Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 9 Bagian 10

Senin, 07 Agustus 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Tentu saja Kam Si Ek tahu akan kelihaian kakek gundul itu. Tadi saja di dalam gelap, sekali gebrak goloknya sudah kena dirampas! Akan tetapi karena tidak ada jalan lain kecuali nekat melawan, ia mengangguk dan cepat ia lari dan mencabut goloknya yang menancap pada sebatang pohon.

Setelah itu ia kembali berlari menghampiri lawannya yang sudah berhadapan dengan Lu Sian. Agaknya, kecantikan Lu Sian yang luar biasa itu seakan-akan menyilaukan pandangan mata yang lebar melotot itu, membetot semangatnya dan membuat Si Kakek Gundul berdiri seperti patung, menikmati wajah ayu lalu merayap-rayap turun, Lu Sian menjadi merah mukanya. Pandang mata itu seakan-akan mulut besar yang melahapnya dengan rakus!

"Monyet tua, kau melihat apa?" Lu Sian membentak marah dan pedangnya berkelebat dengan serangan jurus Ilmu Pedang Pat-mo Kiam-hoat. Karena maklum bahwa lawannya ini amat lihai, maka begitu bergerak ia segera menggunakan ilmu pedang ciptaan ayahnya itu. Pedangnya berkelebat menyambar menimbulkan angin berdesir diikuti suara mengaung.

"Aihh, bagus ilmu pedangmu!" Ban-pi Lo-cia berseru kaget. Tentu saja ia dapat mengenal ilmu pedang yang baik.

Cepat ia mengebutkan ujung lengan bajunya yang kiri. Biarpun hanya ujung lengan baju, akan tetapi karena digerakkan oleh seorang yang berkepandaian tinggi, lengan baju itu menjadi senjata yang amat ampuh. Ketika ujungnya menangkis pedang, Lu Sian merasa betapa tangannya panas. Itulah tanda betapa besarnya tenaga sin-kang dari lawannya. Di lain pihak, ban-pi Lo-cia juga heran. Ia tadi sudah mengerahkan tenaganya dengan maksud memukul runtuh pedang Si Nona, siapa kira pedang itu tidak runtuh. Dari rasa kaget ia menjadi gembira.

"Heh-heh-heh, cantik jelita dan manis seperti bidadari, ilmu pedangnya lumayan pula. Heh-heh, sukar dicari keduanya...!"

Pada saat itu, golok dit angan Kam Si Ek sudah menyambar, membacok, ke arah kepalanya yang gundul. Kepala itu gundul plontos seperti labu, agaknya akan terbelah dua kalau bacokan golok itu mengenainya. Akan tetapi Ban-pi Lo-cia adalah seorang tokoh besar yang sakti. Tanpa menoleh atau membalikkan tubuhnya, ia sudah menundukkan kepalanya sehingga golok itu berdesing hanya beberapa senti di sebelah kanan kepalanya. Kakek ini tentu saja tidak mendiamkan orang yang menyerangnya.

Tangan kanannya mencengkram ke belakang dan biarpun ia masih tetap memandang penuh kekaguman kepada Lu Sian, namun tangan yang digerakkan ke belakang itu dengan cepat sekali telah menyerang ke arah pergelangan tangan kanan Kam Si Ek yang memegang golok. Jenderal muda ini kaget. Ternyata kakek yang diserang ini tanpa merobah kedudukan badan telah dapat mengelak dan sekaligus mengancam lengannya. Cepat ia menarik kembali goloknya dan meloncat ke samping untuk menghindarkan cengkraman yang amat hebat itu.

Lu Sian sudah menerjang pula. Kini gerakan kakinya membentuk pat-kwa mengelilingi Si Kakek Gundul, pedangnya menyambar-nyambar dari delapan penjuru. Inilah Pat-mo Kiam-hoat yang dimainkan sepenuhnya oleh gadis itu, karena ia tahu betul, tanpa usaha keras dan sungguh-sungguh, dia dan Kam Si Ek pasti akan celaka menghadapi lawan tangguh ini. Kam Si Ek yang masih merasa heran mengapa gadis puteri Beng-kauwcu ini bisa tiba-tiba muncul di tempat ini dan berusaha menolongnya, juga maklum bahwa mereka berdua menghadapi seorang lawan tangguh. Ia tidak pernah mendengar nama Ban-pi Lo-cia, akan tetapi kakek gundul itu sudah membuktikan kelihaiannya. Cepat Kam Si Ek juga memutar golok emasnya dan kini ia berhati-hati sekali, mengeluarakan jurus-jurus berbahaya mendesak dari belakang.

Kam Si Ek adalah murid dari ayahnya sendiri, seorang panglima perang yang ulung. Akan tetapi, karena ayahnya juga seorang ahli perang, dengan sendirinya ia lebih suka mempelajari ilmu perang dan memimpin barisan daripada ilmu silat. Dalam hal menunggang kuda, melepas panah dan mencari siasat dalam memimpin barisan, ia jauh lebih hebat daripada ilmu silatnya. Betapapun juga, golok emasnya yang digerakkan dengan tenaganya yang besar, cukup berbahaya.

Ban-pi Lo-cia agak tertegun ketika tubuhnya terpaksa bergerak ke sana kemari dan kedua lengan bajunya berkibar-kibar karena ia gunakan sebagai senjata untuk menghadapi hujan serangan pedang Lu Sian. Ia tertegun karena mengenal ilmu pedang itu.

"Kau... murid Pat-jiu Sin-ong...?" tanyanya sambil miringkan tubuh ke kiri disusul kebutan lengan bajunya ke belakang untuk menghalau golok Kam Si Ek.

Lu Sian tersenyum mengejek. "Ban-pi Lo-cia manusia liar, kau berhadapan dengan puteri tunggalnya!" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0516 seconds (0.1#10.140)