Nasi Boranan Khas Lamongan Menggugah Selera
loading...
A
A
A
LAMONGAN - Jika diminta menyebut, apa saja kuline r khas Lamongan, maka spontan yang disebut adalah soto, tahu campur dan wingko babat.
Namun, kini menu khas Lamongan bertambah. Kabupaten di ujung utara Jawa Timur (Jatim) itu memiliki menu baru yang kian dikenal luas masyarakat. Apa itu? Nasi boranan atau sego boranan kalau bahasa Jawa.
Kata boranan diambil dari sebutan wadah atau tempat nasi yang terbuat anyaman bambu. Biasanya tempat ini dibawa dengan cara digendong menggunakan selendang. Bagi warga Lamongan, nasi boranan biasa disebut dengan nasi boran atau sego boran. Nasi boranan merupakan racikan nasi khas Lamongan yang banyak ditemukan jika kita berkunjung ke Lamongan. (Baca: Jual Rumah, Anang Hermansyah dan Ashanty Hampir Tertipu)
Utamanya ketika ada di sepanjang jalan pusat kota Lamongan. Hampir di setiap sudut kota dengan mudah ditemukan penjaja nasi boranan ini. Saat ini penjual makanan ini tidak hanya di pusat kota Lamongan saja, tapi sudah menyebar ke penjuru kabupaten. Di Lamongan, pedagang nasi boranan selama hampir 24 jam.
Nasi boranan berisikan nasi yang dicampur dengan berbagai lauk-pauk yang bisa dipilih sendiri seperti ikan bandeng, daging ayam, tahu, tempe, jeroan, telur asin, telur dadar, sampai ikan sili.
Ikan sili ini harganya lebih mahal dari harga lauk lainnya. Ini karena, ikan sili merupakan jenis ikan air tawar yang hanya bisa ditemukan hidup liar di rawa atau sungai. Ikan ini pun belum bisa dikembangkan secara massal. Sehingga wajar harganya mahal. (Baca juga: Rasakan Nikmat Binte Biluhuta Khas Gorontalo)
Nasi yang dicampur lauk tersebut kemudian diberi dan ditaburi rempeyek di atasnya. Sambal untuk nasi boranan dibuat dari rempah-rempah dan dipadukan dengan santan kelapa. Terdapat dua jenis sambal yang biasa digunakan. Yakni sambal kuah dan sambal urap. Sambal kuah dibuat dengan rempah seperti cabai merah dan rawit yang direbus. Lalu bawang merah dan putih yang digoreng, kelapa parut, beras mentah yang sudah direndam.
Sedangkan sambal urap dibuat dengan rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, garam, cabai merah, penyedap rasa, dan kelapa parut. Uniknya, sambil urapnya tidak dikukus melainkan dipanaskan menggunakan kreweng (semacam tanah liat yang dibakar berbentuk persegi) untuk menimbulkan rasa asap yang khas.
Salah satu penjual nasi boranan di depan terminal Kecamatan Paciran, Lamongan, Mbak Sus (55), mengatakan, dia sudah berjualan nasi boranan sejak tiga tahun terakhir. Respon masyarakat setempat terhadap makanan ini rupanya cukup bagus. Harganya juga relatif terjangkau, yakni Rp12.000 per porsi.
“Saya biasanya berjualan mulai sore sekitar pukul 17.00 hingga 24.00 WIB. Akibat wabah Virus Korona, akhirnya saya hanya berjualan sampai pukul 21.00 WIB,” katanya sembari melayani pengunjung.
Salah satu pengunjung warung nasi boranan Mbak Sus, Rizal Bashoni (39) mengatakan, dalam seminggu sekali dia makan nasi boranan. Dia biasanya mengajak anak serta istrinya. Harganya yang cukup terjangkau dan rasanya juga enak, membuat dia ketagihan untuk terus menikmati makanan ini. “Saya biasanya datang ke warung ini (nasi boranan) untuk makan malam,” katanya. (Baca juga: Lezatnya Docang, Makanan Khas Cirebon)
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lamongan menunjukkan, ada sebanyak 200 lebih pedagang nasi boran beroperasi di Lamongan. Mereka secara turun temurun membuat dan menjajakan nasi boranan. Dalam berjualan, mereka lebih banyak memilih di pinggir jalan secara lesehan. Mengingat banyak warga yang menyukai nasi boranan dan makin populer, tak heran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan berencana mematenkan Sego Boranan menjadi salah satu ikon daerah ini.
Menurut cerita dari mulut ke mulur, nasi boranan sudah ada sejak 1944. Menu ini berasal dari Dusun Kaotan, Desa Sumberejo, Lamongan. Di tahun tersebut hanya ada satu penjual, kemudian pada 1945 mulai bermunculan pedagang yang menjual nasi boranan. Di Lamongan, saat ini terdapat satu desa yang hampir 80 persen warganya menjual nasi boranan, yakni Desa Sumberejo, Lamongan. Tak hanya itu, cara memasak nasi ini pun masih menggunakan kayu bakar. (Lukman Hakim)
Namun, kini menu khas Lamongan bertambah. Kabupaten di ujung utara Jawa Timur (Jatim) itu memiliki menu baru yang kian dikenal luas masyarakat. Apa itu? Nasi boranan atau sego boranan kalau bahasa Jawa.
Kata boranan diambil dari sebutan wadah atau tempat nasi yang terbuat anyaman bambu. Biasanya tempat ini dibawa dengan cara digendong menggunakan selendang. Bagi warga Lamongan, nasi boranan biasa disebut dengan nasi boran atau sego boran. Nasi boranan merupakan racikan nasi khas Lamongan yang banyak ditemukan jika kita berkunjung ke Lamongan. (Baca: Jual Rumah, Anang Hermansyah dan Ashanty Hampir Tertipu)
Utamanya ketika ada di sepanjang jalan pusat kota Lamongan. Hampir di setiap sudut kota dengan mudah ditemukan penjaja nasi boranan ini. Saat ini penjual makanan ini tidak hanya di pusat kota Lamongan saja, tapi sudah menyebar ke penjuru kabupaten. Di Lamongan, pedagang nasi boranan selama hampir 24 jam.
Nasi boranan berisikan nasi yang dicampur dengan berbagai lauk-pauk yang bisa dipilih sendiri seperti ikan bandeng, daging ayam, tahu, tempe, jeroan, telur asin, telur dadar, sampai ikan sili.
Ikan sili ini harganya lebih mahal dari harga lauk lainnya. Ini karena, ikan sili merupakan jenis ikan air tawar yang hanya bisa ditemukan hidup liar di rawa atau sungai. Ikan ini pun belum bisa dikembangkan secara massal. Sehingga wajar harganya mahal. (Baca juga: Rasakan Nikmat Binte Biluhuta Khas Gorontalo)
Nasi yang dicampur lauk tersebut kemudian diberi dan ditaburi rempeyek di atasnya. Sambal untuk nasi boranan dibuat dari rempah-rempah dan dipadukan dengan santan kelapa. Terdapat dua jenis sambal yang biasa digunakan. Yakni sambal kuah dan sambal urap. Sambal kuah dibuat dengan rempah seperti cabai merah dan rawit yang direbus. Lalu bawang merah dan putih yang digoreng, kelapa parut, beras mentah yang sudah direndam.
Sedangkan sambal urap dibuat dengan rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, garam, cabai merah, penyedap rasa, dan kelapa parut. Uniknya, sambil urapnya tidak dikukus melainkan dipanaskan menggunakan kreweng (semacam tanah liat yang dibakar berbentuk persegi) untuk menimbulkan rasa asap yang khas.
Salah satu penjual nasi boranan di depan terminal Kecamatan Paciran, Lamongan, Mbak Sus (55), mengatakan, dia sudah berjualan nasi boranan sejak tiga tahun terakhir. Respon masyarakat setempat terhadap makanan ini rupanya cukup bagus. Harganya juga relatif terjangkau, yakni Rp12.000 per porsi.
“Saya biasanya berjualan mulai sore sekitar pukul 17.00 hingga 24.00 WIB. Akibat wabah Virus Korona, akhirnya saya hanya berjualan sampai pukul 21.00 WIB,” katanya sembari melayani pengunjung.
Salah satu pengunjung warung nasi boranan Mbak Sus, Rizal Bashoni (39) mengatakan, dalam seminggu sekali dia makan nasi boranan. Dia biasanya mengajak anak serta istrinya. Harganya yang cukup terjangkau dan rasanya juga enak, membuat dia ketagihan untuk terus menikmati makanan ini. “Saya biasanya datang ke warung ini (nasi boranan) untuk makan malam,” katanya. (Baca juga: Lezatnya Docang, Makanan Khas Cirebon)
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lamongan menunjukkan, ada sebanyak 200 lebih pedagang nasi boran beroperasi di Lamongan. Mereka secara turun temurun membuat dan menjajakan nasi boranan. Dalam berjualan, mereka lebih banyak memilih di pinggir jalan secara lesehan. Mengingat banyak warga yang menyukai nasi boranan dan makin populer, tak heran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan berencana mematenkan Sego Boranan menjadi salah satu ikon daerah ini.
Menurut cerita dari mulut ke mulur, nasi boranan sudah ada sejak 1944. Menu ini berasal dari Dusun Kaotan, Desa Sumberejo, Lamongan. Di tahun tersebut hanya ada satu penjual, kemudian pada 1945 mulai bermunculan pedagang yang menjual nasi boranan. Di Lamongan, saat ini terdapat satu desa yang hampir 80 persen warganya menjual nasi boranan, yakni Desa Sumberejo, Lamongan. Tak hanya itu, cara memasak nasi ini pun masih menggunakan kayu bakar. (Lukman Hakim)
(ysw)