Jadi Makanan Ikonik Betawi, Begini Sejarah dan Asal-usul Roti Buaya yang Dulu Tak Boleh Disantap
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Jakarta tentu sudah tidak asing dengan roti buaya. Makanan ini merupakan roti legendaris khas Betawi, bahkan kerap menjadi ikon dalam tradisi pernikahan warganya.
Namun, apakah roti buaya memang makanan asli Betawi? Bagaimana sebenarnya sejarahnya? Berikut ulasannya, dilansir dari berbagai sumber, Rabu (21/6/2023).
Apalagi zaman dulu kawasan Batavia adalah wilayah yang paling banyak didiami oleh buaya. Pasalnya, memang habitat asli buaya adalah rawa dan sungai, misalnya kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Kondisi geografis Jakarta yang dikelilingi oleh 13 sungai dan kali turut membentuk kultur masyarakat Betawi. Dan saat itu, buaya adalah satu di antara hewan yang kerap dijumpai oleh penduduk Betawi.
Bagi masyarakat Betawi, buaya juga menjadi cerita yang melegenda. Hal inilah yang membuat roti buaya banyak dikenal orang sebagai ikon kuliner khas Betawi.
Sejarah lain juga menyebut bahwa pembuatan roti buaya bermula saat bangsa Eropa menduduki kawasan Batavia. Pasalnya, saat itu roti adalah makanan yang langka dan mahal karena hanya dinikmati oleh kaum bangsawan Eropa. Itulah sebabnya roti buaya dianggap sebagai simbol kemakmuran.
Dulu setelah proses ijab kabul pernikahan masyarakat Betawi, roti buaya biasanya akan ditempelkan di garda depan rumah atau dipajang di lemari. Namun, setelah memasuki abad ke-20, masyarakat memprotes tradisi ini karena terbilang mubazir.
Karena protes inilah roti buaya yang awalnya cenderung tawar diberi rasa yang manis agar bisa dikonsumsi. Bahkan tradisi ini berkembang.
Kini, setelah proses ijab kabul selesai, roti akan dipotong dan dibagikan ke anak tetangga. Terutama bagi mereka yang masih melajang atau gadis.
Namun, apakah roti buaya memang makanan asli Betawi? Bagaimana sebenarnya sejarahnya? Berikut ulasannya, dilansir dari berbagai sumber, Rabu (21/6/2023).
1. Asal-usul
Roti buaya khas Betawi umumnya memiliki bentuk seperti buaya muara. Hal tersebut didukung dengan banyaknya data penyebaran buaya di perairan Indonesia, termasuk wilayah Jakarta.Apalagi zaman dulu kawasan Batavia adalah wilayah yang paling banyak didiami oleh buaya. Pasalnya, memang habitat asli buaya adalah rawa dan sungai, misalnya kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Kondisi geografis Jakarta yang dikelilingi oleh 13 sungai dan kali turut membentuk kultur masyarakat Betawi. Dan saat itu, buaya adalah satu di antara hewan yang kerap dijumpai oleh penduduk Betawi.
Bagi masyarakat Betawi, buaya juga menjadi cerita yang melegenda. Hal inilah yang membuat roti buaya banyak dikenal orang sebagai ikon kuliner khas Betawi.
2. Awalnya Bukan roti
Sejarah roti buaya cukup menarik. Ternyata, jauh sebelum alat pembuatan roti muncul, masyarakat Betawi sudah membuat replika roti buaya dari anyaman daun kelapa dan kayu. Lalu, kira-kira pada abad 17-18, industri pembuatan roti mulai muncul, sehingga replika bahan pembuatan buaya itu diubah menjadi roti.Sejarah lain juga menyebut bahwa pembuatan roti buaya bermula saat bangsa Eropa menduduki kawasan Batavia. Pasalnya, saat itu roti adalah makanan yang langka dan mahal karena hanya dinikmati oleh kaum bangsawan Eropa. Itulah sebabnya roti buaya dianggap sebagai simbol kemakmuran.
3. Dulu Tak Boleh Dimakan
Di awal kehadirannya, roti buaya hanya dijadikan ikon atau simbol bagi masyarakat Betawi. Sehingga dulu mereka tidak menjadikan roti buaya sebagai makanan, melainkan pajangan.Dulu setelah proses ijab kabul pernikahan masyarakat Betawi, roti buaya biasanya akan ditempelkan di garda depan rumah atau dipajang di lemari. Namun, setelah memasuki abad ke-20, masyarakat memprotes tradisi ini karena terbilang mubazir.
Karena protes inilah roti buaya yang awalnya cenderung tawar diberi rasa yang manis agar bisa dikonsumsi. Bahkan tradisi ini berkembang.
Kini, setelah proses ijab kabul selesai, roti akan dipotong dan dibagikan ke anak tetangga. Terutama bagi mereka yang masih melajang atau gadis.