Waspada Penyakit Ginjal Kronis Akibat Diabetes, Terapi Obat Ini Bantu Perburukan Kondisi Pasien

Senin, 15 Januari 2024 - 22:22 WIB
loading...
Waspada Penyakit Ginjal Kronis Akibat Diabetes, Terapi Obat Ini Bantu Perburukan Kondisi Pasien
Lebih dari 422 juta orang dewasa di dunia hidup dengan diabetes melitus, 40% di antaranya berkembang menjadi penyakit ginjal kronis (PGK). Foto Ilustrasi/iStock
A A A
JAKARTA - Lebih dari 422 juta orang dewasa di dunia hidup dengan diabetes melitus, 40% di antaranya berkembang menjadi penyakit ginjal kronis (PGK). Berdasarkan survei International Diabetes Foundation (IDF) tahun 2021, Indonesia menempati peringkat kelima dari negara-negara dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia atau sekitar 19,5 juta orang di tahun 2021, dan diperkirakan mencapai 28,6 juta orang pada 2045.

PGK sendiri merupakan kondisi hilangnya fungsi ginjal secara bertahap. Jika mengalami PGK, pasien mulai kehilangan fungsi ginjal untuk menyaring kotoran dan kelebihan cairan dari darah, yang kemudian dibuang melalui urin. Penyakit yang terjadi pada ginjal awalnya tidak bergejala, akibatnya banyak orang tidak mengetahui bahwa mereka mengalami gangguan ginjal.

Hingga saat ini masih banyak orang yang belum menyadari pentingnya memelihara kesehatan ginjal dan apa yang perlu dilakukan bila kemudian fungsi ginjal menurun. Terlebih bagi mereka yang memiliki hipertensi dan diabetes.

Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH menjelaskan, penyebab utama progresi PGK pada pasien diabetes tipe 2 adalah terjadinya inflamasi dan fibrosis di ginjal.

"Ketika mengalami fibrosis, artinya ada kegagalan dari respons fungsi penyembuhan dan perbaikan yang ada pada ginjal. Sehingga, progresi menuju gagal ginjal akan semakin cepat," urai dr. Pringgodigdo Nugroho di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Lebih jauh dr. Pringgodigdo Nugroho menerangkan tiga efek gabungan yang dapat memperburuk PGK. Yakni faktor metabolik, hemodinamik, serta inflamasi dan fibrosis.

"Sejauh ini, obat-obatan PGK yang sudah ada lebih menargetkan faktor hemodinamik dan metabolik. Oleh sebab itu, untuk progresi PGK pada pasien diabetes tipe 2 diperlukan pemeriksaan sejak dini dan pengobatan inovatif yang mampu memperlambat progresi PGK secara langsung yang menargetkan inflamasi dan fibrosis, serta penurunan albumin,” beber dr. Pringgodigdo Nugroho.

Berdasarkan data IHME Global Burden of Disease tahun 2019, PGK masuk dalam 10 besar penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Maka, perlu ada penanggulangan dengan meningkatkan awareness masyarakat dan menghadirkan terapi inovatif untuk pengobatan sejak tahap dini.

Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Metabolik dan Endokrinologi Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, FINASIM mengungkapkan, 1 dari 10 orang di dunia menderita PGK. Namun, 9 dari 10 orang yang didiagnosis menderita PGK tidak menyadari kondisinya.

Prof. Ketut Suastika menjelaskan, tingkat gula darah yang tinggi dapat merusak ginjal secara perlahan, dan lama-kelamaan ginjal tidak mampu menyaring darah sebagaimana seharusnya sehingga terjadi PGK.

“PGK pada diabetes tipe 2 adalah penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal, dan dapat memperpendek harapan hidup hingga 16 tahun," beber Prof. Suastika.

“Tanda awal penyakit ginjal pada pasien diabetes adalah peningkatan pengeluaran albumin dalam urin. Hal ini terjadi jauh sebelum tes yang biasa dilakukan oleh dokter menunjukkan bukti bahwa pasien menderita penyakit ginjal, sehingga penting bagi penderita diabetes untuk melakukan tes ini setidaknya sekali setahun," tambahnya.

PGK tercatat sebagai penyebab 4,6% kematian global pada 2017 dan merupakan peringkat ke-12 sebagai penyebab kematian di tahun yang sama. Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan pada 2040, diproyeksikan PGK menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 didapatkan prevalensi PGK di Indonesia sebesar 0,38% atau 3,8 orang per 1.000 penduduk, dan sekitar 60% penderita gagal ginjal tersebut harus menjalani dialisis.

”Dokter harus lebih proaktif melakukan skiring PGK pada pasien diabetes tipe 2. Ada baiknya awareness para dokter, khususnya di bidang Endokrin, lebih ditingkatkan. Jika menghadapi pasien dengan diabetes tipe 2, ada baiknya skrining PGK juga rutin dilakukan minimal sekali setahun. Sehingga jika ditemukan lebih awal, dokter dapat memberikan pengobatan yang lebih tepat dan menghindari progresi," terang Prof. Suastika.

Faktor utama progresi PGK pada pasien diabetes tipe 2 adalah inflamasi dan fibriosis di ginjal yang terlihat dari adanya albuminuria yang merupakan tanda awal kerusakan ginjal.

Untuk bantu mengatasi inflamasi dan fibriosis di ginjal, Bayer Indonesia meluncurkan obat Finerenone. Obat ini diklaim mampu mencegah munculnya inflamasi dan fibrosis sebagai faktor utama kerusakan struktur permanen pada ginjal yang berujung gagal ginjal dan cuci darah bagi pasien PGK dengan diabetes tipe 2.

Berdasarkan penelitian American Society of Nephrology (ASN) Kidney Week 2021, terapi dengan Finerenone mampu menurunkan risiko progresi PGK pada pasien diabetes tipe 2, serta menunjukkan penurunan kebutuhan dialisis sebesar 36%.

“Finerenone dari Bayer merupakan pengobatan inovatif yang disetujui secara global dan Indonesia untuk mengatasi tingginya risiko perburukan ginjal pada pasien PGK dengan diabetes tipe 2. Obat ini secara khusus menargetkan penurunan risiko inflamasi dan fibrosis, yang menjadi keunggulan utama pengobatan ini, khususnya bagi pasien PGK dengan diabetes tipe 2,” kata Dr. Dewi Muliatin Santoso, Head of Medical Dept. Pharmaceutical Division PT Bayer Indonesia.

Pedoman klinis terbaru untuk manajemen PGK dengan diabetes tipe 2 merekomendasikan kombinasi terapi obat untuk mengurangi risiko secara optimal, yaitu dengan Finerenone.

“Finerenone dari Bayer adalah Mineralocorticoid Receptor Antagonist (MRA) nonsteroid pertama yang disetujui BPOM untuk PGK (dengan albuminuria) yang berhubungan dengan diabetes tipe 2 pada orang dewasa,” ujar Dr. Dewi.

Finerenone bekerja dengan memblokir sekelompok protein, yang disebut reseptor mineralokortikoid. Peningkatan stimulasi reseptor mineralokortikoid diketahui memicu cedera dan peradangan pada ginjal sehingga berperan dalam progresi PGK.

Menurut Dr. Dewi, Finerenone berfungsi menghentikan stimulasi tersebut untuk memperlambat, bahkan mencegah peradangan atau inflamasi, serta fibrosis yang bisa memperparah dan merusak ginjal. Data juga menunjukkan adanya penurunan albumin secara lebih cepat setelah empat bulan mendapatkan terapi menggunakan Finerenone, dan hasilnya pun berdampak jangka panjang pada ginjal.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2375 seconds (0.1#10.140)