Kenyang Makan Asam Garam, Hendri Saputra Tumbuh Jadi Sosok yang Tangguh
Sabtu, 28 Agustus 2021 - 23:11 WIB
JAKARTA - Memulai perjuangan dari nol, Hendri Saputra kini telah menjadi seorang pebisnis sukses. Pria yang akrab disapa Alunk itu telah merasakan asam garam dalam prosesnya merintis karier.
Saat masa krisis ekonomi tahun 1998, keluarganya mengalami kesulitan yang bertubi-tubi. Perusahaan kayu milik orang tuanya bangkrut, keluarganya pun tidak ada pemasukan lagi, sehingga hal itu membuat Hendri terpaksa berjualan bensin dan menjaga rental PS (play station) saat tak bersekolah.
Awalnya, Hendri enggan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi usai lulus sekolah. Selain keterbatasan biaya, dia ingin mencoba peruntungan mengikuti tes IPDN dan Akpol. Namun mengalami kegagalan, hingga terpaksa melanjutkan kuliah dengan bekerja paruh waktu.
Selama masa kuliah, pria asal Pontianak itu bekerja menjaga billiar dengan penghasilan Rp600 ribu/bulan. Padahal, pengeluaran yang harus dia tanggung cukup banyak, dari kebutuhan pokok hingga biaya kuliah.
"Saya tidak ingin menjadi beban untuk keluarga. Saya ingin membantu keluarga sekaligus membuat orang tua saya bangga. Itulah yang menjadi motivasi terkuat saya," tekad Hendri seperti dituangkannya dalam keterangan persnya, Sabtu (28/8).
Pria 32 tahun itu sempat mencoba berbisnis budidaya ikan dengan modal menggadaikan motor bibinya. Dengan modal seadanya, dia memulai bisnisnya, namun kurang berhasil. Berbagai bisnis dia coba, seperti jual kelapa, rental PS dan banyak lagi, namun dia tetap kurang beruntung.
Tahun 2010, merupakan momen yang menyegarkan bagi Hendri. Berbekal ilmu dari kawannya, di tahun tersebut dia memberanikan diri memulai bisnis di bidang properti. Saat itu Hendri hanya membawa niat kuat, sementara modal yang dia punya hanya Rp1 juta dari hasil pinjaman ke kawan.
"Modal Rp1 juta itu saya pakai untuk bayar DP tanah. Harga tanah Rp160 juta saat itu. Sisanya saya bayarkan ketika sudah mendapatkan investor. Dari situ saya gencar mencari investor sampai ratusan saya tawarkan kebanyakan menolak. Saya hampir putus asa tapi tidak boleh berhenti begitu saja," bebernya.
Saat masa krisis ekonomi tahun 1998, keluarganya mengalami kesulitan yang bertubi-tubi. Perusahaan kayu milik orang tuanya bangkrut, keluarganya pun tidak ada pemasukan lagi, sehingga hal itu membuat Hendri terpaksa berjualan bensin dan menjaga rental PS (play station) saat tak bersekolah.
Awalnya, Hendri enggan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi usai lulus sekolah. Selain keterbatasan biaya, dia ingin mencoba peruntungan mengikuti tes IPDN dan Akpol. Namun mengalami kegagalan, hingga terpaksa melanjutkan kuliah dengan bekerja paruh waktu.
Selama masa kuliah, pria asal Pontianak itu bekerja menjaga billiar dengan penghasilan Rp600 ribu/bulan. Padahal, pengeluaran yang harus dia tanggung cukup banyak, dari kebutuhan pokok hingga biaya kuliah.
"Saya tidak ingin menjadi beban untuk keluarga. Saya ingin membantu keluarga sekaligus membuat orang tua saya bangga. Itulah yang menjadi motivasi terkuat saya," tekad Hendri seperti dituangkannya dalam keterangan persnya, Sabtu (28/8).
Pria 32 tahun itu sempat mencoba berbisnis budidaya ikan dengan modal menggadaikan motor bibinya. Dengan modal seadanya, dia memulai bisnisnya, namun kurang berhasil. Berbagai bisnis dia coba, seperti jual kelapa, rental PS dan banyak lagi, namun dia tetap kurang beruntung.
Tahun 2010, merupakan momen yang menyegarkan bagi Hendri. Berbekal ilmu dari kawannya, di tahun tersebut dia memberanikan diri memulai bisnis di bidang properti. Saat itu Hendri hanya membawa niat kuat, sementara modal yang dia punya hanya Rp1 juta dari hasil pinjaman ke kawan.
"Modal Rp1 juta itu saya pakai untuk bayar DP tanah. Harga tanah Rp160 juta saat itu. Sisanya saya bayarkan ketika sudah mendapatkan investor. Dari situ saya gencar mencari investor sampai ratusan saya tawarkan kebanyakan menolak. Saya hampir putus asa tapi tidak boleh berhenti begitu saja," bebernya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda