Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 16 Bagian 11

Kamis, 02 November 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 16 Bagian 11
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Tiba-tiba Koai-tung Tiang-lo berseru keras dan biji dadu itu melayang naik dari atas meja! Kakek itu sendiri bangkit berdiri, tangan kanannya kini dengan terang-terangan diangkat ke depan sedangkan tangan kirinya masih memegang dengan tangan kirinya masih memegang mangkok. Kwee Seng menghela napas. Kakek ini benar-benar keras kepala, perlu ditundukkan. Ia masih saja duduk, tapi tangan kirinya terpaksa ia angkat dan tertuju ke atas, ke arah dadu yang mengambang di udara dalam keadaan masih miring!

Tentu saja semua orang menahan napas, mata terbelalak mulut ternganga memandang peristiwa aneh itu. Mereka tidak mengerti jelas apa yang terjadi dan siapa di antara mereka berdua yang bermain sulap, akan tetapi mereka dapat menduga bahwa terjadi pertandingan hebat di antara kedua orang aneh itu.

"Aaiiihhh!" Teriakan ini keluar dari dalam dada Koai-tung Tiang-lo dan menyambarlah mangkok dari tangan kirinya menuju Kwee Seng. Namun pendekar ini sambil tersenyum mengulur tangan kanan dan sebelum mangkok itu menyentuh tangan kanannya, benda itu sudah terpental kembali kemudian terhenti ditengah-tengah, biji dadu itu seperti mengambang di udara karena "terjepit" di antara dua rangkum tenaga dahsyat yang saling mendorong!

"Semua yang hadir harap lihat baik-baik, angka berapakah permukaan dadu itu? Ucapan Kwee Seng ini diikuti pengerahan tenaga sin-kang. Tadi dalam menahan serangan lawan ia hanya mempergunakan sepertiga tenaganya saja, maka kini ia menambah tenaganya dan... betapa pun Koai-tung Tiang-lo mempertahankan sekuat tenaga, tetap saja dadu itu kini membalik dan biarpun masih mengambang di udara, namun jelas kini memperlihatkan angka tiga pada permukaannya. Semua orang yang melihat angka tiga ini, tentu saja serentak berkata "Angka tiga...!"

"Hemm, berarti angka ganjil. Pangcu, kau kalah...." Pada saat Kwee Seng berkata demikian itu empat orang tukang pukul sudah mencabut golok dan membacok kepala dan leher Kwee Seng dari belakang! Tentu saja Kwee Seng tahu akan hal ini, namun karena sambaran tenaga empat batang golok itu tidak arti baginya dan karena ia sedang mengerahkan sin-kang sehingga seluruh tubuhnya terlindung ia pura-pura tidak tahu dan diam saja. Empat batang golok itu meluncur kuat ke arah kepala dan leher, tiba-tiba.... "wuuuutttt!" senjata-senjata itu membalik seakan-akan terdorong tenaga yang amat kuat. Tanpa dapat dicegah lagi, golok-golok itu menyerang pemegangnya karena tangan itu sudah tak dapat dikuasai lagi saking hebatnya tenaga membalik. Bukan kepala Kwee Seng yang termakan mata golok melainkan kepala para penyerangnya yang terpukul punggung golok. Terdengar suara keras disusul jerit kesakitan dan suara berkerontangan golok-golok terjatuh di lantai. Biarpun tidak tajam, namun punggung golok baja cukup keras untuk membuat kepala mereka "bocor" dan tumbuh tanduk biru!

Pada saat berikutnya, terdengar suara keras dan mangkok itu meledak pecah, demikian pula biji dadu, lalu disusul terjengkangnya tubuh Koai-tung tiang-lo ke belakang menimpa kursinya! Kwee Seng tertawa lalu menyambar guci araknya dan menenggak habis araknya. Sementara itu, Koai-tung Tiang-lo sudah melompat bangun, mukanya sebentar merah sebentar pucat, napasnya agak terengah-engah. Cepat ia menghardik para tukang pukul yang sudah mengurung Kwee Seng dengan senjata di tangan sedangkan para pengunjung rumah judi sudah panik hendak melarikan diri, takut terbawa-bawa dalam perkelahian.

Koai-tung Tiang-lo mengangkat kedua tangn menjura kepada Kwee Seng. "Sicu (Orang Gagah) hebat, pantas berjumpa dengan kai-ong. Di lereng sebelah utara Tapie-san, di mana kai-ong kami menanti kunjunganmu."

Kwee Seng tersenyum dan menjura. "Kau cukup jujur, Pangcu. Terima kasih." Seenaknya Kwee Seng mengambil dan mengempit delapan kantung uang yang isinya seribu tail lebih itu termasuk uangnya sendiri, lalu berjalan ke luar. Uang sebanyak itu sudah tentu amat berat, seratus dua puluh lima kati, tapi ia dapat mengempit dan membawanya seakan-aakan amat ringan.

"Siapa yang kalah judi di sini, mari ikut aku keluar!" kata Kwee Seng sambil melangkah terus. Sebentar saja, lebih dari tiga puluh orang ikut keluar, dan tentu saja tidak semua dari mereka penderita kekalahan. Yang menang pun karena ia mengharapkan keuntungan ikut pula keluar.

Sampai di luar rumah judi, Kwee Seng berhenti. Ternyata banyak orang pula berkumpul di depan rumah judi karena mereka sudah mendengar akan peristiwa aneh di rumah judi itu. Memang karena baru beberapa hari yang lalu terjadi keributan ketika puteri guru silat Sin-kauw-bu-koan bertanding dengan para tukang pukul rumah judi itu. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0568 seconds (0.1#10.140)