Ini Alasan Kenapa Pendidikan Chef Muda soal Butchery di Indonesia Minim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ada banyak profesi di bidang kuliner, salah satunya butcher. Butcher merupakan profesi yang disebut juga sebagai ‘tukang daging’. Namun, tugas butcher tidak hanya memotong daging, melainkan mengenal berbagai jenis dan bagian-bagian daging.
Di Indonesia, pendidikan butchery masih sangat minim. Hal itu disampaikan oleh Chef Stefu Santoso. Menurutnya, kekurangan pendidikan butchery di Indonesia adalah jam praktik dan biaya.
“Kekurangannya saya lihat practical time mereka sangat kurang. Kalau masuk job training di industri, mereka mengerjakan ke hal-hal yang sifatnya masih belum terlalu besar, lebih ke potong sayuran, preparation, jaga stall omelet. Hal-hal semacam ini dikerjakan anak-anak training. Ketika skill sudah mampu, mereka akan diberi job lebih tinggi tapi bergantung pada properti dan kemampuan anak,” ujar Chef Stefu saat ditemui dalam acara grand final National Butchery and Cooking Competition yang diselenggarakan oleh MLA di Raffles Hotel, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Selain itu, kendala biaya juga menjadi alasan para chef muda kurang mendapat pendidikan tentang butchery. Chef Stefu mengakui kalau bahan baku daging sangat mahal.
“Mau motong daging yang dipotong daging, jadi harus beli daging, alasannya beli daging mahal. Untuk beli bahan baku ini saya akui nggak murah, karena kita harus beli daging yang nggak asal-asalan kan. Daging harus proper, jadi mereka belajar muscle to muscle,” jelasnya.
Lebih lanjut Chef Stefu menjelaskan, ketika satu kelas berisi 20 siswa, maka harus beli 20 daging dan tentu biayanya tidak murah. Hal tersebut yang membuat sekolah agak sulit membuat pendidikan butchery.
“Itu celah yg dilihat oleh MLA, bagaimana mereka bisa kembalikan pada community di Indonesia. Kompetisi ini sebenarnya nggak 100 persen, setengahnya lebih ke dukasi. Edukasi ini yang nggak bisa mereka dapat. Edukasi ini bisa didapat dari sponsor, nah dananya dikeluarkan untuk edukasi,” pungkas sang chef.
Lihat Juga: Gerai Panho Panmee Milik Chef Stefani Horison Resmi Dibuka, Obat Kangen Pecinta Makanan Malaysia
Di Indonesia, pendidikan butchery masih sangat minim. Hal itu disampaikan oleh Chef Stefu Santoso. Menurutnya, kekurangan pendidikan butchery di Indonesia adalah jam praktik dan biaya.
“Kekurangannya saya lihat practical time mereka sangat kurang. Kalau masuk job training di industri, mereka mengerjakan ke hal-hal yang sifatnya masih belum terlalu besar, lebih ke potong sayuran, preparation, jaga stall omelet. Hal-hal semacam ini dikerjakan anak-anak training. Ketika skill sudah mampu, mereka akan diberi job lebih tinggi tapi bergantung pada properti dan kemampuan anak,” ujar Chef Stefu saat ditemui dalam acara grand final National Butchery and Cooking Competition yang diselenggarakan oleh MLA di Raffles Hotel, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Baca Juga
Selain itu, kendala biaya juga menjadi alasan para chef muda kurang mendapat pendidikan tentang butchery. Chef Stefu mengakui kalau bahan baku daging sangat mahal.
“Mau motong daging yang dipotong daging, jadi harus beli daging, alasannya beli daging mahal. Untuk beli bahan baku ini saya akui nggak murah, karena kita harus beli daging yang nggak asal-asalan kan. Daging harus proper, jadi mereka belajar muscle to muscle,” jelasnya.
Lebih lanjut Chef Stefu menjelaskan, ketika satu kelas berisi 20 siswa, maka harus beli 20 daging dan tentu biayanya tidak murah. Hal tersebut yang membuat sekolah agak sulit membuat pendidikan butchery.
“Itu celah yg dilihat oleh MLA, bagaimana mereka bisa kembalikan pada community di Indonesia. Kompetisi ini sebenarnya nggak 100 persen, setengahnya lebih ke dukasi. Edukasi ini yang nggak bisa mereka dapat. Edukasi ini bisa didapat dari sponsor, nah dananya dikeluarkan untuk edukasi,” pungkas sang chef.
Lihat Juga: Gerai Panho Panmee Milik Chef Stefani Horison Resmi Dibuka, Obat Kangen Pecinta Makanan Malaysia
(tsa)