Kemendikbudristek Jalankan Survei Lingkungan Belajar, Dorong Iklim Keamanan dan Kebinekaan yang Baik
Rabu, 28 Juli 2021 - 23:26 WIB
JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedang menjalankan survei lingkungan belajar terhadap guru-guru dan kepala sekolah di Program Sekolah Penggerak. Bersama asesmen kompetensi miminum (AKM) literasi dan numerasi dan survei karakter, survei lingkungan belajar adalah salah satu bagian asesmen nasional yang merupakan Episode Pertama Program Merdeka Belajar yang diluncurkan tahun 2019.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menjelaskan survei ini terdiri dari beberapa bagian yang mengukur aspek-aspek dari sekolah sebagai lingkungan pendukung terjadinya pembelajaran. Bagian tersebut terdiri dari aspek yang secara langsung berkaitan dengan pembelajaran seperti fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan kepala sekolah.
Survei juga mengukur aspek yang menjadi prakondisi bagi pembelajaran seperti iklim kebinekaan sekolah dan keamanan sekolah. "Bagaimana bisa belajar dengan baik kalau merasa takut atau tidak nyaman? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana kondisinya supaya sekolah bisa melakukan refleksi dan perbaikan," ucap Anindito melalui siaran resminya, Rabu (28/7).
Iklim kebinekaan yang baik, kata Anindito, mencerminkan penerimaan dan dukungan terhadap hak-hak semua warga sekolah, terlepas dari latar belakang gender, sosial-ekonomi, budaya, politik, agama, maupun kondisi fisik. Rasa diterima dan didukung tanpa diskriminasi ini menjadi prakondisi bagi pembelajaran yang berkualitas.
Selain mengukur iklim kebinekaan, survei juga mengukur iklim keamanan sekolah. Rasa aman di sekolah juga merupakan prasyarat bagi terjadinya proses pembelajaran. Iklim keamanan sekolah mencakup indikator-indikator seperti kejadian perundungan, penggunaan narkoba, dan kekerasan di sekolah.
Di luar iklim sekolah, bagian terbesar dari survei lingkungan belajar sebenarnya adalah berbagai aspek yang secara langsung terkait kualitas pembelajaran. Ini mencakup indikator-indikator fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan instruksional kepala sekolah.
Menurut Anindito, survei ini bertujuan menegaskan kepada guru dan kepala sekolah bahwa tujuan pembelajaran tidak semata mencakup aspek kognitif, melainkan juga sisi sosial, emosional, dan spiritual. Dengan begitu, survei ini diharapkan menjadi bahan dan data untuk meramu berbagai strategi dan kebijakan demi mendorong sekolah dan pemerintah daerah meningkatkan kualitas pembelajaran.
Anindito menambahkan, survei lingkungan belajar tidak dipergunakan untuk menilai siswa atau menentukan kelulusan. “Survei bertujuan memetakan dan promosi iklim sekolah yang toleran, aman, dan mendukung pembelajaran yang baik termasuk di dalamnya efektivitas mengajar guru hingga kepemimpinan instruksional kepala sekolah untuk mendorong kreativitas guru,” tegasnya.
Survei nantinya akan menghasilkan skor kolektif di tingkat sekolah dan daerah. Bersama dengan asesmen kompetensi miminum (AKM) literasi dan numerasi serta survei karakter, hasil survei lingkungan belajar akan disampaikan kepada sekolah dan pemerintah daerah sebagai bahan evaluasi diri dan perencanaan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
“Oleh karenanya, survei sama sekali tidak mengukur profil maupun skor individu murid, guru, atau kepala sekolah,” pungkas Anindito.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menjelaskan survei ini terdiri dari beberapa bagian yang mengukur aspek-aspek dari sekolah sebagai lingkungan pendukung terjadinya pembelajaran. Bagian tersebut terdiri dari aspek yang secara langsung berkaitan dengan pembelajaran seperti fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan kepala sekolah.
Survei juga mengukur aspek yang menjadi prakondisi bagi pembelajaran seperti iklim kebinekaan sekolah dan keamanan sekolah. "Bagaimana bisa belajar dengan baik kalau merasa takut atau tidak nyaman? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana kondisinya supaya sekolah bisa melakukan refleksi dan perbaikan," ucap Anindito melalui siaran resminya, Rabu (28/7).
Iklim kebinekaan yang baik, kata Anindito, mencerminkan penerimaan dan dukungan terhadap hak-hak semua warga sekolah, terlepas dari latar belakang gender, sosial-ekonomi, budaya, politik, agama, maupun kondisi fisik. Rasa diterima dan didukung tanpa diskriminasi ini menjadi prakondisi bagi pembelajaran yang berkualitas.
Selain mengukur iklim kebinekaan, survei juga mengukur iklim keamanan sekolah. Rasa aman di sekolah juga merupakan prasyarat bagi terjadinya proses pembelajaran. Iklim keamanan sekolah mencakup indikator-indikator seperti kejadian perundungan, penggunaan narkoba, dan kekerasan di sekolah.
Di luar iklim sekolah, bagian terbesar dari survei lingkungan belajar sebenarnya adalah berbagai aspek yang secara langsung terkait kualitas pembelajaran. Ini mencakup indikator-indikator fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan instruksional kepala sekolah.
Menurut Anindito, survei ini bertujuan menegaskan kepada guru dan kepala sekolah bahwa tujuan pembelajaran tidak semata mencakup aspek kognitif, melainkan juga sisi sosial, emosional, dan spiritual. Dengan begitu, survei ini diharapkan menjadi bahan dan data untuk meramu berbagai strategi dan kebijakan demi mendorong sekolah dan pemerintah daerah meningkatkan kualitas pembelajaran.
Anindito menambahkan, survei lingkungan belajar tidak dipergunakan untuk menilai siswa atau menentukan kelulusan. “Survei bertujuan memetakan dan promosi iklim sekolah yang toleran, aman, dan mendukung pembelajaran yang baik termasuk di dalamnya efektivitas mengajar guru hingga kepemimpinan instruksional kepala sekolah untuk mendorong kreativitas guru,” tegasnya.
Survei nantinya akan menghasilkan skor kolektif di tingkat sekolah dan daerah. Bersama dengan asesmen kompetensi miminum (AKM) literasi dan numerasi serta survei karakter, hasil survei lingkungan belajar akan disampaikan kepada sekolah dan pemerintah daerah sebagai bahan evaluasi diri dan perencanaan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
“Oleh karenanya, survei sama sekali tidak mengukur profil maupun skor individu murid, guru, atau kepala sekolah,” pungkas Anindito.
(dra)
Lihat Juga :
tulis komentar anda