Benarkah TAR Lebih Berbahaya dari Nikotin? Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rokok mengandung beragam bahan kimia. Akan tetapi umumnya terdapat dua bahan kimia yang paling dikenal masyarakat, yakni nikotin dan TAR (Total Aerosol Residue).
Sejauh ini, banyak yang menilai jika nikotin mempunyai bahaya yang sama dengan TAR. Namun, benarkah demikian? Lalu, manakah yang sebetulnya lebih berbahaya?
Mengenai hal itu, peneliti dari Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Mohammad Khotib memaparkan bahwa nikotin secara alami terdapat pada tembakau. Senyawa tersebut masuk ke dalam golongan alkaloid.
Bukan hanya tembakau, nikotin juga ditemukan pada tanaman seperti kentang, kentang, terong, dan tomat, namun dengan konsentrasi yang lebih rendah.
"Nikotin adalah senyawa tunggal. Nikotin cenderung membuat adiksi sehingga menimbulkan ketergantungan," ungkap Khotib, baru-baru ini.
Sedangkan TAR, menurut Khotib, berbeda dengan nikotin. TAR muncul akibat proses pembakaran tembakau. TAR menjadi senyawa kimia yang paling berbahaya bagi perokok karena bersifat karsinogenik.
"Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama, TAR dapat menyebabkan kanker," bebernya.
Dari data National Cancer Institute Amerika Serikat, diketahui ada sekitar 7.000 senyawa kimia yang ada di dalam asap rokok, 2 ribu di antaranya terdapat pada TAR.
Senyawa yang bersifat karsinogenik tersebut dapat memicu kanker, dan meningkatkan risiko berbagai penyakit berbahaya yang diakibatkan kebiasaan merokok.
"Asap rokok adalah komponen yang berbahaya dalam aktivitas merokok karena mengandung senyawa kimia yang sifatnya karsinogenik, seperti TAR," kata Khotib.
Agar terhindar atau mengurangi paparan TAR, perokok dewasa disarankan untuk meninggalkan kebiasaan merokok. Namun, apabila mengalami kesulitan, bisa mencoba untuk beralih ke produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau sejenisnya.
Untuk produk tembakau yang dipanaskan dan vape, keduanya menerapkan sistem pemanasan yang dapat mengurangi risiko dari paparan komponen kimia.
"Berdasarkan penelitian, filter 0,45 mikron yang ditempatkan pada produk tembakau yang dipanaskan tetap bersih. Sedangkan filter 0,45 mikron pada rokok berubah menjadi hitam. Artinya produk tembakau alternatif dapat menjadi pilihan bagi perokok untuk mengurangi risiko kesehatan," paparnya.
Kendati profil risikonya lebih rendah, Khotib menegaskan bahwa produk tembakau altenatif tidak sepenuhnya bebas risiko. Untuk itu, produk tersebut tidak ditujukan bagi non-perokok, perempuan hamil dan menyusui, maupun anak-anak.
Sejauh ini, banyak yang menilai jika nikotin mempunyai bahaya yang sama dengan TAR. Namun, benarkah demikian? Lalu, manakah yang sebetulnya lebih berbahaya?
Mengenai hal itu, peneliti dari Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Mohammad Khotib memaparkan bahwa nikotin secara alami terdapat pada tembakau. Senyawa tersebut masuk ke dalam golongan alkaloid.
Bukan hanya tembakau, nikotin juga ditemukan pada tanaman seperti kentang, kentang, terong, dan tomat, namun dengan konsentrasi yang lebih rendah.
"Nikotin adalah senyawa tunggal. Nikotin cenderung membuat adiksi sehingga menimbulkan ketergantungan," ungkap Khotib, baru-baru ini.
Sedangkan TAR, menurut Khotib, berbeda dengan nikotin. TAR muncul akibat proses pembakaran tembakau. TAR menjadi senyawa kimia yang paling berbahaya bagi perokok karena bersifat karsinogenik.
"Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama, TAR dapat menyebabkan kanker," bebernya.
Dari data National Cancer Institute Amerika Serikat, diketahui ada sekitar 7.000 senyawa kimia yang ada di dalam asap rokok, 2 ribu di antaranya terdapat pada TAR.
Senyawa yang bersifat karsinogenik tersebut dapat memicu kanker, dan meningkatkan risiko berbagai penyakit berbahaya yang diakibatkan kebiasaan merokok.
"Asap rokok adalah komponen yang berbahaya dalam aktivitas merokok karena mengandung senyawa kimia yang sifatnya karsinogenik, seperti TAR," kata Khotib.
Agar terhindar atau mengurangi paparan TAR, perokok dewasa disarankan untuk meninggalkan kebiasaan merokok. Namun, apabila mengalami kesulitan, bisa mencoba untuk beralih ke produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau sejenisnya.
Untuk produk tembakau yang dipanaskan dan vape, keduanya menerapkan sistem pemanasan yang dapat mengurangi risiko dari paparan komponen kimia.
"Berdasarkan penelitian, filter 0,45 mikron yang ditempatkan pada produk tembakau yang dipanaskan tetap bersih. Sedangkan filter 0,45 mikron pada rokok berubah menjadi hitam. Artinya produk tembakau alternatif dapat menjadi pilihan bagi perokok untuk mengurangi risiko kesehatan," paparnya.
Baca Juga
Kendati profil risikonya lebih rendah, Khotib menegaskan bahwa produk tembakau altenatif tidak sepenuhnya bebas risiko. Untuk itu, produk tersebut tidak ditujukan bagi non-perokok, perempuan hamil dan menyusui, maupun anak-anak.
(nug)