Sejarah Gereja Santa Maria de Fatima, Bangunan Bergaya Tionghoa di Pecinan Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gereja Santa Maria de Fatima merupakan gereja di kawasan Glodok yang ada sejak zaman dahulu atau dikenal juga sebagai kawasan pecinan.
Berbeda dengan bangunan gereja pada umumnya, Gereja Santa de Fatima memiliki bangunan unik, dengan perpaduan khas budaya Tionghoa yang cukup kental, di mana arsitekturnya mirip klenteng. '
Nama gereja Santa Maria de Fatima diambil dari sebuah cerita tentang penampakan Bunda Maria kepada tiga anak gembala di Fatima, Portugal. Cerita itu tergambar dalam relief Gua Maria yang terletak di sisi kanan gereja.
Ornamen dengan perpaduan warna merah, kuning, dan emas mendominasi bangunan. Lengkap dengan dua buah patung singa atau patung kilin yang diletakkan pada bagian bangunan utama, yang melambangkan kemegahan.
Bentuk ornamen Tionghoa pada gereja Santa Maria de Fatima didominasi oleh garis-garis yang melengkung. Garis- garis melengkung tersebut menimbulkan kesan dinamis dan tidak terlihat kaku.
Pada bagian atapnya, tertera banyak tulisan dalam bahasa mandarin yang memohon kebaikan dan keberuntungan. Salah satunya, adalah tulisan yang terdapat pada atap bagian depan gereja Santa Maria de Fatima, yang bertuliskan Li Fu yang berarti keberuntungan dan Xiang Tang, yang tidak menunjukkan arti apapun.
Bagunan gereja dibangun pada abad ke-19 dan ditetapkan sebagai cagar budaya pada tahun 1972.
Selain digunakan sebagai tempat ibadah, bangunan ini juga dijadikan sekolah, sekaligus asrama bagi orang-orang Hoakiau (Cina Perantau) yang berada di sekitar Glodok.
Pada tahun 1953, di belilah sebidang tanah dengan luas 1 hektar untuk dijadikan kompleks gereja dan sekolah dari seorang kapitan (lurah yang berkuasa di daerah pecinan, masa itu) bermarga Tjioe, pada tahun 1954 tanah dan bangunan itu resmi menjadi milik gereja.
Pada tahun 1955, bangunan ini resmi dijadikan sebagai gereja Katolik.
Berbeda dengan bangunan gereja pada umumnya, Gereja Santa de Fatima memiliki bangunan unik, dengan perpaduan khas budaya Tionghoa yang cukup kental, di mana arsitekturnya mirip klenteng. '
Nama gereja Santa Maria de Fatima diambil dari sebuah cerita tentang penampakan Bunda Maria kepada tiga anak gembala di Fatima, Portugal. Cerita itu tergambar dalam relief Gua Maria yang terletak di sisi kanan gereja.
Arsitektur Gereja Santa de Fatima
Gereja Santa de Fatima, adalah gereja Katolik yang masih mempertahankan gaya bangunan khas Fukien atau Tiongkok Selatan.Ornamen dengan perpaduan warna merah, kuning, dan emas mendominasi bangunan. Lengkap dengan dua buah patung singa atau patung kilin yang diletakkan pada bagian bangunan utama, yang melambangkan kemegahan.
Bentuk ornamen Tionghoa pada gereja Santa Maria de Fatima didominasi oleh garis-garis yang melengkung. Garis- garis melengkung tersebut menimbulkan kesan dinamis dan tidak terlihat kaku.
Pada bagian atapnya, tertera banyak tulisan dalam bahasa mandarin yang memohon kebaikan dan keberuntungan. Salah satunya, adalah tulisan yang terdapat pada atap bagian depan gereja Santa Maria de Fatima, yang bertuliskan Li Fu yang berarti keberuntungan dan Xiang Tang, yang tidak menunjukkan arti apapun.
Bagunan gereja dibangun pada abad ke-19 dan ditetapkan sebagai cagar budaya pada tahun 1972.
Awal mula gereja
Tujuan awal dibangunnya Gereja Santa Maria adalah, saat adanya tugas pelayanan dan pewartaan dari Vikaris Apostolik Jakarta, Mgr. Adrianus Djajasapoetra SJ kepada Pater Wilhelmus Krause Van Eeden SJ.Selain digunakan sebagai tempat ibadah, bangunan ini juga dijadikan sekolah, sekaligus asrama bagi orang-orang Hoakiau (Cina Perantau) yang berada di sekitar Glodok.
Pada tahun 1953, di belilah sebidang tanah dengan luas 1 hektar untuk dijadikan kompleks gereja dan sekolah dari seorang kapitan (lurah yang berkuasa di daerah pecinan, masa itu) bermarga Tjioe, pada tahun 1954 tanah dan bangunan itu resmi menjadi milik gereja.
Pada tahun 1955, bangunan ini resmi dijadikan sebagai gereja Katolik.
(tdy)