Asdamindo Merasa Diabaikan Terkait Pengawasan Depo Air Isi Ulang
Senin, 27 Juni 2022 - 19:19 WIB
JAKARTA - Ketua Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo), Erik Garnadi, mengaku ironis mendengar pernyataan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito yang mengatakan keamanan air minum yang ada di depo-depo air minum isi ulang bukan tanggung jawab BPOM dalam pengawasan.
“Itu kan sama saja BPOM tidak peduli atau cuek terhadap kesehatan masyarakat yang menggunakan air minum isi ulang dari depo-depo air. Meskipun tidak dalam pengawasannya, seharusnya kalau memang ada temuan BPOM bahwa BPA dalam kemasan itu berbahaya, kan itu harus juga didiskusikan bersama kementerian terkait lainnya seperti Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan supaya sama-sama memikirkan solusinya,” ujar Erik.
Dengan pernyataannya itu, kata Erik, itu mengisyaratkan BPOM tidak mengikuti arahan Presiden yang pernah mengingatkan para menteri dan kepala lembaganya untuk selalu berkoordinasi dan konsolidasi bersama sehingga keluar kebijakan yang sudah solid dan berguna bagi kemajuan bangsa dan negara, dengan menghilangkan ego sektoral, apalagi ego kementerian dan ego kepala lembaga. “Jadi, seorang kepala lembaga itu tidak boleh hanya mengedepankan ego kepala lembagaannya,” katanya.
Dia mengatakan persoalan BPA ini sebetulnya lebih berat di depo-depo air isi ulang dibanding dengan air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, saat ini banyak ditemukan pengisian-pengisian galon yang berbahan lebih-lebih dari BPA yang pengisiannya memakai selang buat menyiram tanaman.
“Apakah selang itu tidak mengandung BPA. Itu lebih berbahaya lagi. Apakah BPOM juga menutup mata dengan kondisi seperti ini? Apakah mereka-mereka itu tidak memiliki dan peduli dengan keluarga atau saudara mereka yang menggunakan air minum isi ulang dari depo ini,” tukasnya dengan penuh tanda tanya terhadap pernyataan BPOM.
Makanya, Erik mengatakan selalu mengimbau para anggota Asdamindo baik langsung maupun melalui sosial media agar memiliki legalitas dan sertifikat layak higienis yang diwajibkan untuk keamanan air yang dijual ke masyarakat. “Bagi asosiasi, yang penting itu kan kesehatan masyarakat yang harus dijaga. Bahwa masyarakat yang mengkonsumsi air minum isi ulang itu harus memenuhi standar baku kesehatan. Itu harapan saya,” ucapnya.
Yang lebih berbahaya lagi, kata Erik, sekarang ini banyak galon-galon AMDK isi ulang yang digunakan masyarakat sebagai wadah untuk membeli air minum di depo-depo air minum isi ulang.
“Ngisi itu ada yang pakai galon yang berbahan PET, apakah itu sesuai standar baku mutu. Seharusnya pihak BPOM itu peduli juga dengan hal-hal seperti ini sebagai badan yang ikut mengawasi makanan dan minuman di masyarakat. Harapan saya, BPOM kan bisa bersinergi antara Kementerian Kesehatan atau Kementerian Perdagangan, dan BPOM ikut mengawasi depot air minum isi ulang juga. Karena itu kan bahaya kalau dikonsumsi sama masyarakat, dan diminum oleh bayi juga,” katanya.
Dia menambahkan jarang masyarakat yang langsung membuang galon sekali pakai yang dibeli. “Kebanyakan pasti dipakai lagi untuk diisi ke Depo Air Minum Isi Ulang. Nah, melihat hal ini, apakah ada kepedulian dari BPOM atau kementerian terkait lainnya,” ucapnya.
Apalagi menurut Erik, jumlah masyarakat yang mengkonsumsi air minum isi ulang dari depot itu jumlahnya lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi AMDK. “Seharusnya BPOM dan lembaga pemerintah terkait bareng-bareng untuk memperhatikan masalah kesehatan makanan dan minuman yang beredar di masyarakat. Jangan karena merasa tidak tugasnya membiarkan begitu saja masyarakat lain menjadi korban,” tukasnya.
Lihat Juga: Peneliti Temukan Ratusan Ribu Partikel Plastik dalam Air Kemasan, Berbahayakah bagi Kesehatan?
“Itu kan sama saja BPOM tidak peduli atau cuek terhadap kesehatan masyarakat yang menggunakan air minum isi ulang dari depo-depo air. Meskipun tidak dalam pengawasannya, seharusnya kalau memang ada temuan BPOM bahwa BPA dalam kemasan itu berbahaya, kan itu harus juga didiskusikan bersama kementerian terkait lainnya seperti Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan supaya sama-sama memikirkan solusinya,” ujar Erik.
Dengan pernyataannya itu, kata Erik, itu mengisyaratkan BPOM tidak mengikuti arahan Presiden yang pernah mengingatkan para menteri dan kepala lembaganya untuk selalu berkoordinasi dan konsolidasi bersama sehingga keluar kebijakan yang sudah solid dan berguna bagi kemajuan bangsa dan negara, dengan menghilangkan ego sektoral, apalagi ego kementerian dan ego kepala lembaga. “Jadi, seorang kepala lembaga itu tidak boleh hanya mengedepankan ego kepala lembagaannya,” katanya.
Dia mengatakan persoalan BPA ini sebetulnya lebih berat di depo-depo air isi ulang dibanding dengan air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, saat ini banyak ditemukan pengisian-pengisian galon yang berbahan lebih-lebih dari BPA yang pengisiannya memakai selang buat menyiram tanaman.
“Apakah selang itu tidak mengandung BPA. Itu lebih berbahaya lagi. Apakah BPOM juga menutup mata dengan kondisi seperti ini? Apakah mereka-mereka itu tidak memiliki dan peduli dengan keluarga atau saudara mereka yang menggunakan air minum isi ulang dari depo ini,” tukasnya dengan penuh tanda tanya terhadap pernyataan BPOM.
Makanya, Erik mengatakan selalu mengimbau para anggota Asdamindo baik langsung maupun melalui sosial media agar memiliki legalitas dan sertifikat layak higienis yang diwajibkan untuk keamanan air yang dijual ke masyarakat. “Bagi asosiasi, yang penting itu kan kesehatan masyarakat yang harus dijaga. Bahwa masyarakat yang mengkonsumsi air minum isi ulang itu harus memenuhi standar baku kesehatan. Itu harapan saya,” ucapnya.
Yang lebih berbahaya lagi, kata Erik, sekarang ini banyak galon-galon AMDK isi ulang yang digunakan masyarakat sebagai wadah untuk membeli air minum di depo-depo air minum isi ulang.
“Ngisi itu ada yang pakai galon yang berbahan PET, apakah itu sesuai standar baku mutu. Seharusnya pihak BPOM itu peduli juga dengan hal-hal seperti ini sebagai badan yang ikut mengawasi makanan dan minuman di masyarakat. Harapan saya, BPOM kan bisa bersinergi antara Kementerian Kesehatan atau Kementerian Perdagangan, dan BPOM ikut mengawasi depot air minum isi ulang juga. Karena itu kan bahaya kalau dikonsumsi sama masyarakat, dan diminum oleh bayi juga,” katanya.
Dia menambahkan jarang masyarakat yang langsung membuang galon sekali pakai yang dibeli. “Kebanyakan pasti dipakai lagi untuk diisi ke Depo Air Minum Isi Ulang. Nah, melihat hal ini, apakah ada kepedulian dari BPOM atau kementerian terkait lainnya,” ucapnya.
Apalagi menurut Erik, jumlah masyarakat yang mengkonsumsi air minum isi ulang dari depot itu jumlahnya lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi AMDK. “Seharusnya BPOM dan lembaga pemerintah terkait bareng-bareng untuk memperhatikan masalah kesehatan makanan dan minuman yang beredar di masyarakat. Jangan karena merasa tidak tugasnya membiarkan begitu saja masyarakat lain menjadi korban,” tukasnya.
Lihat Juga: Peneliti Temukan Ratusan Ribu Partikel Plastik dalam Air Kemasan, Berbahayakah bagi Kesehatan?
(hri)
tulis komentar anda