Uniknya Taman Arkeologi Leang-Leang, Destinasi Wisata yang Ramah Disabilitas
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Taman Arkeologi Leang-Leang di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, merupakan kawasan arkeologis berupa bebatuan dengan dua goa prasejarah di dalamnya, yaitu Leang Pettae dan Leang Petta Kere. Terletak 30 kilometer dari Bandara Sultan Hasanuddin atau 41 kilometer dari Kota Makassar, Leang-Leang bisa ditempuh sekitar 1 jam dari Kota Makassar menggunakan jalur tol.
Taman Arkeologi Leang-Leang sangat unik. Begitu memasuki taman seluas 4,6 hektar ini, pengunjung akan langsung melihat batu-batu hitam berukuran tak biasa yang terhampar tak beraturan.
Masing-masing batu memiliki bentuk dan tekstur yang berbeda sehingga terlihat sangat unik. Ada yang menjulang setinggi tiga meter, ada pula yang hanya setinggi satu meter dengan lubang di tengahnya. Hamparan batu hitam ini begitu kontras dengan hamparan rumput hijau serta pepohonan rindang di sekitarnya.
Masih di areal yang sama, terdapat dua goa yang terletak di ketinggian sekitar 20 meter. Untuk menuju goa berdiameter sekitar 3 meter dan kedalaman 10 meter tersebut, terdapat tangga besi yang aman dan nyaman. Goa lainnya lebih terbuka dengan luas sekitar 4 meter. Goa ini diperkirakan dihuni manusia purba sekitar tahun 8.000-3.000 SM.
Jejak peninggalan manusia purba antara lain terlihat dari beragam gambar yang terdapat di dinding goa. Terdapat gambar dua ekor babi dengan taring dan tanduk di bagian kepalanya. Terdapat pula 28 gambar telapak tangan.
“Semua gambar tersebut dibuat menggunakan bahan tanah merah dicampur berbagai ramuan pepohonan, sehingga kuat bertahan selama ribuan tahun,” kata pemandu di dalam goa.
Kecuali goa dengan medan yang berat, semua akses dan fasilitas di Leang-Leang diciptakan ramah bagi penyandang disabilitas. Bagi penyandang disabilitas daksa, terdapat jalur khusus untuk kursi roda. Sedangkan, bagi penyandang disabilitas netra, terdapat rekaman suara yang diperdengarkan melalui pengeras suara tentang keunikan Taman Arkeologi Leang-Leang.
Foto/Istimewa
“Ini sangat mudah diakses, saya sangat terkesan. Menurut saya, fasilitas-fasilitas ini memungkinkan pengguna (disabilitas) untuk datang,” kata Ketua Forum Disabilitas ASEAN Lim Puay Tiak saat mengunjungi Taman Arkeologi Leang-Leang bersama delegasi negara ASEAN lain pada Kamis (12/10/2023) lalu.
Hal senada diungkap Pendiri Lembaga Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI) Yustisia Arief. Ia merupakan penyandang disabilitas daksa polio. Ia menyatakan sangat mengapresiasi destinasi wisata Leang-Leang yang ramah dan nyaman bagi penyandang disabilitas.
“Jadi, kami sebagai penyandang disabilitas bisa mendapatkan hak kami untuk berwisata dan menikmati pemandangan di sini sebagaimana pengunjung lain. Ini menyenangkan sekali,” tuturnya.
Taman Arkeologi Leang-Leang sangat unik. Begitu memasuki taman seluas 4,6 hektar ini, pengunjung akan langsung melihat batu-batu hitam berukuran tak biasa yang terhampar tak beraturan.
Masing-masing batu memiliki bentuk dan tekstur yang berbeda sehingga terlihat sangat unik. Ada yang menjulang setinggi tiga meter, ada pula yang hanya setinggi satu meter dengan lubang di tengahnya. Hamparan batu hitam ini begitu kontras dengan hamparan rumput hijau serta pepohonan rindang di sekitarnya.
Masih di areal yang sama, terdapat dua goa yang terletak di ketinggian sekitar 20 meter. Untuk menuju goa berdiameter sekitar 3 meter dan kedalaman 10 meter tersebut, terdapat tangga besi yang aman dan nyaman. Goa lainnya lebih terbuka dengan luas sekitar 4 meter. Goa ini diperkirakan dihuni manusia purba sekitar tahun 8.000-3.000 SM.
Jejak peninggalan manusia purba antara lain terlihat dari beragam gambar yang terdapat di dinding goa. Terdapat gambar dua ekor babi dengan taring dan tanduk di bagian kepalanya. Terdapat pula 28 gambar telapak tangan.
“Semua gambar tersebut dibuat menggunakan bahan tanah merah dicampur berbagai ramuan pepohonan, sehingga kuat bertahan selama ribuan tahun,” kata pemandu di dalam goa.
Kecuali goa dengan medan yang berat, semua akses dan fasilitas di Leang-Leang diciptakan ramah bagi penyandang disabilitas. Bagi penyandang disabilitas daksa, terdapat jalur khusus untuk kursi roda. Sedangkan, bagi penyandang disabilitas netra, terdapat rekaman suara yang diperdengarkan melalui pengeras suara tentang keunikan Taman Arkeologi Leang-Leang.
Foto/Istimewa
“Ini sangat mudah diakses, saya sangat terkesan. Menurut saya, fasilitas-fasilitas ini memungkinkan pengguna (disabilitas) untuk datang,” kata Ketua Forum Disabilitas ASEAN Lim Puay Tiak saat mengunjungi Taman Arkeologi Leang-Leang bersama delegasi negara ASEAN lain pada Kamis (12/10/2023) lalu.
Hal senada diungkap Pendiri Lembaga Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI) Yustisia Arief. Ia merupakan penyandang disabilitas daksa polio. Ia menyatakan sangat mengapresiasi destinasi wisata Leang-Leang yang ramah dan nyaman bagi penyandang disabilitas.
“Jadi, kami sebagai penyandang disabilitas bisa mendapatkan hak kami untuk berwisata dan menikmati pemandangan di sini sebagaimana pengunjung lain. Ini menyenangkan sekali,” tuturnya.