Semangat Citayam Fashion Week Bisa Kembangkan Pariwisata
Rabu, 03 Agustus 2022 - 17:10 WIB
JAKARTA - Meski sudah dibubarkan, Citayam Fashion Week (CFW) masih terus menjadi perhatian masyarakat. Apalagi, virus-virus CFW sudah menyebar ke banyak daerah di Indonesia. Pemerintah diminta mencarikan solusi yang tepat untuk terus mengembangkan CFW ini agar bisa memberikan nilai positif bagi kemajuan bangsa. CFW bisa digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan pariwisata nasional. Pantau terus News RCTI+.
Acara yang digagas anak-anak muda yang berasal dari Citayam - Bojonggede, di kawasan Dukuh Atas Jakarta sukses menarik perhatian banyak kalangan. Acara pagelaran busana yang bersifat spontanitas ala anak-anak kampung di jalan raya ini pun jadi viral. Sejumlah pesohor, selebritis papan atas, politikus pun ikut nimbrung di acara ini. Tak pelak, fashion show sederhana yang digelar tiap akhir pekan ini pun jadi fenomenal.
Entah siapa yang pertama kali memberi label acara tersebut, Citayam Fashion Week (CFW), nyatanya dengan cepat acara ini begitu populer hingga seantero negeri. Sejumlah pejabat mulai dari gubernur, menteri hingga presiden, ikut mengomentari dan memuji kreatifitas yang dihasilkan anak-anak kampung ini.
Mungkin sebelumnya tak pernah terpikirkan menyelenggarakan acara fashion show sederhana, yang menampilkan busana dengan harga murah meriah. Dicetuskan oleh anak-anak muda yang sebagian besar putus sekolah dan diselenggarakan di tengah jalan raya. Anak-anak muda dari Citayam-Bojonggede ini dengan caranya sendiri telah berhasil membumikan acara fashion show. Sebuah kegiatan yang sebelumnya identik dengan eksklusifitas dan penuh glamour dan hanya bisa dilihat oleh kaum berada, kini jadi kegiatan yang begitu merakyat.
Belakangan acara yang makin menyedot banyak perhatian inipun menimbulkan masalah, yakni kemacetan di jalan raya. Tentunya pihak-pihak terkait bisa memberikan solusi terbaik agar kegiatan ini tidak berhenti, namun tetap tertib, tidak menggangu kepentingan publik pengguna jalan raya. Kini, CFW pun dibubarkan aparat keamanan kerana aksinya sudah mengganggu kepentingan umum. Bonge, Roy, Kurma hingga Jeje pun tak terlihat lagi beraksi di Dukuh Atas. Namun, mereka sudah berpindah tempat. Beberapa waktu lalu, mereka melakukan catwalk di Kawasan Kuningan.
Fenomena CFW dengan cepat merembet ke berbagai daerah. Anak-anak muda di kota-kota besar lainnya di Indonesia mulai juga menggelar kegiatan sejenis. Antusiasme anak-anak muda di berbagai daerah untuk mengikuti fashion show jalanan ini sebenarnya bisa dikelola oleh pemerintah daerah setempat sebagai sebuah kegiatan yang positif yang perlu didukung semua pihak.
Seperti diketahui sejumlah pihak dari kalangan swasta mencoba untuk mengambil keuntungan dari acara ini dengan mendaftarkan hak kekayaan intelektual ke Dirjen HAKI. Salah satunya, Baim Wong dan istrinya, Paula. Namun karena mendapat banyak kritikan, mereka mengurungkan niatnya untuk mendaftarkan CFW ke Kementerian Hukum dan HAM. Tak kurang dari empat perusahaan swasta yang berebut HAKI dari CFW. Idealnya acara seperti ini yang dicetuskan oleh masyarakat tidak perlu dikuasai oleh segelintir pihak. Biarkan saja dikelola oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Jadikan saja acara ini menjadi salah satu daya tarik untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang ke Jakarta.
Jangan sampai terulang kembali kisah acara merakyat berupa Pasar Malam Gambir yang kini telah menjadi kegiatan yang bersifat komersial. Pasar Malam Gambir sudah ada sejak jaman Kolonial Belanda. Di tahun 1970-an Pemprov DKI Jakarta kembali menghidupkan Pasar Malam Gambir yang lebih kekinian dengan mengubahnya menjadi Jakarta Fair. Dan diselenggarakan di fasilitas publik, di Kawasan Silang Monas. Belakangan karena ada sentuhan dari pihak swasta, acara ini pun sekarang bersifat lebih komersial dan namanya pun menjadi Jakarta Fair Kemayoran dan diselenggarakan di JIExpo Kemayoran.
Acara yang digagas anak-anak muda yang berasal dari Citayam - Bojonggede, di kawasan Dukuh Atas Jakarta sukses menarik perhatian banyak kalangan. Acara pagelaran busana yang bersifat spontanitas ala anak-anak kampung di jalan raya ini pun jadi viral. Sejumlah pesohor, selebritis papan atas, politikus pun ikut nimbrung di acara ini. Tak pelak, fashion show sederhana yang digelar tiap akhir pekan ini pun jadi fenomenal.
Entah siapa yang pertama kali memberi label acara tersebut, Citayam Fashion Week (CFW), nyatanya dengan cepat acara ini begitu populer hingga seantero negeri. Sejumlah pejabat mulai dari gubernur, menteri hingga presiden, ikut mengomentari dan memuji kreatifitas yang dihasilkan anak-anak kampung ini.
Mungkin sebelumnya tak pernah terpikirkan menyelenggarakan acara fashion show sederhana, yang menampilkan busana dengan harga murah meriah. Dicetuskan oleh anak-anak muda yang sebagian besar putus sekolah dan diselenggarakan di tengah jalan raya. Anak-anak muda dari Citayam-Bojonggede ini dengan caranya sendiri telah berhasil membumikan acara fashion show. Sebuah kegiatan yang sebelumnya identik dengan eksklusifitas dan penuh glamour dan hanya bisa dilihat oleh kaum berada, kini jadi kegiatan yang begitu merakyat.
Belakangan acara yang makin menyedot banyak perhatian inipun menimbulkan masalah, yakni kemacetan di jalan raya. Tentunya pihak-pihak terkait bisa memberikan solusi terbaik agar kegiatan ini tidak berhenti, namun tetap tertib, tidak menggangu kepentingan publik pengguna jalan raya. Kini, CFW pun dibubarkan aparat keamanan kerana aksinya sudah mengganggu kepentingan umum. Bonge, Roy, Kurma hingga Jeje pun tak terlihat lagi beraksi di Dukuh Atas. Namun, mereka sudah berpindah tempat. Beberapa waktu lalu, mereka melakukan catwalk di Kawasan Kuningan.
Fenomena CFW dengan cepat merembet ke berbagai daerah. Anak-anak muda di kota-kota besar lainnya di Indonesia mulai juga menggelar kegiatan sejenis. Antusiasme anak-anak muda di berbagai daerah untuk mengikuti fashion show jalanan ini sebenarnya bisa dikelola oleh pemerintah daerah setempat sebagai sebuah kegiatan yang positif yang perlu didukung semua pihak.
Seperti diketahui sejumlah pihak dari kalangan swasta mencoba untuk mengambil keuntungan dari acara ini dengan mendaftarkan hak kekayaan intelektual ke Dirjen HAKI. Salah satunya, Baim Wong dan istrinya, Paula. Namun karena mendapat banyak kritikan, mereka mengurungkan niatnya untuk mendaftarkan CFW ke Kementerian Hukum dan HAM. Tak kurang dari empat perusahaan swasta yang berebut HAKI dari CFW. Idealnya acara seperti ini yang dicetuskan oleh masyarakat tidak perlu dikuasai oleh segelintir pihak. Biarkan saja dikelola oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Jadikan saja acara ini menjadi salah satu daya tarik untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang ke Jakarta.
Jangan sampai terulang kembali kisah acara merakyat berupa Pasar Malam Gambir yang kini telah menjadi kegiatan yang bersifat komersial. Pasar Malam Gambir sudah ada sejak jaman Kolonial Belanda. Di tahun 1970-an Pemprov DKI Jakarta kembali menghidupkan Pasar Malam Gambir yang lebih kekinian dengan mengubahnya menjadi Jakarta Fair. Dan diselenggarakan di fasilitas publik, di Kawasan Silang Monas. Belakangan karena ada sentuhan dari pihak swasta, acara ini pun sekarang bersifat lebih komersial dan namanya pun menjadi Jakarta Fair Kemayoran dan diselenggarakan di JIExpo Kemayoran.
Lihat Juga :
tulis komentar anda