Praktik Sunat pada Perempuan Dipandang dari Sisi Medis dan Agama
Rabu, 31 Juli 2024 - 14:41 WIB
JAKARTA - Praktik sunat pada perempuan baru-baru ini resmi dihapus oleh pemerintah. Kebijakan baru itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam PP tersebut juga disebutkan, bahwa keputusan penghapusan praktik sunat perempuan bertujuan sebagai upaya kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
Di Indonesia, praktik sunat pada perempuan sejak dulu memang masih menuai banyak pro dan kontra. Karena itu, Kementerian Kesehatan pernah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 6 tahun 2014 tentang pencabutan Permenkes Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan.
Sayang, aturan tersebut masih dinilai ‘abu-abu’. Pasalnya, meski disebutkan pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan, namun aturan itu masih memperbolehkan praktik sunat pada perempuan.
Dalam Permenkes disebut, saat itu, permintaan untuk melakukan sunat pada perempuan di Indonesia masih banyak. Sehingga, Kemenkes memberi syarat dan pedoman dalam praktik sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat. Yakni, dengan tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan.
Sayang, aturan tersebut tidak membahas terkait penghapusan sunat bagi perempuan. Karena itu, sebelum Presiden Joko Widodo menghapusnya baru-baru ini, ternyata praktik sunat perempuan masih ditemukan di kalangan masyarakat Indonesia.
Lantas, apakah dari sisi medis perempuan memang harus sunat?
Dokter Spesialis Obygon Muhammad Fadli, Sp.Og menyebut, tidak seperti pada laki-laki bahwa sunat amat dibutuhkan untuk kebersihan (hygine) diri, pada perempuan, sunat justru tidak diperlukan.
Dalam PP tersebut juga disebutkan, bahwa keputusan penghapusan praktik sunat perempuan bertujuan sebagai upaya kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
Di Indonesia, praktik sunat pada perempuan sejak dulu memang masih menuai banyak pro dan kontra. Karena itu, Kementerian Kesehatan pernah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 6 tahun 2014 tentang pencabutan Permenkes Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan.
Baca Juga
Sayang, aturan tersebut masih dinilai ‘abu-abu’. Pasalnya, meski disebutkan pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan, namun aturan itu masih memperbolehkan praktik sunat pada perempuan.
Dalam Permenkes disebut, saat itu, permintaan untuk melakukan sunat pada perempuan di Indonesia masih banyak. Sehingga, Kemenkes memberi syarat dan pedoman dalam praktik sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat. Yakni, dengan tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan.
Sayang, aturan tersebut tidak membahas terkait penghapusan sunat bagi perempuan. Karena itu, sebelum Presiden Joko Widodo menghapusnya baru-baru ini, ternyata praktik sunat perempuan masih ditemukan di kalangan masyarakat Indonesia.
Lantas, apakah dari sisi medis perempuan memang harus sunat?
Dokter Spesialis Obygon Muhammad Fadli, Sp.Og menyebut, tidak seperti pada laki-laki bahwa sunat amat dibutuhkan untuk kebersihan (hygine) diri, pada perempuan, sunat justru tidak diperlukan.
tulis komentar anda