Mengatasi Masalah Global Anemia Akibat Defisiensi Zat Besi
Senin, 02 November 2020 - 16:45 WIB
JAKARTA - Saat ini, sekitar 2,3 miliar orang menderita anemia di mana satu dari dua penderita mengidap anemia karena defisiensi zat besi (IDA) dan mengalami gejala seperti sering kelelahan, pusing, pucat, dan gangguan kekebalan tubuh yang memengaruhi kualitas hidup serta produktivitas.
Asia Tenggara dan Afrika memiliki tingkat prevalensi anemia tertinggi yang mewakili 85% dari kasus yang dilaporkan secara global. Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi anemia sebesar 38,5% pada kelompok usia 0-59 bulan, 32% peningkatan pada kelompok usia 15-24 tahun, 27,2% pada wanita, dan 48,9% pada wanita hamil.
( )
Robert Harding Inaugural Chair in Global Child Health, Hospital for Sick Children and Co-Director of the SickKids Centre for Global Child Health (Kanada) Prof. Dr. Zulfiqar A. Bhutta mengatakan, walaupun terdapat cukup bukti mengenai beban yang ditimbulkan dan epidemiologi mengenai anemia serta defisiensi zat besi pada anak-anak maupun wanita usia subur di berbagai belahan dunia, penanganan secara strategis masih sangat lambat dan berdampak dengan hilangnya sumber daya manusia secara signifikan.
“Tantangan ini diperparah dengan pandemi COVID-19 dan berbagai konsekuensi ekonomi yang terjadi. Deteksi dini anemia secara menyeluruh dan penanganan yang tepat harus menjadi prioritas global,” ucap dr. Bhutta dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Menurutnya, potensi penuh dari beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan terkait nutrisi, kesehatan, dan pembelajaran (SDGs 2, 3 dan 4) tidak dapat direalisasikan tanpa penanganan anemia akibat defisiensi zat besi dalam skala besar, terutama di populasi yang terpinggirkan dan sangat miskin di dunia.
Sementara itu P&G Health, divisi layanan kesehatan dari The Procter & Gamble Company, menyelenggarakan peluncuran P&G Blood Health Forum, sebuah acara untuk berbagi ilmu kedokteran yang dilakukan secara virtual serta dihadiri oleh para pakar internasional yang bertujuan untuk menangani tantangan kesehatan masyarakat di seluruh dunia akibat anemia.
Senior Vice President P&G Health Asia Pacific, Middle East and Africa Aalok Agrawal menuturkan, anemia senantiasa menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dengan tingkat prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika.
Ia menjelaskan, anemia adalah risiko kesehatan yang sangat memengaruhi kelompok masyarakat yang paling rentan, yaitu perempuan dan anak-anak.
( )
“Melalui forum ini, kami menyambut para pakar terkemuka bidang anemia, fisiologi zat besi, serta kesehatan gizi untuk bertukar wawasan dan bekerja sama dalam mengatasi permasalahan kesehatan anemia secara global. Kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pendekatan dan metode yang efektif untuk menangani anemia,” papar Aalok.
Diadakan secara virtual di tujuh negara Asia, sesi pembukaan forum tersebut bertema "Mengutamakan Kesehatan Darah melalui Diagnosis Dini dan Pengelolaan Defisiensi Zat Besi dan Mikronutrien".
Asia Tenggara dan Afrika memiliki tingkat prevalensi anemia tertinggi yang mewakili 85% dari kasus yang dilaporkan secara global. Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi anemia sebesar 38,5% pada kelompok usia 0-59 bulan, 32% peningkatan pada kelompok usia 15-24 tahun, 27,2% pada wanita, dan 48,9% pada wanita hamil.
( )
Robert Harding Inaugural Chair in Global Child Health, Hospital for Sick Children and Co-Director of the SickKids Centre for Global Child Health (Kanada) Prof. Dr. Zulfiqar A. Bhutta mengatakan, walaupun terdapat cukup bukti mengenai beban yang ditimbulkan dan epidemiologi mengenai anemia serta defisiensi zat besi pada anak-anak maupun wanita usia subur di berbagai belahan dunia, penanganan secara strategis masih sangat lambat dan berdampak dengan hilangnya sumber daya manusia secara signifikan.
“Tantangan ini diperparah dengan pandemi COVID-19 dan berbagai konsekuensi ekonomi yang terjadi. Deteksi dini anemia secara menyeluruh dan penanganan yang tepat harus menjadi prioritas global,” ucap dr. Bhutta dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Menurutnya, potensi penuh dari beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan terkait nutrisi, kesehatan, dan pembelajaran (SDGs 2, 3 dan 4) tidak dapat direalisasikan tanpa penanganan anemia akibat defisiensi zat besi dalam skala besar, terutama di populasi yang terpinggirkan dan sangat miskin di dunia.
Sementara itu P&G Health, divisi layanan kesehatan dari The Procter & Gamble Company, menyelenggarakan peluncuran P&G Blood Health Forum, sebuah acara untuk berbagi ilmu kedokteran yang dilakukan secara virtual serta dihadiri oleh para pakar internasional yang bertujuan untuk menangani tantangan kesehatan masyarakat di seluruh dunia akibat anemia.
Senior Vice President P&G Health Asia Pacific, Middle East and Africa Aalok Agrawal menuturkan, anemia senantiasa menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dengan tingkat prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika.
Ia menjelaskan, anemia adalah risiko kesehatan yang sangat memengaruhi kelompok masyarakat yang paling rentan, yaitu perempuan dan anak-anak.
( )
“Melalui forum ini, kami menyambut para pakar terkemuka bidang anemia, fisiologi zat besi, serta kesehatan gizi untuk bertukar wawasan dan bekerja sama dalam mengatasi permasalahan kesehatan anemia secara global. Kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pendekatan dan metode yang efektif untuk menangani anemia,” papar Aalok.
Diadakan secara virtual di tujuh negara Asia, sesi pembukaan forum tersebut bertema "Mengutamakan Kesehatan Darah melalui Diagnosis Dini dan Pengelolaan Defisiensi Zat Besi dan Mikronutrien".
(tsa)
tulis komentar anda