Ternyata, Adiksi Pornografi Bisa Picu Impotensi
Kamis, 29 Oktober 2020 - 01:07 WIB
JAKARTA - Siapa yang suka menonton video porno? Hati-hati para pria, ternyata kebiasaan ini justru dapat memicu disfungsi seksual (DE) atau impotensi. Termasuk kebiasaan masturbasi. Loh kok bisa?
Dijawab Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ (K) dari Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI, video porno maupun masturbasi membuat pelaku menciptakan fantasi-fantasi sendiri sesuai keinginannya. Biasanya mereka yang suka masturbasi dan menonton video porno memiliki ekspektasi pasangan jauh dari harapan.
( )
“Ketika pasangan tidak bisa memberikan apa yang diharapkan, pelaku ini akhirnya menjadi disfungsi seksual karena ia tidak bisa menemukan apa yang diharapkan dari pasangan,” beber Prof. Tjhin dalam webinar yang diadakan RSCM Kencana, belum lama ini.
Tidak main-main, masalah DE ternyata dapat memicu terjadinya gangguan jiwa tertentu berdasarkan penelitian. Beberapa masalah kejiwaan yang terkait seperti kecemasan yang menetap, ialah adanya masalah marital yang memicu terjadinya disfungsi seksual, depresi, perasaan bersalah, stres, trauma, di samping adiksi pornografi yang memicu timbulnya pornography induced erectile dysfunction.
“Individu dengan disfungsi seksual perlu melakukan konsultasi dengan psikiater agar dapat dikenali secara dini masalah kesehatan jiw a yang mungkin ada sehingga dapat diberikan tatalaksana yang sesuai,” kata Prof. Tjhin.
Pada umumnya tatalaksana dalam bidang psikiatri diberikan dengan konsep biopsikososial, yaitu terapi yang bersifat biologik seperti pemberian psikfarmakoterapi sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu juga memberikan terapi psikososial seperti psikoterapi suportif yang bertujuan mendukung atau mempetahankan sistem ego agar terus dapat berfungsi dengan baik, memperbaiki fungsi adaptif pasien, serta membantu pasien agar memiliki rasa percaya diri yang lebih optimal.
Selain itu juga dapat diberikan jenis psikoterapi lain berupa psikoterapi yang bersifat re-edukatif seperti terapi kogntif perilaku untuk membantu pasien mengenali berbagai pikiran negatif yang mencetuskan timbulnya emosi maladaptif, dan menuntun pasien mencari berbagai alternatif pikiran yang lebih adaptif sehingga bisa mengatasi emosi negatif dan mampu membuat pasien merasa lebih nyaman.
( )
“Jika diperlukan juga dapat dilakukan psikoterapi yang berorientasi psikoanalitik untuk merekonstruksi kepribadian pasien atau meningkatkan tilikan pasien terhadap dirinya dan juga lingkungan sekitarnya,” pungkas Prof. Tjhin.
Dijawab Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ (K) dari Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI, video porno maupun masturbasi membuat pelaku menciptakan fantasi-fantasi sendiri sesuai keinginannya. Biasanya mereka yang suka masturbasi dan menonton video porno memiliki ekspektasi pasangan jauh dari harapan.
( )
“Ketika pasangan tidak bisa memberikan apa yang diharapkan, pelaku ini akhirnya menjadi disfungsi seksual karena ia tidak bisa menemukan apa yang diharapkan dari pasangan,” beber Prof. Tjhin dalam webinar yang diadakan RSCM Kencana, belum lama ini.
Tidak main-main, masalah DE ternyata dapat memicu terjadinya gangguan jiwa tertentu berdasarkan penelitian. Beberapa masalah kejiwaan yang terkait seperti kecemasan yang menetap, ialah adanya masalah marital yang memicu terjadinya disfungsi seksual, depresi, perasaan bersalah, stres, trauma, di samping adiksi pornografi yang memicu timbulnya pornography induced erectile dysfunction.
“Individu dengan disfungsi seksual perlu melakukan konsultasi dengan psikiater agar dapat dikenali secara dini masalah kesehatan jiw a yang mungkin ada sehingga dapat diberikan tatalaksana yang sesuai,” kata Prof. Tjhin.
Pada umumnya tatalaksana dalam bidang psikiatri diberikan dengan konsep biopsikososial, yaitu terapi yang bersifat biologik seperti pemberian psikfarmakoterapi sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu juga memberikan terapi psikososial seperti psikoterapi suportif yang bertujuan mendukung atau mempetahankan sistem ego agar terus dapat berfungsi dengan baik, memperbaiki fungsi adaptif pasien, serta membantu pasien agar memiliki rasa percaya diri yang lebih optimal.
Selain itu juga dapat diberikan jenis psikoterapi lain berupa psikoterapi yang bersifat re-edukatif seperti terapi kogntif perilaku untuk membantu pasien mengenali berbagai pikiran negatif yang mencetuskan timbulnya emosi maladaptif, dan menuntun pasien mencari berbagai alternatif pikiran yang lebih adaptif sehingga bisa mengatasi emosi negatif dan mampu membuat pasien merasa lebih nyaman.
( )
“Jika diperlukan juga dapat dilakukan psikoterapi yang berorientasi psikoanalitik untuk merekonstruksi kepribadian pasien atau meningkatkan tilikan pasien terhadap dirinya dan juga lingkungan sekitarnya,” pungkas Prof. Tjhin.
(tsa)
tulis komentar anda