Bagaimana Mengangkat Kekerasan Seksual dalam Film

Rabu, 07 Oktober 2020 - 15:29 WIB
Sayangnya, miniseri ini—setidaknya pada season satu part 1—tak mengeksplorasi lebih jauh soal tindak pidananya. Ceritanya berbelok pada dampak kehamilan pada remaja yang berawal dari peristiwa keji itu.

Kita tahu, kehamilan remaja menjadi wacana budaya pop kita setelah tahun lalu dirilis film "Dua Garis Biru" karya Gina S. Noer. Film itu mengumpulkan 2,6 juta penonton—terlaris ketiga tahun lalu.

Tidak ada yang menyangka sebelumnya, sebuah film drama yang punya tema berat (tentang kehamilan remaja dan pernikahan dini sebagai konsekuensinya) ternyata digandrungi penonton.



Foto: Genflix

Dari sukses "Dua Garis Biru", timbul tanya, apakah kini telah terjadi pergeseran nilai di tengah remaja kita? Apakah generasi milenial dan Gen Z tak lagi memandang tabu persoalan seks di kalangan mereka?

Sebetulnya, bila menelisik lebih dalam sejarah sinema kita, cerita macam "Dua Garis Biru" bukan yang pertama. Pada 1970-an, dua bintang remaja masa itu, yaitu Rano Karno dan Yessy Gusman, membintangi "Buah Terlarang" (1979) yang juga berkisah tentang kehamilan di kalangan remaja.

Dua-duanya sama-sama bintang kelas dan saling jatuh cinta, tapi tergelincir pada seks sebelum waktunya yang berujung pada kehamilan.

Miniseri "Asya Story" melangkah lebih jauh dari "Buah Terlarang" dan "Dua Garis Biru". Yang jadi pertanyaan utama miniseri ini: bagaimana bila kehamilan remaja terjadi karena peristiwa naas yang tak diinginkan? Lalu, apa yang terjadi pada pernikahan dini sebagai konsekuensi dari kehamilan tersebut?

"Asya Story" punya twist alias kelokan cerita. Saat ditanya siapa pria yang menghamilinya, Asya menunjuk orang lain, Fano (Firsan Abdullah), sosok yang jelas-jelas bukan pemerkosanya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More