Siapapun Bisa Jadi Korban, Ini yang Perlu Dilakukan ketika Alami Pelecehan Seksual
Kamis, 10 Juni 2021 - 10:21 WIB
JAKARTA - Pelecehan seksual masih marak terjadi di mana-mana. Pelecehan seksual pun dapat terjadi pada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan secara nasional melalui IPSOS Indonesia, sebanyak 82 persen perempuan Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Namun, tidak hanya perempuan yang bisa mengalami pelecehan seksual. Pria pun demikian.
Psikolog Klinis Meity Arianty mengatakan, pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang berkonotasi seksual, dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korban. Bentuknya, dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual.
"Aktivitas yang konotasi seksual bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung adanya pemaksaan, kehendak sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku, kejadian tidak diinginkan korban dan mengakibatkan penderitaan pada korban," kata Meity Arianty saat dihubungi MNC Portal, Rabu (9/6).
Dia menjelaskan, ragam bentuk pelecehan seksual, di antaranya pelecehan seksual secara fisik seperti sentuhan yang tidak diinginkan, menempelkan tubuh atau sentuhan fisik lainnya. Kemudian pelecehan seksual secara lisan, seperti komentar tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh yang bermuatan seksual.
Lalu juga ada bentuk pelecehan nonverbal atau isyarat yang merupakan bahasa tubuh atau gerakan yang bernada seksual. Misalnya, menatap penuh nafsu, menjilat-jilatkan bibir sambil menyedipkan mata.
"Secara umum, semua kegiatan atau perilaku yang tidak diinginkan korban, dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Bisa dengan merendahkan tentang orientasi seksual, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual," jelas Meity.
Lantas apa yang perlu dilakukan saat mengalami pelecehan seksual? Meity menyarankan, agar korban segera menghindar sejauh mungkin, tak berurusan lebih jauh, berteriak, meminta bantuan, melawan, dan melaporkan.
"Namun kalau korban mengalami stres atau trauma, segera cari bantuan. Jangan pernah memendamnya sendirian, cari teman yang bisa membantu, lapor ke keluarga atau orang terdekat dan segera ke psikolog atau psikiater," ujarnya.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan secara nasional melalui IPSOS Indonesia, sebanyak 82 persen perempuan Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Namun, tidak hanya perempuan yang bisa mengalami pelecehan seksual. Pria pun demikian.
Psikolog Klinis Meity Arianty mengatakan, pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang berkonotasi seksual, dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korban. Bentuknya, dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual.
"Aktivitas yang konotasi seksual bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung adanya pemaksaan, kehendak sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku, kejadian tidak diinginkan korban dan mengakibatkan penderitaan pada korban," kata Meity Arianty saat dihubungi MNC Portal, Rabu (9/6).
Dia menjelaskan, ragam bentuk pelecehan seksual, di antaranya pelecehan seksual secara fisik seperti sentuhan yang tidak diinginkan, menempelkan tubuh atau sentuhan fisik lainnya. Kemudian pelecehan seksual secara lisan, seperti komentar tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh yang bermuatan seksual.
Lalu juga ada bentuk pelecehan nonverbal atau isyarat yang merupakan bahasa tubuh atau gerakan yang bernada seksual. Misalnya, menatap penuh nafsu, menjilat-jilatkan bibir sambil menyedipkan mata.
"Secara umum, semua kegiatan atau perilaku yang tidak diinginkan korban, dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Bisa dengan merendahkan tentang orientasi seksual, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual," jelas Meity.
Lantas apa yang perlu dilakukan saat mengalami pelecehan seksual? Meity menyarankan, agar korban segera menghindar sejauh mungkin, tak berurusan lebih jauh, berteriak, meminta bantuan, melawan, dan melaporkan.
"Namun kalau korban mengalami stres atau trauma, segera cari bantuan. Jangan pernah memendamnya sendirian, cari teman yang bisa membantu, lapor ke keluarga atau orang terdekat dan segera ke psikolog atau psikiater," ujarnya.
(nug)
tulis komentar anda