Netflix Produksi Serial Gadis Kretek, Anggota DPR dan Akademisi Sambut Baik
Jum'at, 29 Juli 2022 - 17:18 WIB
JAKARTA - Rencana Netflix memproduksi serial Gadis Kretek yang merupakan adaptasi dari novel berjudul serupa karya Ratih Kumala direspon baik banyak kalangan. Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nurhamida menjelaskan hal tersebut makin menguatkan bahwa kretek merupakan warisan asli nusantara yang perlu dipertahankan oleh negara.
“Posisi pertembakauan di Indonesia ini berbeda dengan industri tembakau yang ada di negara-negara lain. Bukan hanya dari produk, melainkan ekosistem tembakau di tanah air ini tidak bisa dipisahkan dari tradisi yang sudah ada ratusan tahun di Indonesia. Rakyat yang terlibat pada sektor ini juga berjumlah jutaan,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta.
Berlatar belakang periode penjajahan Belanda hingga setelah kemerdekaan, cerita Gadis Kretek mencuri perhatian publik karena dinilai mampu menghadirkan sejarah dengan isu yang masih relevan sampai sekarang. Melalui karya sastra ini pula, khalayak umum kembali diingatkan akan peran kretek sebagai alat perjuangan melawan kolonialisme saat itu.
Luluk juga sepakat dengan hal ini. Ia mengatakan, pada saat itu hasil penjualan tembakau kerap disumbangkan untuk modal perlawanan terhadap penjajah. Semangat ini dinilai Luluk juga masih dibutuhkan hingga saat ini, ketika tembakau sebagai warisan budaya nasional kerap ditekan oleh lembaga-lembaga asing.
“Dengan sejarah pertembakauan yang sudah mengakar di Indonesia, pemerintah sangat perlu untuk melindungi ekosistem pertembakauan sebaik-baiknya. Termasuk dari tekanan-tekanan asing karena akan melemahkan para petani tembakau dan cengkih, pekerja, serta perekonomian nasional,” sambungnya.
Kebijakan-kebijakan yang akomodatif dan berpihak terhadap masyarakat dalam ekosistem pertembakauan mutlak dibutuhkan. Sebab, menurut Luluk, kebijakan pertembakauan yang sifatnya pelarangan dan restriksi akan mematikan ekosistem yang ada. Misalnya kenaikan cukai rokok yang tidak terkendali dan terlampau tinggi akan sangat memengaruhi serapan panen tembakau dan cengkih karena pabrik akan mengurangi produksi. Hasilnya, para petani, pekerja akan kehilangan pendapatan bahkan mata pencahariannya. Demikian juga dengan berbagai kebijakan di sisi hilir seperti pelarangan total iklan atau gambar peringatan kesehatan yang lebih besar dipastikan akan berdampak ke sektor hulu.
Sementara Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menambahkan, Gadis Kretek juga merepresentasikan bagaimana kemandirian ekonomi nasional telah terbentuk bahkan sejak era kolonialisme.
“Gadis Kretek ini bukan hanya bicara soal pabrik rokok. Lebih jauh dari itu, bagaimana entrepreneurship bangsa saat itu sudah berkembang dengan adanya pabrik-pabrik kretek yang besar dan dibangun oleh masyarakat. Hal ini bahkan jauh sebelum dicetuskannya Politik Banteng oleh Presiden Soekarno saat menasionalisaikan perusahaan-perusahaan asing,” jelasnya.
Selain itu, Drajat juga menekankan aspek feminisme yang sangat kuat dalam Gadis Kretek, mengingat latar cerita berpusat pada beberapa penokohan perempuan yang memiliki wawasan sekaligus keahlian tinggi terhadap kretek. Ini menjadi representasi yang sempurna bahwa salah satu tulang punggung ekosistem pertembakauan Indonesia juga berasal dari perempuan pelinting sigaret kretek tangan (SKT), bahkan hingga saat ini.
“Produksi serial Netflix ini juga akan melegitimasi kretek sebagai warisan nusantara, dan menjelaskan bagaimana pertembakauan ini sudah ada di Indonesia dan melembaga dengan sangat kuat dan kokoh bahkan sejak era kolonialisme,” sambungnya.
Sementara itu, sampai kini Netflix juga baru mengumumkan serial Gadis Kretek telah masuk tahap produksi, namun belum mengumumkan jadwal penayangannya. Adapun serial ini akan diperankan oleh sejumlah aktris dan aktor kenamaan seperti Dian Sastrowardoyo, Putri Marino, Ario Bayu, dan Arya Saloka.
Lihat Juga: Jadi Anggota DPR, Verrell Bramasta Siap Diteror Masyarakat Jika Kinerjanya Tak Sesuai Aspirasi
“Posisi pertembakauan di Indonesia ini berbeda dengan industri tembakau yang ada di negara-negara lain. Bukan hanya dari produk, melainkan ekosistem tembakau di tanah air ini tidak bisa dipisahkan dari tradisi yang sudah ada ratusan tahun di Indonesia. Rakyat yang terlibat pada sektor ini juga berjumlah jutaan,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta.
Berlatar belakang periode penjajahan Belanda hingga setelah kemerdekaan, cerita Gadis Kretek mencuri perhatian publik karena dinilai mampu menghadirkan sejarah dengan isu yang masih relevan sampai sekarang. Melalui karya sastra ini pula, khalayak umum kembali diingatkan akan peran kretek sebagai alat perjuangan melawan kolonialisme saat itu.
Luluk juga sepakat dengan hal ini. Ia mengatakan, pada saat itu hasil penjualan tembakau kerap disumbangkan untuk modal perlawanan terhadap penjajah. Semangat ini dinilai Luluk juga masih dibutuhkan hingga saat ini, ketika tembakau sebagai warisan budaya nasional kerap ditekan oleh lembaga-lembaga asing.
“Dengan sejarah pertembakauan yang sudah mengakar di Indonesia, pemerintah sangat perlu untuk melindungi ekosistem pertembakauan sebaik-baiknya. Termasuk dari tekanan-tekanan asing karena akan melemahkan para petani tembakau dan cengkih, pekerja, serta perekonomian nasional,” sambungnya.
Kebijakan-kebijakan yang akomodatif dan berpihak terhadap masyarakat dalam ekosistem pertembakauan mutlak dibutuhkan. Sebab, menurut Luluk, kebijakan pertembakauan yang sifatnya pelarangan dan restriksi akan mematikan ekosistem yang ada. Misalnya kenaikan cukai rokok yang tidak terkendali dan terlampau tinggi akan sangat memengaruhi serapan panen tembakau dan cengkih karena pabrik akan mengurangi produksi. Hasilnya, para petani, pekerja akan kehilangan pendapatan bahkan mata pencahariannya. Demikian juga dengan berbagai kebijakan di sisi hilir seperti pelarangan total iklan atau gambar peringatan kesehatan yang lebih besar dipastikan akan berdampak ke sektor hulu.
Sementara Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menambahkan, Gadis Kretek juga merepresentasikan bagaimana kemandirian ekonomi nasional telah terbentuk bahkan sejak era kolonialisme.
“Gadis Kretek ini bukan hanya bicara soal pabrik rokok. Lebih jauh dari itu, bagaimana entrepreneurship bangsa saat itu sudah berkembang dengan adanya pabrik-pabrik kretek yang besar dan dibangun oleh masyarakat. Hal ini bahkan jauh sebelum dicetuskannya Politik Banteng oleh Presiden Soekarno saat menasionalisaikan perusahaan-perusahaan asing,” jelasnya.
Selain itu, Drajat juga menekankan aspek feminisme yang sangat kuat dalam Gadis Kretek, mengingat latar cerita berpusat pada beberapa penokohan perempuan yang memiliki wawasan sekaligus keahlian tinggi terhadap kretek. Ini menjadi representasi yang sempurna bahwa salah satu tulang punggung ekosistem pertembakauan Indonesia juga berasal dari perempuan pelinting sigaret kretek tangan (SKT), bahkan hingga saat ini.
“Produksi serial Netflix ini juga akan melegitimasi kretek sebagai warisan nusantara, dan menjelaskan bagaimana pertembakauan ini sudah ada di Indonesia dan melembaga dengan sangat kuat dan kokoh bahkan sejak era kolonialisme,” sambungnya.
Sementara itu, sampai kini Netflix juga baru mengumumkan serial Gadis Kretek telah masuk tahap produksi, namun belum mengumumkan jadwal penayangannya. Adapun serial ini akan diperankan oleh sejumlah aktris dan aktor kenamaan seperti Dian Sastrowardoyo, Putri Marino, Ario Bayu, dan Arya Saloka.
Lihat Juga: Jadi Anggota DPR, Verrell Bramasta Siap Diteror Masyarakat Jika Kinerjanya Tak Sesuai Aspirasi
(hri)
tulis komentar anda