Kemenkes Genjot Peningkatan Stok Obat untuk Penanganan COVID-19 yang Menipis
Senin, 26 Juli 2021 - 18:30 WIB
JAKARTA - Kebutuhan obat-obatan di Tanah Air terus meningkat seiring dengan ledakan kasus COVID-19. Alhasil saat ini sejumlah obat menjadi sulit ditemukan dan harganya pun menjadi jauh di atas rata-rata. Tentu hal ini membuat sejumlah masyarakat kesulitan menemukan obat untuk pengobatan COVID-19 selama isolasi mandiri.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sejak 1 Juni sampai sekarang telah terjadi lonjakan yang luar biasa dari kebutuhan obat-obatan, sekira 12 kali lipat. Pemerintah telah menyadari hal ini dan melakukan komunikasi dengan para praktisi di gabungan pengusaha farmasi (GP Farmasi) serta mempersiapkan dengan mengimpor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, dan mempersiapkan distribusinya.
“Tapi memang diperlukan waktu dari 4-6 minggu agar kapasitas produksi obat dalam negeri kita bisa memenuhi peningkatan kebutuhan obat-obatan sebanyak 12 kali lipat ini. Saya sampaikan, mudah-mudahan pada awal Agustus 2021 beberapa obat yang sering dicari masyarakat seperti Azitromisin, Oseltamivir, maupun Favipiravir bisa masuk ke pasar secara lebih signifikan,” kata Menkes Budi dalam jumpa pers, Senin (26/7).
Lebih lanjut Menkes mengatakan, jumlah Azitromisin sekarang terdapat 11,4 juta stok yang ada di nasional, 20 pabrik lokal yang memproduksi obat ini, sehingga kapasitas produksinya mencukupi. Menkes Budi tak mengelak jika ada sedikit hambatan pada distribusi yang saat ini sudah dibicarakan dan dikonsultasikan dengan GP Farmasi untuk memastikan agar obat Azitromisin ini bisa masuk ke apotek-apotek.
“Khusus Favipiravir, kita memiliki stok sekira 6 juta di seluruh Indonesia dan ada beberapa produsen dalam negeri yang akan meningkatkan stok Favipiravir ini, termasuk Kimia Farma yang bisa mencapai 2 juta per hari. Rencananya PT Dexa Medika juga akan mengimpor 15 juta pada Agustus. Pemerintah juga akan mengimpor 9,2 juta dari beberapa negara mulai Agustus,” lanjutnya.
Selain itu, ada pabrik baru yang rencananya pada Agustus akan memproduksi 1 juta Favipiravir setiap hari. Favipiravir ini bakal menggantikan Oseltamivir sebagai obat antivirus, sementara Azitromisin sebagai antibiotik. Favipiravir masuk dalam kategori antivirus, yang oleh dokter-dokter ahli lima profesi di Indonesia sudah dikaji dampaknya terhadap mutasi virus Delta.
“Mereka menganjurkan agar antivirusnya digunakan Favipiravir. Dan diharapkan nanti Agustus pemerintah sudah memiliki kapasitas produksi dalam negeri antara 2-4 juta ton tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan. Sedangkan Oseltamivir kita ada stok sampai Agustus sekira 12 juta, tapi karena ini secara perlahan akan diganti dengan Favipiravir, maka kita bakal pertahankan stoknya. Ini adalah 3 obat Azitromisin, Oseltamivir, dan Favipiravir yang memang diproduksi di dalam negeri,” tuntasnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sejak 1 Juni sampai sekarang telah terjadi lonjakan yang luar biasa dari kebutuhan obat-obatan, sekira 12 kali lipat. Pemerintah telah menyadari hal ini dan melakukan komunikasi dengan para praktisi di gabungan pengusaha farmasi (GP Farmasi) serta mempersiapkan dengan mengimpor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, dan mempersiapkan distribusinya.
“Tapi memang diperlukan waktu dari 4-6 minggu agar kapasitas produksi obat dalam negeri kita bisa memenuhi peningkatan kebutuhan obat-obatan sebanyak 12 kali lipat ini. Saya sampaikan, mudah-mudahan pada awal Agustus 2021 beberapa obat yang sering dicari masyarakat seperti Azitromisin, Oseltamivir, maupun Favipiravir bisa masuk ke pasar secara lebih signifikan,” kata Menkes Budi dalam jumpa pers, Senin (26/7).
Lebih lanjut Menkes mengatakan, jumlah Azitromisin sekarang terdapat 11,4 juta stok yang ada di nasional, 20 pabrik lokal yang memproduksi obat ini, sehingga kapasitas produksinya mencukupi. Menkes Budi tak mengelak jika ada sedikit hambatan pada distribusi yang saat ini sudah dibicarakan dan dikonsultasikan dengan GP Farmasi untuk memastikan agar obat Azitromisin ini bisa masuk ke apotek-apotek.
“Khusus Favipiravir, kita memiliki stok sekira 6 juta di seluruh Indonesia dan ada beberapa produsen dalam negeri yang akan meningkatkan stok Favipiravir ini, termasuk Kimia Farma yang bisa mencapai 2 juta per hari. Rencananya PT Dexa Medika juga akan mengimpor 15 juta pada Agustus. Pemerintah juga akan mengimpor 9,2 juta dari beberapa negara mulai Agustus,” lanjutnya.
Selain itu, ada pabrik baru yang rencananya pada Agustus akan memproduksi 1 juta Favipiravir setiap hari. Favipiravir ini bakal menggantikan Oseltamivir sebagai obat antivirus, sementara Azitromisin sebagai antibiotik. Favipiravir masuk dalam kategori antivirus, yang oleh dokter-dokter ahli lima profesi di Indonesia sudah dikaji dampaknya terhadap mutasi virus Delta.
“Mereka menganjurkan agar antivirusnya digunakan Favipiravir. Dan diharapkan nanti Agustus pemerintah sudah memiliki kapasitas produksi dalam negeri antara 2-4 juta ton tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan. Sedangkan Oseltamivir kita ada stok sampai Agustus sekira 12 juta, tapi karena ini secara perlahan akan diganti dengan Favipiravir, maka kita bakal pertahankan stoknya. Ini adalah 3 obat Azitromisin, Oseltamivir, dan Favipiravir yang memang diproduksi di dalam negeri,” tuntasnya.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda