Jakarta Biennale 2024, Gudskul Ekosistem dan Seniman Aceh Hidupkan Bela Diri Betawi
Senin, 21 Oktober 2024 - 18:59 WIB
JAKARTA - Seniman asal Aceh M Nur Fauzi berkolaborasi dengan Gudskul Ekosistem dari Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mereka mempersembahkan tiga karya drawing yang sangat unik dan bernilai sejarah: Tapak Jejeg, Jurus Keset Bacok, dan Jurus Sikut Maen Pukul.
Melalui ketiga karyanya ini, Fauzi menggali memori lokal yang melekat pada seni bela diri tradisional Betawi, yang dikenal dengan istilah maen pukul. Fauzi dan Gudskul Ekosistem berkolaborasi buah hasil dari program Lab Indonesiana: Baku Konek.
Karya Fauzi tidak hanya sekadar menggambarkan jurus-jurus pencak silat, tetapi juga sebagai dokumentasi visual atas warisan budaya yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi lain di Kampung Bengek, Jagakarsa. Dengan teknik drawing pen on paper yang dikombinasikan dengan Augmented Reality (AR), Fauzi berhasil mengabadikan gerakan seni bela diri ini dalam visual yang modern namun tak lepas dari akar tradisionalnya.
Dalam setiap goresan yang ia buat, Fauzi ingin menyampaikan pesan penting yakni seni bela diri tradisional seperti maen pukul sebagai bagian dari identitas dan memori kolektif yang harus dilestarikan. Dalam kampung-kampung kecil di Jagakarsa, jurus-jurus ini diwariskan oleh para guru silat kepada para pemuda.
Melalui karya visualnya, Fauzi berharap karyanya bisa menjadi salah satu cara untuk menyampaikan informasi ini kepada generasi muda. “Karya ini adalah cara saya untuk membantu melestarikan seni bela diri Betawi , agar jurus-jurus seperti Tapak Jejeg dan Jurus Keset Bacok tidak hilang ditelan perkembangan zaman. Saya menggunakan gambar sebagai cara untuk mempermudah pemahaman, terutama bagi anak-anak muda,” kata Fauzi.
Menurutnya, Tapak Jejeg, Jurus Keset Bacok, dan Jurus Sikut Maen Pukul merupakan visualisasi dari semangat menjaga warisan budaya lokal di tengah modernisasi yang semakin kuat. Kolaborasi Kreatif dalam Program Residensi Baku Konek Karya ini dipamerkan dalam rangkaian perayaan 50 tahun Jakarta Biennale yang berlangsung dari 1 Oktober hingga 15 November 2024 di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
Karya Fauzi x Gudskul Ekosistem merupakan buah dari residensi Baku Konek, sebuah program yang dipelopori oleh ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya. Program ini memberi kesempatan bagi seniman dari berbagai daerah di Indonesia untuk saling berkolaborasi, berbagi pengalaman, dan menciptakan karya baru yang berakar pada konteks lokal masing-masing.
“Saya sangat gembira dan bersyukur bisa bergabung dalam Baku Konek. Ini adalah kesempatan langka untuk mengenal lebih dalam tentang seni, ruang, dan sosial yang selama ini belum pernah saya ketahui. Bisa berkolaborasi dengan Gudskul Ekosistem memberi banyak inspirasi,” tutur Fauzi.
Tak hanya itu, dipamerkannya ketiga karya Fauzi di Jakarta Biennale 2024 juga menjadi kebanggaan tersendiri baginya. Pameran besar ini tidak hanya menarik perhatian pengunjung lokal, tetapi juga internasional sehingga membuka kesempatan bagi Fauzi untuk memperkenalkan lebih luas seni dan budaya Indonesia.
Melalui ketiga karyanya ini, Fauzi menggali memori lokal yang melekat pada seni bela diri tradisional Betawi, yang dikenal dengan istilah maen pukul. Fauzi dan Gudskul Ekosistem berkolaborasi buah hasil dari program Lab Indonesiana: Baku Konek.
Karya Fauzi tidak hanya sekadar menggambarkan jurus-jurus pencak silat, tetapi juga sebagai dokumentasi visual atas warisan budaya yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi lain di Kampung Bengek, Jagakarsa. Dengan teknik drawing pen on paper yang dikombinasikan dengan Augmented Reality (AR), Fauzi berhasil mengabadikan gerakan seni bela diri ini dalam visual yang modern namun tak lepas dari akar tradisionalnya.
Dalam setiap goresan yang ia buat, Fauzi ingin menyampaikan pesan penting yakni seni bela diri tradisional seperti maen pukul sebagai bagian dari identitas dan memori kolektif yang harus dilestarikan. Dalam kampung-kampung kecil di Jagakarsa, jurus-jurus ini diwariskan oleh para guru silat kepada para pemuda.
Melalui karya visualnya, Fauzi berharap karyanya bisa menjadi salah satu cara untuk menyampaikan informasi ini kepada generasi muda. “Karya ini adalah cara saya untuk membantu melestarikan seni bela diri Betawi , agar jurus-jurus seperti Tapak Jejeg dan Jurus Keset Bacok tidak hilang ditelan perkembangan zaman. Saya menggunakan gambar sebagai cara untuk mempermudah pemahaman, terutama bagi anak-anak muda,” kata Fauzi.
Menurutnya, Tapak Jejeg, Jurus Keset Bacok, dan Jurus Sikut Maen Pukul merupakan visualisasi dari semangat menjaga warisan budaya lokal di tengah modernisasi yang semakin kuat. Kolaborasi Kreatif dalam Program Residensi Baku Konek Karya ini dipamerkan dalam rangkaian perayaan 50 tahun Jakarta Biennale yang berlangsung dari 1 Oktober hingga 15 November 2024 di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
Karya Fauzi x Gudskul Ekosistem merupakan buah dari residensi Baku Konek, sebuah program yang dipelopori oleh ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya. Program ini memberi kesempatan bagi seniman dari berbagai daerah di Indonesia untuk saling berkolaborasi, berbagi pengalaman, dan menciptakan karya baru yang berakar pada konteks lokal masing-masing.
“Saya sangat gembira dan bersyukur bisa bergabung dalam Baku Konek. Ini adalah kesempatan langka untuk mengenal lebih dalam tentang seni, ruang, dan sosial yang selama ini belum pernah saya ketahui. Bisa berkolaborasi dengan Gudskul Ekosistem memberi banyak inspirasi,” tutur Fauzi.
Tak hanya itu, dipamerkannya ketiga karya Fauzi di Jakarta Biennale 2024 juga menjadi kebanggaan tersendiri baginya. Pameran besar ini tidak hanya menarik perhatian pengunjung lokal, tetapi juga internasional sehingga membuka kesempatan bagi Fauzi untuk memperkenalkan lebih luas seni dan budaya Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda