Penyebab Alergi Seafood dan Cara Mengobatinya, Catat!
Rabu, 09 Maret 2022 - 16:18 WIB
JAKARTA - Alergi seafood menjadi jenis alergi yang paling umum dialami. Sekalipun pencetus alergi bisa datang dari mana saja, termasuk udara hingga jenis makanan lain.
Untuk menegakkan diagnosa, tentu diperlukan tes alergi. Tetapi, secara sederhana orang yang dikatakan alergi seafood adalah orang yang mengalami gejala tidak menyenangkan setelah makan seafood.
Dilansir dari Cleveland Clinic, Rabu (9/3/2022) siapa saja bisa mengalami alergi seafood. Termasuk Anda yang sebelumnya baik-baik saja saat makan seafood. Alergi ini lebih sering muncul pada orang dewasa daripada anak-anak.
"Sekitar 60 persen orang yang punya alergi seafood pertama kali muncul gejala di usia dewasa," terang laporan tersebut.
Alergi seafood dihasilkan dari reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan Anda mempertahankan tubuh dari penyerang seperti infeksi. Sistem kekebalan 'keliru' mengidentifikasi zat makanan sebagai benda asing yang perlu dilawan.
Tanda-tanda alergi seafood cukup sama antara satu orang dengan orang lain. Gejalanya itu berupa gatal-gatal sementara hingga kesulitan bernapas. Gejala bisa muncul di kulit, sistem pernapasan, pencernaan, hingga jantung.
Adapun gejala alergi seafood lainnya adalah eksim, ruam kulit, pembengkakan di bibir, lidah, atau tenggorokan, dada sesak, mengi, batuk, sesak napas, dan susah bernapas, masalah perut seperti nyeri, mual, gangguan pencernaan, muntah, atau diare.
Beberapa orang juga melaporkan mengalami pusing, nadi lemah, atau bahkan pingsan, warna kulit pucat, anafilaksis atau reaksi alergi parah yang berpotensi fatal. Sementara untuk mengobatinya, disarankan mengonsumsi obat alergi jika gejala muncul. Obat epinefrin bisa digunakan untuk mengatasi anafilaksis.
Pada gejala ringan, obat yang direkomendasikan biasanya adalah antihistamin atau kortikosteroid. Namun, ditegaskan bahwa jika gejala parah, epinefrin satu-satunya obat.
Di sisi lain, seseorang yang sudah punya alergi seafood tidak akan menjadi orang yang tidak alergi seafood. Artinya, kondisi tersebut tidak bisa dihilangkan, namun bisa dicegah dengan mengendalikan dan mengatur asupan yang dikonsumsi.
Untuk menegakkan diagnosa, tentu diperlukan tes alergi. Tetapi, secara sederhana orang yang dikatakan alergi seafood adalah orang yang mengalami gejala tidak menyenangkan setelah makan seafood.
Dilansir dari Cleveland Clinic, Rabu (9/3/2022) siapa saja bisa mengalami alergi seafood. Termasuk Anda yang sebelumnya baik-baik saja saat makan seafood. Alergi ini lebih sering muncul pada orang dewasa daripada anak-anak.
"Sekitar 60 persen orang yang punya alergi seafood pertama kali muncul gejala di usia dewasa," terang laporan tersebut.
Alergi seafood dihasilkan dari reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan Anda mempertahankan tubuh dari penyerang seperti infeksi. Sistem kekebalan 'keliru' mengidentifikasi zat makanan sebagai benda asing yang perlu dilawan.
Tanda-tanda alergi seafood cukup sama antara satu orang dengan orang lain. Gejalanya itu berupa gatal-gatal sementara hingga kesulitan bernapas. Gejala bisa muncul di kulit, sistem pernapasan, pencernaan, hingga jantung.
Adapun gejala alergi seafood lainnya adalah eksim, ruam kulit, pembengkakan di bibir, lidah, atau tenggorokan, dada sesak, mengi, batuk, sesak napas, dan susah bernapas, masalah perut seperti nyeri, mual, gangguan pencernaan, muntah, atau diare.
Beberapa orang juga melaporkan mengalami pusing, nadi lemah, atau bahkan pingsan, warna kulit pucat, anafilaksis atau reaksi alergi parah yang berpotensi fatal. Sementara untuk mengobatinya, disarankan mengonsumsi obat alergi jika gejala muncul. Obat epinefrin bisa digunakan untuk mengatasi anafilaksis.
Pada gejala ringan, obat yang direkomendasikan biasanya adalah antihistamin atau kortikosteroid. Namun, ditegaskan bahwa jika gejala parah, epinefrin satu-satunya obat.
Di sisi lain, seseorang yang sudah punya alergi seafood tidak akan menjadi orang yang tidak alergi seafood. Artinya, kondisi tersebut tidak bisa dihilangkan, namun bisa dicegah dengan mengendalikan dan mengatur asupan yang dikonsumsi.
(dra)
tulis komentar anda