Hak Suami Istri dan Adab Pergaulan Menurut Imam Al-Ghazali

Senin, 25 Maret 2024 - 11:40 WIB
loading...
Hak Suami Istri dan Adab Pergaulan Menurut Imam Al-Ghazali
Imam al-Ghazali. Ilustrasi: Ist
A A A
Imam Ghazali mengemukakan sejumlah hak suami istri dan adab pergaulan di antara mereka yang kehidupan berkeluarga tidak akan dapat harmonis tanpa semua itu.

Di antara adab-adab yang dituntunkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah itu ialah berakhlak yang baik terhadapnya dan sabar dalam menghadapi godaannya.

Allah berfirman: "... Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara yang ma'ruf (patut) ..., [ QS An Nisa' : 19]

"... Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat." ( QS An Nisa' : 21 )

"... Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu ...." (An Nisa: 36)



Ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan "teman sejawat" dalam ayat di atas ialah istri.

Imam Ghazali berkata, "Ketahuilah bahwa berakhlak baik kepada mereka (istri) bukan cuma tidak menyakiti mereka, tetapi juga sabar menerima keluhan mereka, dan penyantun ketika mereka sedang emosi serta marah, sebagaimana diteladankan Rasulullah SAW .

Istri-istri beliau itu sering meminta beliau untuk mengulang-ulangi perkataan, bahkan pernah ada pula salah seorang dari mereka menghindari beliau sehari semalam.

Beliau pernah berkata kepada Aisyah, "Sungguh, aku tahu kalau engkau marah dan kalau engkau rela." Aisyah bertanya, "Bagaimana engkau tahu?" Beliau menjawab, "Kalau engkau rela, engkau berkata, 'Tidak, demi Tuhan Muhammad,' dan bila engkau marah, engkau berkata, 'Tidak, demi Tuhan Ibrahim.' Aisyah menjawab, "Betul, (kalau aku marah) aku hanya menghindari menyebut namamu."

Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer" mengatakan dari adab yang dikemukakan Imam Ghazali itu dapat ditambahkan bahwa di samping bersabar menerima atau menghadapi kesulitan istri, juga bercumbu, bergurau, dan bermain-main dengan mereka, karena yang demikian itu dapat menyenangkan hati wanita.



Rasulullah SAW biasa bergurau dengan istri-istri beliau dan menyesuaikan diri dengan pikiran mereka dalam bertindak dan berakhlak, sehingga diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan perlombaan lari cepat dengan Aisyah.

Umar bin Khattab ra - yang dikenal berwatak keras itu-- pernah berkata, "Seyogyanya sikap suami terhadap istrinya seperti anak kecil, tetapi apabila mencari apa yang ada di sisinya (keadaan yang sebenarnya) maka dia adalah seorang laki-laki."

Dalam menafsirkan hadis: "Sesungguhnya Allah membenci alja'zhari al-jawwazh," dikatakan bahwa yang dimaksud ialah orang yang bersikap keras terhadap istri (keluarganya) dan sombong pada dirinya. Dan ini merupakan salah satu makna firman Allah: 'utul. Ada yang mengatakan bahwa lafal 'utul berarti orang yang kasar mulutnya dan keras hatinya terhadap keluarganya.

Keteladanan tertinggi bagi semua itu ialah Rasulullah SAW. Meski bagaimanapun besarnya perhatian dan banyaknya kesibukan beliau dalam mengembangkan dakwah dan menegakkan agama, memelihara jama'ah, menegakkan tiang daulah dari dalam dan memeliharanya dari serangan musuh yang senantiasa mengintainya dari luar, beliau tetap sangat memperhatikan para istrinya.



Beliau adalah manusia yang senantiasa sibuk berhubungan dengan Tuhannya seperti berpuasa, salat, membaca Al-Qur'an, dan berzikir, sehingga kedua kaki beliau bengkak karena lamanya berdiri ketika melakukan salat lail, dan menangis sehingga air matanya membasahi jenggotnya.

"Namun, sesibuk apa pun beliau tidak pernah melupakan hak-hak istri-istri beliau yang harus beliau penuhi," kata al-Qardhawi.

Jadi, aspek-aspek Rabbani tidaklah melupakan beliau terhadap aspek insani dalam melayani mereka dengan memberikan makanan ruhani dan perasaan mereka yang tidak dapat terpenuhi dengan makanan yang mengenyangkan perut dan pakaian penutup tubuh.

Pernyataan al-Qardhawi ini terkait dengan pertanyaan seorang perempuan yang mengeluhkan perlakuan suaminya. Sang suami tidak pelit memberi nafkah materi akan tetapi tidak menunjukkan sikap yang menyenangkan di depan istrinya.

"Saya tidak pernah mendapatkan wajah yang cerah, perkataan manis, dan perasaan hidup yang menenteramkan. Dia tidak begitu peduli dengan keberadaan saya dan kedudukan saya sebagai istri," ujarnya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2188 seconds (0.1#10.140)