Pertama di Dunia, Teknik Operasi Hancurkan Batu Tanduk Rusa Ginjal Tanpa Radiasi

Minggu, 02 Agustus 2020 - 14:52 WIB
loading...
Pertama di Dunia, Teknik Operasi Hancurkan Batu Tanduk Rusa Ginjal Tanpa Radiasi
Teknik operasi Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) batu ginjal tidak lagi menggunakan x-ray, melainkan dengan ultrasonografi (USG). Foto Ilustrasi/Times of India
A A A
JAKARTA - Teknik operasi untuk menghancurkan batu tanduk rusa ginjal (staghorn stone) di Indonesia sekarang sudah bisa dilakukan tanpa radiasi. Teknik operasi dengan luka operasi minimal, yaitu Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL), ini tidak lagi menggunakan x-ray, melainkan dengan ultrasonografi (USG) . Dengan begitu, risiko paparan radiasi menjadi nol dan dapat meminimalisasi pemakaian obat-obatan sehingga relatif hemat biaya.

Pada operasi PCNL bebas x-ray ini, saat ingin membuat akses ke ginjal, biasanya dokter menggunakan ballon dilator sekali pakai dan harganya cukup mahal. Kabar baiknya, Spesialis Urologi FKUI-RSCM Dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D kini telah mengembangkan teknik operasi PCNL bebas x-ray yang menggunakan Alken Telecopic Metal Dilator yang dapat digunakan berkali-kali sehingga lebih ekonomis dari segi biaya.

Teknik ini sudah dilaporkan ke dalam dua jurnal ilmiah bereputasi internasional, yaitu Research and Reports in Urology 2020 dan International Urology and Nephrology 2020. Sejauh ini belum pernah ada yang melaporkan teknik operasi PCNL bebas X ray dengan menggunakan Alken Telescopic Metal Dilator, sehingga dapat dikatakan bahwa publikasi di jurnal Research and Reports in Urology yang ditulis oleh Dr. Ponco dan kawan-kawan adalah laporan pertama yang menggunakan teknik tersebut di dunia. ( )

"Pasien staghorn stone sering kali tidak merasakan gejala atau keluhan. Kalau pun ada, sering tidak disadari. Oleh sebab itu, batu ginjal bisa menjadi besar. Jika batu masih kecil ada keluhan, biasanya pasien akan ke dokter dan langsung diterapi sebelum menjadi besar," kata Dr. Ponco dalam Media Briefing Virtual, belum lama ini.

Guna mengantisipasi pembesaran batu ginjal, Anda perlu mengetahui gejalanya sehingga bisa langsung melakukan pengobatan . Dr. Ponco menyebut, beberapa gejala batu ginjal yang perlu diwaspadai antara lain nyeri pinggang hilang timbul tanpa dipengaruhi gerakan, kencing warna merah atau kencing darah, kencing keruh berpasir atau keluar batu kecil, dan bila sudah lanjut karena infeksi akan timbul demam serta nyeri saat berkemih.

"Teknik operasi bedah minimal PCNL pada umumnya menggunakan sinar x-ray (fluoroscopy) pada saat mengidentifikasi batu ginjal. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dikembangkanlah PCNL tanpa x-ray dengan bantuan USG ," kata Dr. Ponco.

"X-ray free PCNL tidak menggunakan radiasi x-ray sama sekali dalam proses pencitraan, sehingga dapat mengurangi paparan radiasi bagi pasien, juga operator. Hal ini sangat berguna bagi pasien yang memang sensitif pada kontras, cairan yang digunakan untuk membantu memvisualisasikan struktur organ yang diperiksa. Pasien yang memiliki riwayat azotemia (peningkatan produk nitrogen di darah) juga dapat memilih prosedur ini, karena kontras dapat memicu azotemia," sambungnya.

Pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik, penggunaan USG juga memperkecil kemungkinan komplikasi karena penggunaan USG dapat mempermudah prosedur tindakan. ( )

PCNL merupakan teknik pembedahan minimal invasif untuk menghancurkan batu ginjal yang menggunakan jarum dan guidewire yang ditusukkan ke punggung pasien pada kulit dekat ginjal untuk mengakses ginjal dan saluran kemih bagian atas. Luka operasi pada teknik ini sekitar 1 cm.

Pada prosedur tersebut, kata Dr. Ponco, diperlukan pencitraan untuk menilai apakah akses ke ginjal sudah tercapai. Bisa menggunakan x-ray dan fluoroscopy ataupun ultrasonografi. Setelah akses tercapai, saluran kemih dilebarkan dengan dilator dan dimasukkan kamera untuk melihat struktur ginjal. Kemudian batu dihancurkan.

"Setelah semua batu dihancurkan, dilakukan pencitraan kembali apakah masih ada batu tersisa atau tidak,” ujar Dr. Ponco.

Staghorn stone merupakan salah satu batu ginjal yang bentuknya menyerupai tanduk, dan mempunyai cabang-cabang yang terdapat di pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks renalis sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa. Besar kecilnya batu ini tergantung dari ukuran ginjal.

Hingga saat ini belum ada data mengenai prevalensi batu tanduk rusa di Indonesia. Tapi, menurut data RISKESDAS tahun 2013, prevalensi batu ginjal di Indonesia adalah 0,6%.

Batu tanduk rusa sangat rentan dialami pasien yang memiliki riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas, dan sindrom metabolik. Selain itu, rentan pula bagi mereka yang memiliki penyakit lain seperti hiperparatiroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi), dan kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder).

Orang dengan struktur ginjal abnormal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, dan uretterocele juga berisiko mengidap batu tanduk rusa.

Kelompok usia 55-64 tahun paling rentan terkena batu tanduk rusa, dengan prevalensi pada laki-laki 0,8% dan perempuan 0,4%. ( )

Menurut Dr. Ponco, batu tanduk rusa dapat muncul kembali, tetapi hal tersebut dapat dihindari dengan beberapa langkah sebagai berikut mengonsumsi air mineral cukup, mengontrol konsumsi garam, mengontrol konsumsi protein hewani, mengurangi minuman beralkohol, banyak mengonsumsi makanan yang mengandung serat, menjaga kebersihan diri untuk mengurangi kemungkinan infeksi saluran kemih, serta menambah aktivitas fisik.

"Aktivitas fisik intensitas sedang minimal 150 menit per minggu dan intensitas berat minimal 75 menit per minggu. Atau mengombinasi aktivitas intensitas sedang dan berat yang sesuai," tutup Dr. Ponco.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5296 seconds (0.1#10.140)