Banyak Diminati, Film Horor Gambarkan Karakter Masyarakat
Jum'at, 17 Maret 2023 - 14:13 WIB
"Demikian juga dengan vampir, antara versi Rumania dengan China tentu saja berbeda. Ini sangat bergantung dari budaya setempat dan tentunya kreativitas dari tim kreatif masing-masing film," lanjut dia.
Nur Wachid juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara film horor Indonesia dengan Hollywood, yang sangat menggambarkan karakter masyarakatnya, yakni respons mereka saat bertemu hantu.
"Digambarkan dalam film horor Indonesia, apa pun judulnya, hampir semua hantu tampil mendominasi, menakutkan dan superior. Sementara tokoh utamanya sangat lemah, meski pun di akhir film sang tokoh utama tetap menang melawan hantunya," paparnya.
Hal itu, kata dia, berbeda dengan Hollywood. Film SMILE yang diliris tahun ini, meski di awal tokoh utama ketakutan dengan kehadiran penampakan hantu, namun menjelang akhir filmnya justru dia mendatangi si hantu dan membakarnya.
Faktor budaya menjadi variabel yang cukup penting mengapa kebanyakan film horor di Indonesia menempatkan hantu sebagai sosok yang tidak tertandingi. Kalau pun akhirnya hantu tersebut kalah, namun kalahnya seringkali kalah terhormat.
"Mengapa terhormat, karena untuk mengusir hantu tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan alat bantu yang tidak sedikit. Kalau di film Hollywood, cukup seimbang. Satu orang melawan satu hantu --kecuali dalam film Ghostbuster karena hantunya cukup besar dan kuat," tuturnya.
Nur Wachid pun berharap ke depannya, tren film horor di Indonesia mulai bergeser dan mengikuti Hollywood. "Nanti kita akan melihat film KKN di Desa Penari dengan versi mahasiswanya berhasil menangkap salah satu hantu penari dan berdialog dengannya," pungkasnya.
Nur Wachid juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara film horor Indonesia dengan Hollywood, yang sangat menggambarkan karakter masyarakatnya, yakni respons mereka saat bertemu hantu.
"Digambarkan dalam film horor Indonesia, apa pun judulnya, hampir semua hantu tampil mendominasi, menakutkan dan superior. Sementara tokoh utamanya sangat lemah, meski pun di akhir film sang tokoh utama tetap menang melawan hantunya," paparnya.
Hal itu, kata dia, berbeda dengan Hollywood. Film SMILE yang diliris tahun ini, meski di awal tokoh utama ketakutan dengan kehadiran penampakan hantu, namun menjelang akhir filmnya justru dia mendatangi si hantu dan membakarnya.
Faktor budaya menjadi variabel yang cukup penting mengapa kebanyakan film horor di Indonesia menempatkan hantu sebagai sosok yang tidak tertandingi. Kalau pun akhirnya hantu tersebut kalah, namun kalahnya seringkali kalah terhormat.
"Mengapa terhormat, karena untuk mengusir hantu tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan alat bantu yang tidak sedikit. Kalau di film Hollywood, cukup seimbang. Satu orang melawan satu hantu --kecuali dalam film Ghostbuster karena hantunya cukup besar dan kuat," tuturnya.
Baca Juga
Nur Wachid pun berharap ke depannya, tren film horor di Indonesia mulai bergeser dan mengikuti Hollywood. "Nanti kita akan melihat film KKN di Desa Penari dengan versi mahasiswanya berhasil menangkap salah satu hantu penari dan berdialog dengannya," pungkasnya.
(nug)
Lihat Juga :
tulis komentar anda