Hati-Hati! Momen Pulang Sekolah Anak Bisa Jadi Risiko Tinggi Penyebaran Covid-19
Senin, 06 September 2021 - 18:38 WIB
JAKARTA - Sekolah tatap muka yang sudah dilakukan di beberapa wilayah dengan status level PPKM di bawah 4 menjadi jawaban atas keresahan orangtua. Ya, beberapa orangtua mengeluhkan bahwa sekolah jarak jauh atau online tidak lebih efektif dibandingkan sekolah diajar oleh guru secara langsung.
Tapi, sebagian orangtua memiliki kekhawatiran berlebih pada penerapan sekolah tatap muka. Alasannya sangat logis, khawatir anaknya terpapar Covid-19 ketika berada di luar rumah.
Dokter Spesialis Anak dan Magister Sains Psikologi Perkembangan Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si menerangkan bahwa salah satu momen yang cukup krusial untuk anak-anak yang melakukan sekolah tatap muka adalah momen pulang sekolah.
"Pada remaja khususnya, mereka yang sudah di atas 10 tahun, berpotensi cenderung berbondong-bondong pulang sekolahnya. Tidak hanya itu, kecenderungan mereka akan ngobrol-ngobrol dengan teman pun sangat bisa terjadi dan ini bisa membuat maskernya melorot sehingga risiko terpapar sangat mungkin terjadi," papar Prof. Soedjatmiko di webinar daring beberapa waktu lalu.
Anggota ITAGI tersebut menerangkan, risiko penularan Covid-19 saat berangkat sekolah tidak setinggi pulang sekolah. Sebab, saat berangkat sekolah si anak dikejar waktu untuk segera tiba di sekolah.
"Nah, kalau pulang sekolah itu relatif longgar. Mereka merasa lebih plong setelah menyelesaikan kewajiban belajar di sekolah dan di situlah risikonya sangat tinggi," ungkap dia.
Untuk mengurangi kejadian anak bergerombol dan saling cerita dengan temannya karena sudah kangen tidak bertemu secara langsung, Prof. Soedjatmiko menyarankan agar pihak sekolah atau orangtua murid menyediakan ruang 'zooming' buat si anak.
"Zoom-nya bukan bahas pelajaran, tapi biarkan si anak ngobrol apa pun itu sama teman-temannya. Ini akan membuat hubungan sosialisasi si anak dengan temannya tetap hangat dan tidak membuat momen pertemuan secara langsung menjadi sesuatu yang sangat dinantikan dan malah meningkatkan risiko," paparnya.
"Jadi, biarkan si anak ngobrol apa pun itu dengan temannya, sehingga dia rasanya sudah seperti sering ketemu. Ini membuat si anak nggak terlalu excited pas ketemu lagi dan akhirnya risiko masker melorot karena ngobrol dengan temannya menjadi kecil," tambah Prof. Soedjatmiko.
Tapi, sebagian orangtua memiliki kekhawatiran berlebih pada penerapan sekolah tatap muka. Alasannya sangat logis, khawatir anaknya terpapar Covid-19 ketika berada di luar rumah.
Dokter Spesialis Anak dan Magister Sains Psikologi Perkembangan Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si menerangkan bahwa salah satu momen yang cukup krusial untuk anak-anak yang melakukan sekolah tatap muka adalah momen pulang sekolah.
"Pada remaja khususnya, mereka yang sudah di atas 10 tahun, berpotensi cenderung berbondong-bondong pulang sekolahnya. Tidak hanya itu, kecenderungan mereka akan ngobrol-ngobrol dengan teman pun sangat bisa terjadi dan ini bisa membuat maskernya melorot sehingga risiko terpapar sangat mungkin terjadi," papar Prof. Soedjatmiko di webinar daring beberapa waktu lalu.
Anggota ITAGI tersebut menerangkan, risiko penularan Covid-19 saat berangkat sekolah tidak setinggi pulang sekolah. Sebab, saat berangkat sekolah si anak dikejar waktu untuk segera tiba di sekolah.
"Nah, kalau pulang sekolah itu relatif longgar. Mereka merasa lebih plong setelah menyelesaikan kewajiban belajar di sekolah dan di situlah risikonya sangat tinggi," ungkap dia.
Untuk mengurangi kejadian anak bergerombol dan saling cerita dengan temannya karena sudah kangen tidak bertemu secara langsung, Prof. Soedjatmiko menyarankan agar pihak sekolah atau orangtua murid menyediakan ruang 'zooming' buat si anak.
"Zoom-nya bukan bahas pelajaran, tapi biarkan si anak ngobrol apa pun itu sama teman-temannya. Ini akan membuat hubungan sosialisasi si anak dengan temannya tetap hangat dan tidak membuat momen pertemuan secara langsung menjadi sesuatu yang sangat dinantikan dan malah meningkatkan risiko," paparnya.
"Jadi, biarkan si anak ngobrol apa pun itu dengan temannya, sehingga dia rasanya sudah seperti sering ketemu. Ini membuat si anak nggak terlalu excited pas ketemu lagi dan akhirnya risiko masker melorot karena ngobrol dengan temannya menjadi kecil," tambah Prof. Soedjatmiko.
(tsa)
tulis komentar anda