Mengenal Asal-usul Serabi Notosuman, Jajanan Khas Solo yang Ada Sejak 100 Tahun Lalu

Selasa, 01 Agustus 2023 - 12:01 WIB
loading...
Mengenal Asal-usul Serabi Notosuman, Jajanan Khas Solo yang Ada Sejak 100 Tahun Lalu
Serabi Notosuman, jajanan khas Solo yang sudah ada sejak 100 tahun lalu. Foto/Pariwisatasolo.surakarta.go.id
A A A
JAKARTA - Serabi masuk dalam tiga besar jajanan manis terbaik di dunia pada Juni 2023. Kabar itu diungkap oleh situs panduan kuliner dunia, Taste Atlas, yang merilis daftar best street food sweets atau jajanan manis terbaik di dunia.

Dalam daftar tersebut, terdapat beberapa jajanan manis khas Indonesia, satu di antaranya adalah serabi dengan skor 4,7 poin. Serabi masuk dalam urutan kedua jajanan manis terbaik di dunia setelah pastel de nata dari Portugis.

Serbari sendiri merupakan jajanan tradisional yang memiliki bentuk seperti pancake. Ada banyak jenis serabi di Indonesia, salah satunya serabi notosuman yang berasal dari Solo.

Berbeda dengan serabi di daerah lain, serbai notosuman ini terbuat dari bahan-bahan seperti pandan, tepung beras, vanila, gula, santan, dan garam. Cara membuat serabi ini dengan menggunakan wajan kecil terbuat dari tanah liat dan dimasak di atas arang.



Serabi notosuman memiliki beberapa rasa, namun kebanyakan rasa original dan cokelat. Saat menyantap serabi ini, Anda akan merasakan wangi santan yang sangat khas. Untuk rasanya sendiri manis dan gurih. Biasanya serabi notosuman disajikan dalam bentuk gulungan menggunakan daun pisang sehingga menambah wangi dari serabi itu.

Bagi pecinta serabi tentu penasaran kan dengan asal-usul kudapan manis ini? Dilansir dari situs Indonesia Kaya, Selasa (1/8/2023) asal-usul serabi notosuman sempat diperdebatkan oleh pakar kuliner, Bondan Winarno. Almarhum Bondan menyebut serbai notosuman ini modifikasi dari appen khas India.

Menurut kepercayaan orang Jawa, kue apem memiliki kedudukan istimewa, sebab kue ini dijadikan sebagai bentuk doa untuk memperoleh pengampunan dan pengayoman. Hampir semua ritual upacara tradisional Jawa menggunakan kue apem sebagai sajian.

Ternyata dari kue apem lah yang membuat pasangan Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan membuka gerai pertamanya di Jalan Veteran tahun 1923. Saat membuka gerai itu, mereka sempat berganti lokasi, yakni di Jalan Yos Sudarso, dan kemudian menetap di Jalan Mohammad Yamin, Solo sampai sekarang.



Dari menjual apem, pasangan itu kemudian berjualan serabi tanpa disengaja. Hal itu berawal ada pelanggan yang minta dibuatkan apem berbentuk pipih, ternyata seiring berjalannya waktu jajanan tersebut digemari dan mereka berhasil menciptakan serabi hasil pengembangan dari kue apem.

Wahjudi Pantja Sunjata dkk dalam buku Kuliner Jawa dalam Serat Centhini menyebut kini serabi menjadi identitas kuliner Kota Surakarta. Bahkan beberapa tempat menjadi pusat jajanan serabi adalah di daerah Pasar Pon, pasar tradisional, serta Kampung Notokusuman, yang kini dikenal dengan Notosuman.

“Sampai sekarang nama Serabi Notokusuman masih menjadi oleh-oleh khas Surakarta. Dinamakan demikian karena pembuat serabi yang “enak” berada di Kampung Notokusuman. Namun di kota Surakarta sangat mudah untuk menemukan makanan tradisional serabi ini," tulis Wahjudi.

Kini serabi notosuman kemudian identik dengan jajanan pasar bikinan pasangan Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan. Salah satu ciri khasnya adalah mereka menumbuk sendiri beras yang menjadi bahan bakunya. Beras yang digunakan pun kualitas terbaik, yaitu beras cendani dari Cianjur. Kue ini juga sama sekali tidak mengandung bahan pengawet, sehingga hanya bisa bertahan selama satu hari.

Usaha keluarga itu pun diwariskan turun temurun dan kini diteruskan oleh kakak beradik Handayani dan Lidia yang sangat terkenal. Handayani menempati lokasi di outlet sejak era engkongnya di Jalan Mohammad Yamin, sementara Lidia membuka outlet lain sekira setarikan nafas dari lokasi outlet lama. Bahkan outlet mereka tak hanya ada di Solo, tapi beberapa kota di luar Jawa Tengah, seperti Bandung dan Jakarta.

Meski masih dalam satu garis keturunan, namun cara memasak kedua outlet ini berbeda. Outlet milik Handayani memakai tutup wajan dari tanah liat, sementara di outlet milik Lidia memilih memakai tutup dari aluminium. Tutup aluminium mempercepat proses pemanggangan, sementara tutup tanah liat lebih pada mempertahankan kesan tradisional.

Menariknya setiap outlet di kedua brand ini memiliki konsep open kitchen sehingga pembeli bisa menyaksikan langsung proses pembuatannya hingga disajikan. Untuk rasanya sendiri sebenarnya beragam, namun baik Handayani maupun Lidia konsisten hanya menjual dua rasa, yaitu polos dan cokelat.

Kemudian, yang membuat serabi notosuman Handayani dan Lidia ini khas adalah, dibungkus dengan daun pisang. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga identitas dan karakter, serta agar lebih praktis.
(hri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1539 seconds (0.1#10.140)