Cara-Cara Agar Anak Terhindar dari Penculikan dan Perkosaan
Selasa, 24 November 2020 - 18:30 WIB
JAKARTA - Masyarakat dihebohkan dengan kasus penculikan dan pemerkosaan anak di bawah umur yang dilakukan Indrajid di Kabupaten Tebo, Jambi. Indrajid mengaku telah memerkosa korban hingga puluhan kali selama 21 hari di hutan. Dia melakukan aksi bejadnya bersama sang istri, Yanti Nuryanti, sebanyak 4 kali secara bergilir.
Divisi Psikiatri Komunikasi, Rehabilitasi & Trauma Psikososial Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM dr. Gina Anindyajati, SpKJ menjelaskan, setiap orang berisiko mengalami kekerasan seksual. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga berisiko mengalami hal yang sama.
( )
"Semua orang bisa jadi korban. Mau anak-anak, orang dewasa, lansia bisa jadi korban kekerasan seks. Korban kekerasan seksual tidak pilih-pilih. Anak-anak perempuan 18% menjadi korban, laki-lali 8%, orang dewasa perempuan 35%, orang dewasa laki-laki 1,5-7,7%, lansia perempuan 17%, lansia laki-laki 0,6-1,2%," jelas dr. Gina belum lama ini.
Mengingat bahayanya kekerasan seksual, dr Gina memberikan beberapa saran agar terhindar dari tindakan tidak menyenangkan tersebut. Di antaranya adalah berani mengatakan "tidak" pada hal yang tak seharusnya. Di sisi lain, setiap orang juga perlu bersikap berhati-hati dan belajar merasa aman.
"Untuk bisa punya kemampuan melawan, dia memiliki bakat biologis melawan atau nggak. Otak orang setelannya nurut, rebel, dan di tengah-tengah. Ada orang yang nurut saja bisa jadi korban dan juga nggak. Ada kemampun untuk utarakan kemauan kita, membangun hubungan yang nyaman," sarannya.
"Orang yang tidak aman bisa jadi korban. Kalau nurut saja, ada rasa takut ditinggal itu out of the body reflect," lanjutnya.
(
)
Lebih lanjut dr. Gina mengungkapkan, respon alami otak seseorang menghadapi ancaman umumnya akan memberikan tiga perintah. Yaitu flight, freeze, dan fight. Itu semua dapat dilatih dan menjadi modal seseorang agar terhindar dari berbagai macam jenis kekerasan seksual.
"Ada yang nggak bisa mikir atau freeze, otaknya kekunci. Ada yang mendapatkan perilaku kekerasan seksual dia flight, loncat. Nggak semua orang bisa flight dan bisa fight. Kenali kita orang seperti apa dan kenali bahaya biar kita bisa merespon. Ini dapat dilatih, insting itu ada. Saya diajari guru saya, kita bukan bereaksi tapi merespon terhadap bahaya," tandasnya.
Divisi Psikiatri Komunikasi, Rehabilitasi & Trauma Psikososial Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM dr. Gina Anindyajati, SpKJ menjelaskan, setiap orang berisiko mengalami kekerasan seksual. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga berisiko mengalami hal yang sama.
( )
"Semua orang bisa jadi korban. Mau anak-anak, orang dewasa, lansia bisa jadi korban kekerasan seks. Korban kekerasan seksual tidak pilih-pilih. Anak-anak perempuan 18% menjadi korban, laki-lali 8%, orang dewasa perempuan 35%, orang dewasa laki-laki 1,5-7,7%, lansia perempuan 17%, lansia laki-laki 0,6-1,2%," jelas dr. Gina belum lama ini.
Mengingat bahayanya kekerasan seksual, dr Gina memberikan beberapa saran agar terhindar dari tindakan tidak menyenangkan tersebut. Di antaranya adalah berani mengatakan "tidak" pada hal yang tak seharusnya. Di sisi lain, setiap orang juga perlu bersikap berhati-hati dan belajar merasa aman.
"Untuk bisa punya kemampuan melawan, dia memiliki bakat biologis melawan atau nggak. Otak orang setelannya nurut, rebel, dan di tengah-tengah. Ada orang yang nurut saja bisa jadi korban dan juga nggak. Ada kemampun untuk utarakan kemauan kita, membangun hubungan yang nyaman," sarannya.
"Orang yang tidak aman bisa jadi korban. Kalau nurut saja, ada rasa takut ditinggal itu out of the body reflect," lanjutnya.
(
Baca Juga
Lebih lanjut dr. Gina mengungkapkan, respon alami otak seseorang menghadapi ancaman umumnya akan memberikan tiga perintah. Yaitu flight, freeze, dan fight. Itu semua dapat dilatih dan menjadi modal seseorang agar terhindar dari berbagai macam jenis kekerasan seksual.
"Ada yang nggak bisa mikir atau freeze, otaknya kekunci. Ada yang mendapatkan perilaku kekerasan seksual dia flight, loncat. Nggak semua orang bisa flight dan bisa fight. Kenali kita orang seperti apa dan kenali bahaya biar kita bisa merespon. Ini dapat dilatih, insting itu ada. Saya diajari guru saya, kita bukan bereaksi tapi merespon terhadap bahaya," tandasnya.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda