lalu bangkit dan meninggalkan Kui Lan, mendaki puncak. Benar saja dugaannya, ketika ia tiba di puncak, di sana telah berdiri Liu Lu Sian. Bukan main jelitanya gadis ini. Di bawah sinar bulan yang tak terhalang sesuatu, gadis ini seperti seorang dewi dari khayangan. Sinar bulan membungkus dirinya, rambutnya mengeluarkan cahaya, matanya seperti bintang.
"Kiranya kau tidak lupa akan janjimu. Kwee Seng, aku sudah berada di sini, siap menerima ilmu seperti yang kau janjikan dahulu." Kata Liu Lu Sian, akan tetapi suaranya amat tidak menyenangkan hati, karena terdengar dingin, alangkah jauh bedanya dengan pribadinya yang seakan-akan menciptakan kehangatan dan kemesraan. Ia tahu bahwa gadis itu selain tidak membalas cinta kasihnya, juga mendendam kepadanya. Karena itu, ia pun tidak mau menggunakan sebutan moi-moi (adinda), karena kuatir kalau-kalau hal itu akan menambah kemarahan Si Gadis dan akan menimbulkan cemoohan terhadap dirinya yang sudah terang tergila-gila kepada Lu Sian.
"Lu Sian, sebetulnya ilmu yang kupergunakan untuk menandingimu dahulu itu hanyalah Ilmu Silat Pat-sian-kun biasa saja."
"Tak perlu banyak alasan, Kwee Seng. Kalau ada ilmu yang hendak kau turunkan kepadaku seperti janjimu, lekas beri ajaran!"
Kwee Seng menggigit bibirnya, lalau berkata, "Kau lihatlah baik-baik. Inilah ilmu silat itu." Ia lalu bersilat dengan gerakan lambat dan memang ia mainkan Ilmu Silat Pat-sian-kun-hwat dengan tangan kosong, akan tetapi jelas bahwa gerakan-gerakan ini diperuntukkan senjata pedang. Sebetulnya ilmu silat ini ada enam puluh jurus banyaknya. Akan tetapi ketika Kwee Seng menerima petunjuk dari Bukek Siansu Si Manusia Dewa, ia hanya meringkasnya menjadi seperempatnya saja, jadi hanya enam belas jurus inti yang sudah meliputi seluruhnya dan mencakup semua gerak kembang atau gerak pancingan, gerak serangan atau gerak pertahanan. Setelah mainkan enam belas jurus itu, Kwee Seng berhenti dan memandang kepada Lu Sian sambil berkata.
"Nah, inilah ilmu silatku yang hendak kuajarkan kepadamu, Lu Sian, Sudahkah kau memperhatikan gerakannya? Harap kau coba latih, mana yang kurang jelas akan kuberi penjelasan."
"Ah, kau membohongi aku!" Lu Sian berseru marah. "Ilmu silat macam itu saja, dilihat dari gerakannya jauh kalah lihai daripada Pat-mo Kiam-hoat ciptaan Ayah! Mana bisa kaukalahkan aku dengan ilmu itu? Kwee Seng, aku tahu, setelah kau tidak bisa mendapatkan cintaku, kau hendak membalasnya dengan menyuguhkan ilmu silat pasaran untuk menghinaku!"
Gemas hati Kwee Seng, dan perih perasaannya. Gadis ini terlalu kejam kepada orang yang tidak menjadi pilihan hatinya. "Lu Sian, siapa membohongimu? Ketika aku menghadapimu dahulu, aku tidak menggunakan ilmu lain kecuali ini!"
"Aku tidak percaya! Coba kau sekarang jatuhkan aku dengan ilmu itu!"
"Baiklah. Biar kugunakan ini sebagai pedang." Kwee Seng mengambil sebuah ranting pohon yang berada di tempat itu. "Kau mulailah dan lihat baik-baik, aku hanya akan menggunakan Pat-sian-kun!"
Lu Sian mencabut pedangnya, lalu menerjang dengan gerakan kilat, mainkan jurus berbahaya dari ilmu pedang ciptaan ayahnya, yaitu Pat-mo Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis) yang memang diciptakan untuk menghadapi Pat-sian-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa).
Melihat pedang nona itu berkelebat menusuk ke arah dadanya dengan kecepatan luar biasa, Kwee Seng menggeser kakinya ke kiri lalu ranting di tangan kanannya melayang dari samping menempel pedang dari atas dan menekan pedang lawan itu ke bawah disertai tenaga sin-kang. Pedang Lu Sian tertekan dan tertempel seakan-akan berakar pada ranting itu! Betapapun Lu Sian berusaha melepaskan pedang, sia-sia belaka. (Bersambung)
(dwi)