Lebih Dekat dengan Komunitas Hong, Pegiat Permainan Tradisional di Tengah Peradaban Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peradaban digital semakin menyisihkan eksistensi permain tradisional. Kehadiran berbagai platform game online telah menggeser perhatian anak-anak dari keseruan permainan tradisional.
Meskipun teknologi semakin maju dan canggih, namun masih terdapat sekelompok orang yang peduli dengan kelestarian permainan tradisional . Mereka yang sepakat mempertahankan hal itu bernaung dalam sebuah kelompok bernama Komunitas Hong.
Komunitas yang lahir di Bandung sejak 2003 itu sebagian anggotanya telah melakukan penelitian terkait mainan tradisional sejak 1996.
Sedikitnya terdapat 150 anggota Komunitas Hong yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Tingkatan usia dari mulai 6 sampai 90 tahun.
Kelompok anak adalah pelaku dalam permainan. Sedangkan untuk anggota dewasa adalah sebagai narasumber dan pembuat mainan.
(Foto: dok. Komunitas Hong)
Kepada MNC Portal Indonesia, Koordinator Lapangan Komunitas Hong, Cecep Imansah menjelaskan rutinitas sehari-hari para anggotanya.
"Setiap hari kami menerima kunjungan, jadi kalau sekolah-sekolah mau outing permainan tradisional ya datang ke tempat kami," ungkap Cecep melalui sambungan telepon, Selasa (14/3/2023).
Menurutnya, komunitas yang didirikan Mohamad Zaini Alif ini belum membuka penerimaan anggota dari luar daerahnya.
"Kalau misalnya masyarakat mau gabung, harus mengikuti pelatihan lebih dulu. Kalau mereka sudah mahir baru mereka kita arahkan untuk menjadi instruktur di Komunitas Hong. Tapi tidak menutup kemungkinan next time kita terima anggota dari luar, untuk sementara masih masyarakat sekitar aja," jelas dia.
Komunitas Hong sendiri memiliki misi yang tidak sekadarmelestarikan permainan tradisional. Lebih jauh, mereka yang tergabung dalam kelompok ini berusaha menggali dan merekonstruksi mainan rakyat, baik itu dari tradisi lisan atau tulisan.
Komunitas ini juga berusaha memperkenalkan mainan rakyat dengan tujuan menanamkanpola pendidikan masyarakat agar seorang anak mengenal dirinya, lingkungannya, dan Tuhan-nya.
"Mainan yang lebih interaktif lebih atraktif kayak tembak-tembakan (lebih diminati anak-anak sekarang), ya mereka lebih suka bermain yang ada tantangannya gitu," kata Cecep.
Komunitas Hong sendiri menyadari ada semacam 'persaingan' antara permainan tradisional dengan game online untuk mendapat tempat di hati anak-anak.
(Foto: dok. Komunitas Hong)
"Kita harus bisa mengikuti zaman ya, artinya kita harus bisa membuat hal yang menarik untuk anak-anak, sehingga mau bermain permainan tradisional.Kita juga memanfaatkan media yang ada, kalau kita ada kegiatan kita unggah di Instagram atau di YouTube," beber Cecep.
"Kita mengemasnya dengan sedemikian rupa, sehingga mereka merasa memainkan permainan modern padahal tradisional," tambahnya.
Sejauh ini, Komunitas Hong telah meneliti sebanyak 2.600 permainan tradisional di seluruh Indonesia. Mereka seolah tak bosan memperkenalkan permainan tradisional ke berbagai acara khususnya yang melibatkan anak.
(Foto: dok. Komunitas Hong)
"Kami juga sering diundang ke berbagai acara sekolah, perusahaan gathering buat tim building, ataupun memang sekadar untuk mereka menikmati permainan atau bernostalgia.Banyak permainannya kayak rerodaan, egrang, kelong bambu, congklak dan sebagainya," papar Cecep.
Sementara soal pendanaan, Komunitas Hong memiliki cara khusus untuk menutupi biaya operasionalnya. Mereka memanfaatkan honor dari setiap undangan acara yang diterimanya.
"Kita tidak ada bantuan pertahunnya dari pemerintah, tidak ada, kita berdiri sendiri, swasta. Untuk biaya operasional kita dari tamu-tamu yang datang, dan juga event-event yang ada, misalnya kita diundang ke mana, itu buat operasional kita," pungkas Cecep.
Lihat Juga: Liliana Tanoesoedibjo Apresiasi Penyelenggaraan Kiko Wonders Day, Mampu Gali Kreativitas Anak
Meskipun teknologi semakin maju dan canggih, namun masih terdapat sekelompok orang yang peduli dengan kelestarian permainan tradisional . Mereka yang sepakat mempertahankan hal itu bernaung dalam sebuah kelompok bernama Komunitas Hong.
Komunitas yang lahir di Bandung sejak 2003 itu sebagian anggotanya telah melakukan penelitian terkait mainan tradisional sejak 1996.
Sedikitnya terdapat 150 anggota Komunitas Hong yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Tingkatan usia dari mulai 6 sampai 90 tahun.
Kelompok anak adalah pelaku dalam permainan. Sedangkan untuk anggota dewasa adalah sebagai narasumber dan pembuat mainan.
(Foto: dok. Komunitas Hong)
Kepada MNC Portal Indonesia, Koordinator Lapangan Komunitas Hong, Cecep Imansah menjelaskan rutinitas sehari-hari para anggotanya.
"Setiap hari kami menerima kunjungan, jadi kalau sekolah-sekolah mau outing permainan tradisional ya datang ke tempat kami," ungkap Cecep melalui sambungan telepon, Selasa (14/3/2023).
Menurutnya, komunitas yang didirikan Mohamad Zaini Alif ini belum membuka penerimaan anggota dari luar daerahnya.
"Kalau misalnya masyarakat mau gabung, harus mengikuti pelatihan lebih dulu. Kalau mereka sudah mahir baru mereka kita arahkan untuk menjadi instruktur di Komunitas Hong. Tapi tidak menutup kemungkinan next time kita terima anggota dari luar, untuk sementara masih masyarakat sekitar aja," jelas dia.
Komunitas Hong sendiri memiliki misi yang tidak sekadarmelestarikan permainan tradisional. Lebih jauh, mereka yang tergabung dalam kelompok ini berusaha menggali dan merekonstruksi mainan rakyat, baik itu dari tradisi lisan atau tulisan.
Komunitas ini juga berusaha memperkenalkan mainan rakyat dengan tujuan menanamkanpola pendidikan masyarakat agar seorang anak mengenal dirinya, lingkungannya, dan Tuhan-nya.
"Mainan yang lebih interaktif lebih atraktif kayak tembak-tembakan (lebih diminati anak-anak sekarang), ya mereka lebih suka bermain yang ada tantangannya gitu," kata Cecep.
Komunitas Hong sendiri menyadari ada semacam 'persaingan' antara permainan tradisional dengan game online untuk mendapat tempat di hati anak-anak.
(Foto: dok. Komunitas Hong)
"Kita harus bisa mengikuti zaman ya, artinya kita harus bisa membuat hal yang menarik untuk anak-anak, sehingga mau bermain permainan tradisional.Kita juga memanfaatkan media yang ada, kalau kita ada kegiatan kita unggah di Instagram atau di YouTube," beber Cecep.
"Kita mengemasnya dengan sedemikian rupa, sehingga mereka merasa memainkan permainan modern padahal tradisional," tambahnya.
Sejauh ini, Komunitas Hong telah meneliti sebanyak 2.600 permainan tradisional di seluruh Indonesia. Mereka seolah tak bosan memperkenalkan permainan tradisional ke berbagai acara khususnya yang melibatkan anak.
(Foto: dok. Komunitas Hong)
"Kami juga sering diundang ke berbagai acara sekolah, perusahaan gathering buat tim building, ataupun memang sekadar untuk mereka menikmati permainan atau bernostalgia.Banyak permainannya kayak rerodaan, egrang, kelong bambu, congklak dan sebagainya," papar Cecep.
Sementara soal pendanaan, Komunitas Hong memiliki cara khusus untuk menutupi biaya operasionalnya. Mereka memanfaatkan honor dari setiap undangan acara yang diterimanya.
"Kita tidak ada bantuan pertahunnya dari pemerintah, tidak ada, kita berdiri sendiri, swasta. Untuk biaya operasional kita dari tamu-tamu yang datang, dan juga event-event yang ada, misalnya kita diundang ke mana, itu buat operasional kita," pungkas Cecep.
Lihat Juga: Liliana Tanoesoedibjo Apresiasi Penyelenggaraan Kiko Wonders Day, Mampu Gali Kreativitas Anak
(nug)