Penting Mengenali Gejala ADHD pada Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder merupakan gangguan perkembangan otak yang dapat mengakibatkan seorang anak sulit untuk memusatkan perhatiannya, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif. Sayang, orang-orang di sekitar anak dengan ADHD tidak menyadari bahwa anak tersebut memiliki gangguan, lalu menilainya sebagai anak nakal ataupun malas karena tidak dapat berkonsentrasi dan tak mau diam.
Padahal sikap tersebut merupakan beberapa gejala dari gangguan ADHD. Adapun gejala-gejala lain dari ADHD yaitu sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian, berperilaku impulsif dan hiperaktif, serta tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak. ( )
Pada umumnya, ADHD memberikan dampak negatif pada prestasi anak di sekolah dan juga kehidupan sosialnya. Berbagai karakteristik kehidupan seorang anak dengan ADHD di sekolah yang dapat dilihat adalah kinerja akademik rendah (misalnya matematika, membaca), meskipun mendapat bantuan atau kelas tambahan; berbicara sangat banyak; berlarian di dalam kelas; tidak memiliki teman; kehidupan sosial terbatas; tidak memiliki hobi atau ketertarikan pada aktivitas rekreasional; dan sering kali bertengkar dengan anggota keluarga.
Sedangkan karakteristik pribadi seorang anak ADHD dapat dilihat bahwa perhatiannya sangat mudah teralihkan; tidak menyukai pertanyaan matematika, memecahkan masalah, dan bacaan yang panjang; sering kali menginterupsi guru dan teman sekelas saat berbicara; serta memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Spesialis Anak dr. Herbowo Agung F Soetomenggolo, Sp.A (K) mengatakan, baik orangtua, keluarga, guru, maupun pengasuh dari anak dengan ADHD membutuhkan pengetahuan serta bimbingan agar dapat membantu anak tersebut mengendalikan gejala-gejala ADHD dan menerapkan pola hidup sehat pada anak.
“Anak dengan ADHD tidak dapat sembuh secara total, namun jika didiagnosis sejak dini lalu diberikan perawatan serta terapi yang tepat, maka anak dengan ADHD dapat beradaptasi dan menjalankan aktvitasnya, baik di sekolah maupun kehidupan sehari-hari secara normal,” kata dr. Herbowo dalam Webinar yang diadakan Johnson & Johnson Indonesia.
Sementara itu Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia mengatakan, pandemi global virus corona menyebabkan banyak ketidakpastian yang dapat menyebabkan masyarakat lebih cemas, terutama orangtua dengan anak kondisi tertentu, seperti ADHD.
“Kami sadar bahwa orangtua tersebut membutuhkan dukungan lebih, dalam hal informasi yang jelas dan benar untuk membantu mereka menjaga anak selama masa pandemi,” ujar Devy.
Hingga saat ini penyebab ADHD belum diketahui secara pasti, namun menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, sejumlah kasus ADHD menunjukkan adanya beberapa bagian otak berukuran lebih kecil dan metabolisme di otaknya mengalami penurunan di daerah tertentu. Selain itu juga mengalami kekurangan beberapa bahan kimia di otak, seperti dopamin atau norepinefrin dan serotonin.
Keterlambatan maturasi otak dan disfungsi pada sirkuit otak tertentu juga merupakan salah satu penyebab utamanya sehingga dapat mengganggu kognitif, perhatian, dan fungsi eksekutif. ( )
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang memiliki ADHD adalah genetik dan lingkungan. Intervensi perilaku beserta farmakoterapi merupakan terapi yang baik bagi ADHD. Sementara intervensi perilaku yang dilakukan dengan mengoreksi perilaku bermasalah melalui pelatihan, dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki fungsi sehari-hari dan sosial.
Sebaliknya, jika anak ADHD tidak dirawat atau diberikan tatalaksana yang tepat, dapat menyebabkan anak tersebut menderita luka berat saat masa kanak-kanak, kemungkinan menyalahgunakan obat/alkohol atau merokok, dan lebih dari satu kali kejadian dengan polisi saat remaja.
Padahal sikap tersebut merupakan beberapa gejala dari gangguan ADHD. Adapun gejala-gejala lain dari ADHD yaitu sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian, berperilaku impulsif dan hiperaktif, serta tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak. ( )
Pada umumnya, ADHD memberikan dampak negatif pada prestasi anak di sekolah dan juga kehidupan sosialnya. Berbagai karakteristik kehidupan seorang anak dengan ADHD di sekolah yang dapat dilihat adalah kinerja akademik rendah (misalnya matematika, membaca), meskipun mendapat bantuan atau kelas tambahan; berbicara sangat banyak; berlarian di dalam kelas; tidak memiliki teman; kehidupan sosial terbatas; tidak memiliki hobi atau ketertarikan pada aktivitas rekreasional; dan sering kali bertengkar dengan anggota keluarga.
Sedangkan karakteristik pribadi seorang anak ADHD dapat dilihat bahwa perhatiannya sangat mudah teralihkan; tidak menyukai pertanyaan matematika, memecahkan masalah, dan bacaan yang panjang; sering kali menginterupsi guru dan teman sekelas saat berbicara; serta memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Spesialis Anak dr. Herbowo Agung F Soetomenggolo, Sp.A (K) mengatakan, baik orangtua, keluarga, guru, maupun pengasuh dari anak dengan ADHD membutuhkan pengetahuan serta bimbingan agar dapat membantu anak tersebut mengendalikan gejala-gejala ADHD dan menerapkan pola hidup sehat pada anak.
“Anak dengan ADHD tidak dapat sembuh secara total, namun jika didiagnosis sejak dini lalu diberikan perawatan serta terapi yang tepat, maka anak dengan ADHD dapat beradaptasi dan menjalankan aktvitasnya, baik di sekolah maupun kehidupan sehari-hari secara normal,” kata dr. Herbowo dalam Webinar yang diadakan Johnson & Johnson Indonesia.
Sementara itu Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia mengatakan, pandemi global virus corona menyebabkan banyak ketidakpastian yang dapat menyebabkan masyarakat lebih cemas, terutama orangtua dengan anak kondisi tertentu, seperti ADHD.
“Kami sadar bahwa orangtua tersebut membutuhkan dukungan lebih, dalam hal informasi yang jelas dan benar untuk membantu mereka menjaga anak selama masa pandemi,” ujar Devy.
Hingga saat ini penyebab ADHD belum diketahui secara pasti, namun menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, sejumlah kasus ADHD menunjukkan adanya beberapa bagian otak berukuran lebih kecil dan metabolisme di otaknya mengalami penurunan di daerah tertentu. Selain itu juga mengalami kekurangan beberapa bahan kimia di otak, seperti dopamin atau norepinefrin dan serotonin.
Keterlambatan maturasi otak dan disfungsi pada sirkuit otak tertentu juga merupakan salah satu penyebab utamanya sehingga dapat mengganggu kognitif, perhatian, dan fungsi eksekutif. ( )
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang memiliki ADHD adalah genetik dan lingkungan. Intervensi perilaku beserta farmakoterapi merupakan terapi yang baik bagi ADHD. Sementara intervensi perilaku yang dilakukan dengan mengoreksi perilaku bermasalah melalui pelatihan, dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki fungsi sehari-hari dan sosial.
Sebaliknya, jika anak ADHD tidak dirawat atau diberikan tatalaksana yang tepat, dapat menyebabkan anak tersebut menderita luka berat saat masa kanak-kanak, kemungkinan menyalahgunakan obat/alkohol atau merokok, dan lebih dari satu kali kejadian dengan polisi saat remaja.
(tsa)