Tips Olahraga Aman di Tengah Polusi Udara yang Menggila
loading...
A
A
A
JAKARTA - Olahraga sangat baik untuk menjaga kesehatan. Jenis olahraga sendiri ada banyak ragamnya, antara lain bersepeda, lari, zumba, yoga, dan lain-lain.
Lantas, bagaimana bila olahraga dilakukan di tengah polusi udara yang memburuk? Terutama untuk olahraga yang dilakukan di luar ruangan.
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P (K), M.Pd.Ked mengatakan, saat polusi udara sedang tinggi, tentu tidak dianjurkan untuk olahraga, khususnya di luar ruangan. Meski demikian, hal itu bukan menjadi alasan untuk tidak berolahraga.
"Ada banyak alternatif. Misalnya olahraga jangan di jalan besar, pilih stadion atau komplek perumahan. Atau bisa juga dialihkan dengan olahraga indoor seperti yoga, aerobic, zumba, atau pilih olahraga yang polusi udaranya yang tidak buruk," beber dr Feni dalam webinar baru-baru ini.
Selain itu, dr Feni juga menyarankan untuk memperhatikan waktu olahraga.
"30 menit masih aman, tapi kalau sudah ada gangguan sebaiknya dihentikan," imbuhnya.
Direktur Utama RSUP Persahabatan sekaligus Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru), Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp. P(K), FISR, FAPSR menambahkan, olahraga saat polusi tinggi sebaiknya tidak dilakukan. Namun, masyarakat harus memperhatikan tiga aspek.
Yang pertama tentu level dari polutannya sendiri. Kalau masuk dalam kelompok level cokelat atau hitam dan quality index-nya di atas 300, maka tidak dianjurkan sama sekali.
Selanjutnya perhatikan populasinya. Kalau populasinya sensitif seperti ibu hamil, orang dengan penyakit paru dan jantung, itu tidak dianjurkan sama sekali.
"Kategori populasi itu meskipun kadar quality-nya masuk dalam kategori tidak sehat, tetap tidak dianjurkan karena mereka kelompok sensitif dan berisiko," paparnya.
Dan yang terakhir, perhatikan juga jenis olahraganya. Ada yang low impact dan high impact.
"Olahraga itu kebutuhan oksigennya tinggi. Kalau high impact frekuensi napas kita yang akan semakin meningkat, sehingga ketika olahraga di luar ruangan itu akan menghirup oksigen yang lebih banyak," bebernya.
Lebih lanjut Prof Agus menjelaskan, bagi kelompok yang sehat, tergantung pada level dan jenis olahraganya.
"Kalau olahraganya low impact boleh lebih lama. Kalau kategori tidak sehat, kuning, bisa sampai 60 menit. Kalau kategori tinggi, oranye, 20 menit saja. Kalau sudah black atau cokelat, sama sekali tidak boleh," bebernya.
Untuk yang high impact, jangka waktu olahraganya lebih pendek karena membutuhkan frekuensi napas yang lebih tinggi.
"Untuk kategori tidak sehat hanya 30 menit, kalau sudah oranye tidak boleh lama-lama. Apalagi hitam, tidak boleh sama sekali. Jadi tergantung pada kualitas olahraga, nanti menentukan waktunya," terang dia.
Menurut Prof Agus, saat ini sudah ada masker yang bisa dipakai untuk olahraga. Misalnya masker sepeda yang dapat memfiltrasi udara yang masuk dan bahayanya lebih rendah.
Lantas, bagaimana bila olahraga dilakukan di tengah polusi udara yang memburuk? Terutama untuk olahraga yang dilakukan di luar ruangan.
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P (K), M.Pd.Ked mengatakan, saat polusi udara sedang tinggi, tentu tidak dianjurkan untuk olahraga, khususnya di luar ruangan. Meski demikian, hal itu bukan menjadi alasan untuk tidak berolahraga.
"Ada banyak alternatif. Misalnya olahraga jangan di jalan besar, pilih stadion atau komplek perumahan. Atau bisa juga dialihkan dengan olahraga indoor seperti yoga, aerobic, zumba, atau pilih olahraga yang polusi udaranya yang tidak buruk," beber dr Feni dalam webinar baru-baru ini.
Selain itu, dr Feni juga menyarankan untuk memperhatikan waktu olahraga.
"30 menit masih aman, tapi kalau sudah ada gangguan sebaiknya dihentikan," imbuhnya.
Direktur Utama RSUP Persahabatan sekaligus Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru), Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp. P(K), FISR, FAPSR menambahkan, olahraga saat polusi tinggi sebaiknya tidak dilakukan. Namun, masyarakat harus memperhatikan tiga aspek.
Yang pertama tentu level dari polutannya sendiri. Kalau masuk dalam kelompok level cokelat atau hitam dan quality index-nya di atas 300, maka tidak dianjurkan sama sekali.
Selanjutnya perhatikan populasinya. Kalau populasinya sensitif seperti ibu hamil, orang dengan penyakit paru dan jantung, itu tidak dianjurkan sama sekali.
"Kategori populasi itu meskipun kadar quality-nya masuk dalam kategori tidak sehat, tetap tidak dianjurkan karena mereka kelompok sensitif dan berisiko," paparnya.
Dan yang terakhir, perhatikan juga jenis olahraganya. Ada yang low impact dan high impact.
"Olahraga itu kebutuhan oksigennya tinggi. Kalau high impact frekuensi napas kita yang akan semakin meningkat, sehingga ketika olahraga di luar ruangan itu akan menghirup oksigen yang lebih banyak," bebernya.
Lebih lanjut Prof Agus menjelaskan, bagi kelompok yang sehat, tergantung pada level dan jenis olahraganya.
"Kalau olahraganya low impact boleh lebih lama. Kalau kategori tidak sehat, kuning, bisa sampai 60 menit. Kalau kategori tinggi, oranye, 20 menit saja. Kalau sudah black atau cokelat, sama sekali tidak boleh," bebernya.
Untuk yang high impact, jangka waktu olahraganya lebih pendek karena membutuhkan frekuensi napas yang lebih tinggi.
"Untuk kategori tidak sehat hanya 30 menit, kalau sudah oranye tidak boleh lama-lama. Apalagi hitam, tidak boleh sama sekali. Jadi tergantung pada kualitas olahraga, nanti menentukan waktunya," terang dia.
Menurut Prof Agus, saat ini sudah ada masker yang bisa dipakai untuk olahraga. Misalnya masker sepeda yang dapat memfiltrasi udara yang masuk dan bahayanya lebih rendah.
(tsa)