3 Sumber Karbohidrat Pengganti Beras yang Mahal, Bisa Turunkan Risiko Diabetes
loading...
A
A
A
JAKARTA – Harga beras menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, saat ini harga beras menembus Rp17 ribu per kilo dan menjadi harga beras paling tinggi.
Menyikapi kondisi itu, dokter spesialis penyakit dalam, Profesor Zubairi Djoerban memberikan alternatif kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan karbohidrat di tengah naiknya harga beras, yakni dengan mengonsumsi makanan, seperti jagung, ubi jalar dan singkong.
“Situasi yang cukup pelik. Namun mari coba lihat dari sisi lain. Bagaimana kalau naiknya harga beras ini kita jadikan momentum untuk hidup lebih sehat dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lain?” kata Profesor Zubairi, dikutip dari akun X @ProfesorZubairi, Minggu (17/3/2024).
Profesor Zubairi mengatakan jagung memiliki karbohidrat kompleks, serat dan protein yang membuat jagung lebih lama dicerna dalam tubuh. Kemudian ada serat jagung yang bisa memperlambat pemecahan karbohidrat. Di sisi lain, jagung juga mempunyai indeks glikemik berada di angka 52.
Sedangkan ubi jalar mengandung potasium atau kalium yang mampu untuk kontrol tekanan darah. Indeks glikemik ubi jalar ketika mentah berada di angka 41.
Namun, indeks glikemiknya bisa berubah tergantung pengolahan. Contohnya jika direbus selama 30 menit, indeks glikemiknya di angka 46. Namun, jika direbus hanya 8 menit nilai indeks itu bisa menjadi 61.
Lebih lanjut pada singkong, karena memiliki indeks glikemik berada di angka 46, angka tersebut masuk dalam kategori rendah sehingga gula darah tidak naik dalam waktu singkat.
“Coba saja perlahan untuk mengubah kebiasaan makan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat alternatif tersebut agar tidak terlalu bergantung dengan nasi putih. Dengan begitu kantong tetap aman, badan pun tetap sehat,” ucap Profesor Zubairi.
Hal itu karena semakin sering seseorang mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat berpengaruh terhadap kerusakan pembuluh darah dan saraf yang mengontrol jantung lalu menyebabkan terbentuknya plak di dinding arteri.
Kondisi itu juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya yang menemukan seseorang mengonsumsi nasi putih dengan porsi lebih banyak memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan diabetes tipe 2 dibandingkan yang mengonsumsi dengan porsi lebih sedikit. Karena sebagaimana diketahui, nasi putih memiliki indeks glikemik lebih tinggi.
“Dengan angka indeks glikemik tersebut maka karbohidrat pada nasi putih dicerna lebih cepat oleh tubuh sehingga kadar gula darah pun naik lebih cepat,” tuturnya.
Menyikapi kondisi itu, dokter spesialis penyakit dalam, Profesor Zubairi Djoerban memberikan alternatif kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan karbohidrat di tengah naiknya harga beras, yakni dengan mengonsumsi makanan, seperti jagung, ubi jalar dan singkong.
“Situasi yang cukup pelik. Namun mari coba lihat dari sisi lain. Bagaimana kalau naiknya harga beras ini kita jadikan momentum untuk hidup lebih sehat dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lain?” kata Profesor Zubairi, dikutip dari akun X @ProfesorZubairi, Minggu (17/3/2024).
Profesor Zubairi mengatakan jagung memiliki karbohidrat kompleks, serat dan protein yang membuat jagung lebih lama dicerna dalam tubuh. Kemudian ada serat jagung yang bisa memperlambat pemecahan karbohidrat. Di sisi lain, jagung juga mempunyai indeks glikemik berada di angka 52.
Sedangkan ubi jalar mengandung potasium atau kalium yang mampu untuk kontrol tekanan darah. Indeks glikemik ubi jalar ketika mentah berada di angka 41.
Namun, indeks glikemiknya bisa berubah tergantung pengolahan. Contohnya jika direbus selama 30 menit, indeks glikemiknya di angka 46. Namun, jika direbus hanya 8 menit nilai indeks itu bisa menjadi 61.
Lebih lanjut pada singkong, karena memiliki indeks glikemik berada di angka 46, angka tersebut masuk dalam kategori rendah sehingga gula darah tidak naik dalam waktu singkat.
“Coba saja perlahan untuk mengubah kebiasaan makan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat alternatif tersebut agar tidak terlalu bergantung dengan nasi putih. Dengan begitu kantong tetap aman, badan pun tetap sehat,” ucap Profesor Zubairi.
Hal itu karena semakin sering seseorang mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat berpengaruh terhadap kerusakan pembuluh darah dan saraf yang mengontrol jantung lalu menyebabkan terbentuknya plak di dinding arteri.
Kondisi itu juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya yang menemukan seseorang mengonsumsi nasi putih dengan porsi lebih banyak memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan diabetes tipe 2 dibandingkan yang mengonsumsi dengan porsi lebih sedikit. Karena sebagaimana diketahui, nasi putih memiliki indeks glikemik lebih tinggi.
“Dengan angka indeks glikemik tersebut maka karbohidrat pada nasi putih dicerna lebih cepat oleh tubuh sehingga kadar gula darah pun naik lebih cepat,” tuturnya.
(tdy)