Masjid di Bantul Sajikan Bubur Sayur Lodeh untuk Buka Puasa, Pertahankan Tradisi Ratusan Tahun
loading...
A
A
A
BANTUL - Masjid Sabi'ilurrosyad di Dusun Kauman, Kalurahan Wijirejo, Pandak, Bantul, Jawa Tengah kembali menyajikan bubur sayur lodeh untuk buka puasa di bulan Ramadan. Tak hanya sekadar buka bersama, ini merupakan tradisi ratusan tahun yang masih dipertahankan sampai saat ini.
Tradisi buka puasa dengan bubur sayur lodeh di Masjid Sabi'ilurrosyad merupakan warisan Panembahan Bodho, murid Sunan Kalijaga.
Takmir Masjid Sabi'ilurrosyad Haryadi mengatakan, sajian bubur nasi putih dengan siraman sayur lodeh ini menjadi menu rutin yang disajikan bagi warga maupun jamaah setiap bulan puasa. Hal tersebut dilakukan sebagai tradisi turun-temurun.
"Setiap Ramadhan memang selalu ada (bubur sayur lodeh). Tradisi ini sudah berlangsung lama dari nenek moyang yang masih kita pertahankan," kata Haryadi ditemui di Masjid Sabi'ilurrosyad, Selasa (19/03/2024).
Foto/Yohanes Demo
Foto/Yohanes Demo
Setiap harinya menyediakan sekitar 100 porsi bubur. Namun berbeda jika di hari Jumat. Di mana masjid akan menambah porsi hingga 500 piring bubur sayur lodeh. Hal ini untuk mengantisipasi tambahan jamaah umum yang datang berkunjung.
"Biasanya kalau hari Jumat lebih banyak. Masyarakat dari luar banyak yang datang hanya sekadar ingin merasakan. Kami sediakan untuk mereka juga," jelasnya.
Meski demikian, Haryadi tidak tahu persis kapan tradisi ini dimulai. Akan tetapi, warga sekitar meyakini bahwa takjil bubur sayur lodeh sudah ada sejak masa Panembahan Bodho (Raden Trenggono).
"Mulainya kapan tidak tahu persis, tetapi warga sekitar meyakini bahwa bubur sayur lodeh sudah ada sejak masa Panembahan Bodho, dan ini dilakukan untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Bantul," ujarnya.
Tak sekadar makanan pelepas lapar, Haryadi menyebut bahwa pemilihan menu bubur memiliki banyak makna. Selain makna filosofi, bahan-bahan untuk membuat bubur pun hasil sumbangan dari masyarakat.
"Bubur itu kan halus, dan halus itu bagus. Jadi maksudnya akan sangat diterima di masyarakat jika masuknya dengan cara yang halus. Kemudian kata bubur dimaknai sebagai bibiran yang memiliki makna bagus," ungkapnya.
"Kemudian, kenapa di pilih bubur, karena pada zaman dahulu masih sulit untuk makan. Jadi beras yang sedikit itu dijadikan bubur sehingga bisa dibuat lebih banyak porsinya," pungkasnya.
Tradisi buka puasa dengan bubur sayur lodeh di Masjid Sabi'ilurrosyad merupakan warisan Panembahan Bodho, murid Sunan Kalijaga.
Takmir Masjid Sabi'ilurrosyad Haryadi mengatakan, sajian bubur nasi putih dengan siraman sayur lodeh ini menjadi menu rutin yang disajikan bagi warga maupun jamaah setiap bulan puasa. Hal tersebut dilakukan sebagai tradisi turun-temurun.
"Setiap Ramadhan memang selalu ada (bubur sayur lodeh). Tradisi ini sudah berlangsung lama dari nenek moyang yang masih kita pertahankan," kata Haryadi ditemui di Masjid Sabi'ilurrosyad, Selasa (19/03/2024).
Foto/Yohanes Demo
Foto/Yohanes Demo
Setiap harinya menyediakan sekitar 100 porsi bubur. Namun berbeda jika di hari Jumat. Di mana masjid akan menambah porsi hingga 500 piring bubur sayur lodeh. Hal ini untuk mengantisipasi tambahan jamaah umum yang datang berkunjung.
"Biasanya kalau hari Jumat lebih banyak. Masyarakat dari luar banyak yang datang hanya sekadar ingin merasakan. Kami sediakan untuk mereka juga," jelasnya.
Meski demikian, Haryadi tidak tahu persis kapan tradisi ini dimulai. Akan tetapi, warga sekitar meyakini bahwa takjil bubur sayur lodeh sudah ada sejak masa Panembahan Bodho (Raden Trenggono).
"Mulainya kapan tidak tahu persis, tetapi warga sekitar meyakini bahwa bubur sayur lodeh sudah ada sejak masa Panembahan Bodho, dan ini dilakukan untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Bantul," ujarnya.
Tak sekadar makanan pelepas lapar, Haryadi menyebut bahwa pemilihan menu bubur memiliki banyak makna. Selain makna filosofi, bahan-bahan untuk membuat bubur pun hasil sumbangan dari masyarakat.
"Bubur itu kan halus, dan halus itu bagus. Jadi maksudnya akan sangat diterima di masyarakat jika masuknya dengan cara yang halus. Kemudian kata bubur dimaknai sebagai bibiran yang memiliki makna bagus," ungkapnya.
"Kemudian, kenapa di pilih bubur, karena pada zaman dahulu masih sulit untuk makan. Jadi beras yang sedikit itu dijadikan bubur sehingga bisa dibuat lebih banyak porsinya," pungkasnya.
(dra)