Stres bisa memicu keputihan dan masalah di area kewanitaan
Sabtu, 07 November 2020 - 10:30 WIB
JAKARTA - Peningkatan aktivitas di rumah saja selama pandemi COVID-19 menyebabkan banyak perempuan mengalami stres , dan beberapa perempuan juga menjadi jarang aktif bergerak. Hal tersebut dapat memicu keputihan dan berbagai permasalahan area kewanitaan lainnya.
Aesthetic Gynaecologist, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG mengatakan, bahwa keputihan masih menjadi masalah kesehatan pada area kewanitaan yang paling sering dialami oleh perempuan, khususnya di masa pandemi ini.
"Pada perempuan yang aktif misalnya, ketika selesai berolahraga di dalam rumah, terkadang langsung melakukan WFH (Work From Home) tanpa mengganti baju dan celana dalam terlebih dahulu. Atau selama di rumah, banyak perempuan yang jarang mengganti celana dalam karena merasa bahwa tidak berkeringat," kata dr. Dinda saat jumpa pers, Kamis (5/11).
"Selain itu, beberapa perempuan juga jadi kurang aktif bergerak dan mengalami kenaikan berat badan semasa pandemi ini. Ditambah dengan stres yang semakin memicu permasalahan pada area kewanitaan," sambungnya.
Sebuah jurnal dari National Library of Medicine tahun 2020 menyebutkan bahwa stres meningkatkan peluang terhadap infeksi jamur candida pada vagina yang berulang atau biasa disebut Recurrent Vulvovaginal Candidiasis/RVVC, yang juga akan berpengaruh pada kualitas kesehatan seksual dari perempuan.
Selain stres, American Journal of Obstretics & Gynecology tahun 2019 menyebutkan bahwa perempuan yang tidak aktif bergerak dan memiliki Body Mass Index (BMI) yang tinggi berpeluang terkena bacterial vaginonis (BV) 30,4% lebih tinggi daripada perempuan dengan BMI yang rendah.
"BV ditandai dengan keputihan abnormal, gatal-gatal serta bau tidak sedap pada vagina. Keputihan sendiri masih menjadi penyebab utama permasalahan terhadap area kewanitaan. Sebuah studi menyebutkan bahwa 75% perempuan di Indonesia terbukti pernah mengalami keputihan minimal satu kali," tandasnya.
Lihat Juga: Transformasi Layanan Kesehatan Jadi Fokus Meningkatkan Kualitas dan Aksesibilitas Perawatan
Aesthetic Gynaecologist, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG mengatakan, bahwa keputihan masih menjadi masalah kesehatan pada area kewanitaan yang paling sering dialami oleh perempuan, khususnya di masa pandemi ini.
"Pada perempuan yang aktif misalnya, ketika selesai berolahraga di dalam rumah, terkadang langsung melakukan WFH (Work From Home) tanpa mengganti baju dan celana dalam terlebih dahulu. Atau selama di rumah, banyak perempuan yang jarang mengganti celana dalam karena merasa bahwa tidak berkeringat," kata dr. Dinda saat jumpa pers, Kamis (5/11).
"Selain itu, beberapa perempuan juga jadi kurang aktif bergerak dan mengalami kenaikan berat badan semasa pandemi ini. Ditambah dengan stres yang semakin memicu permasalahan pada area kewanitaan," sambungnya.
Sebuah jurnal dari National Library of Medicine tahun 2020 menyebutkan bahwa stres meningkatkan peluang terhadap infeksi jamur candida pada vagina yang berulang atau biasa disebut Recurrent Vulvovaginal Candidiasis/RVVC, yang juga akan berpengaruh pada kualitas kesehatan seksual dari perempuan.
Selain stres, American Journal of Obstretics & Gynecology tahun 2019 menyebutkan bahwa perempuan yang tidak aktif bergerak dan memiliki Body Mass Index (BMI) yang tinggi berpeluang terkena bacterial vaginonis (BV) 30,4% lebih tinggi daripada perempuan dengan BMI yang rendah.
"BV ditandai dengan keputihan abnormal, gatal-gatal serta bau tidak sedap pada vagina. Keputihan sendiri masih menjadi penyebab utama permasalahan terhadap area kewanitaan. Sebuah studi menyebutkan bahwa 75% perempuan di Indonesia terbukti pernah mengalami keputihan minimal satu kali," tandasnya.
Lihat Juga: Transformasi Layanan Kesehatan Jadi Fokus Meningkatkan Kualitas dan Aksesibilitas Perawatan
(sal)
tulis komentar anda