Penting Deteksi Dini dan Kenali Gejala Pikun
Selasa, 22 September 2020 - 21:33 WIB
JAKARTA - Demensia adalah sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang memengaruhi fungsi kognitif, emosi, dan perilaku aktivitas sehari-hari. Saat ini di dunia, lebih dari 50 juta orang mengalami demensia dan demensia alzheimer adalah jenis demensia yang terbanyak, sekitar 60%-70%.
Masyarakat sering menyebut kondisi ini sebagai pikun. Pikun sering kali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga demensia alzheimer kerap tidak terdeteksi, padahal gejala nya dapat dialami sejak usia muda (early on-set dementia). ( )
Deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif dan pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Selain itu, penanganan alzheimer sejak dini juga penting untuk mengurangi percepatan kepikunan.
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K) mengatakan, meskipun demensia sebagian besar dialami oleh lansia , kondisi ini bukanlah hal yang normal. Demensia alzheimer merupakan penyebab utama ketidakmampuan dan ketergantungan lansia terhadap orang lain.
“Penyakit ini memberikan dampak fisik, psikososial, sosial, dan beban ekonomi tidak hanya bagi penderita tapi juga bagi keluarga serta lingkungan sekitar. Estimasi jumlah penderita penyakit alzhemeir di Indonesia pada 2013 mencapai satu juta orang,” ujar dr Dodik dalam Media Briefing Online, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada 2030, dan menjadi empat juta orang pada 2050. Bukannya menurun, tren penderita demensia alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahun.
“Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang demensia alzheimer mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan dalam diagnosis dan perawatan. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan secara terus-menerus sangat penting,” terang dr. Dodik.
Ketua Studi Neurobehavior PERDOSSI dr. Astuti, Sp.S(K) menambahkan, penyakit demensia alzheimer memiliki faktor risiko yang bisa dimodifikasi seperti penyakit vaskular, hipertensi, metabolik, diabetes, dislipidemia, pascacidera kepala, pendidikan rendah, depresi, dan yang tidak bisa dimodifikasi yaitu usia lanjut serta genetik atau memiliki keluarga yang mengalami demensia alzheimer.
“Selain mengetahui faktor risikonya, penting juga untuk menyadari bahwa demensia alzheimer bersifat kronis progresif. Artinya semakin bertambah kerusakan otak seiring bertambahnya umur,” jelas dr. Astuti. ( )
Ia menegaskan bahwa deteksi dini sangat penting bagi penyakit demensia alzheimer. Dengan deteksi dini, pasien dapat lebih cepat ditangani sehingga kerusakan otak karena alzheimer bisa diperlambat.
Masyarakat sering menyebut kondisi ini sebagai pikun. Pikun sering kali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga demensia alzheimer kerap tidak terdeteksi, padahal gejala nya dapat dialami sejak usia muda (early on-set dementia). ( )
Deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif dan pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Selain itu, penanganan alzheimer sejak dini juga penting untuk mengurangi percepatan kepikunan.
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K) mengatakan, meskipun demensia sebagian besar dialami oleh lansia , kondisi ini bukanlah hal yang normal. Demensia alzheimer merupakan penyebab utama ketidakmampuan dan ketergantungan lansia terhadap orang lain.
“Penyakit ini memberikan dampak fisik, psikososial, sosial, dan beban ekonomi tidak hanya bagi penderita tapi juga bagi keluarga serta lingkungan sekitar. Estimasi jumlah penderita penyakit alzhemeir di Indonesia pada 2013 mencapai satu juta orang,” ujar dr Dodik dalam Media Briefing Online, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada 2030, dan menjadi empat juta orang pada 2050. Bukannya menurun, tren penderita demensia alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahun.
“Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang demensia alzheimer mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan dalam diagnosis dan perawatan. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan secara terus-menerus sangat penting,” terang dr. Dodik.
Ketua Studi Neurobehavior PERDOSSI dr. Astuti, Sp.S(K) menambahkan, penyakit demensia alzheimer memiliki faktor risiko yang bisa dimodifikasi seperti penyakit vaskular, hipertensi, metabolik, diabetes, dislipidemia, pascacidera kepala, pendidikan rendah, depresi, dan yang tidak bisa dimodifikasi yaitu usia lanjut serta genetik atau memiliki keluarga yang mengalami demensia alzheimer.
“Selain mengetahui faktor risikonya, penting juga untuk menyadari bahwa demensia alzheimer bersifat kronis progresif. Artinya semakin bertambah kerusakan otak seiring bertambahnya umur,” jelas dr. Astuti. ( )
Ia menegaskan bahwa deteksi dini sangat penting bagi penyakit demensia alzheimer. Dengan deteksi dini, pasien dapat lebih cepat ditangani sehingga kerusakan otak karena alzheimer bisa diperlambat.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda