Pentas Ulang ‘Bunga Penutup Abad’ yang Semarak

Selasa, 20 November 2018 - 08:26 WIB
Pentas Ulang ‘Bunga Penutup Abad’ yang Semarak
Pentas Ulang ‘Bunga Penutup Abad’ yang Semarak
A A A
JAKARTA - Tingginya minat masyarakat yang menyaksikan pementasan teater Bunga Penutup Abad yang digelar pada Agustus 2016 di Jakarta dan Maret 2017 di Bandung yang mencapai 2.653 penonton, mendorong Titimangsa Foundation didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation kembali mempersembahkan pementasan teater Bunga Penutup Abad.

Pementasan yang dikemas berbeda dan lebih menarik ini digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 17 dan 18 November 2018 itu sekaligus menjawab tingginya permintaan masyarakat khususnya yang belum mendapatkan kesempatan menyaksikan pementasan sebelumnya.
Pentas Ulang ‘Bunga Penutup Abad’ yang Semarak

Sambutan luar biasa penonton pada pementasan Bunga Penutup Abad lalu ini pun kemudian mendorong Titimangsa Foundation untuk mengangkat sosok Pramoedya Ananta Toer dalam dimensi yang berbeda melalui sebuah pameran arsip yang telah diadakan pada bulan April 2018 lalu bertajuk ‘Namaku Pram: Catatan dan Arsip’.

Pameran juga mendulang sukses besar. Mampu mendatangkan pengunjung sebanyak 36.000 orang dari berbagai lapisan usia mulai. Mulai para orangtua hingga anak-anak muda milenial. Belakangan generasi milenial acap mengutip teks-teks Pram, dan itu menjadi sebuah tren.

Bunga Penutup Abad merupakan drama panggung yang pindahkan dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa yang termasuk dalam seri novel Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Pementasan yang digelar 2 hari ini merupakan hasil dari komitmen, kerja keras, serta kesuksesan dari pementasan sebelumnya dan kecintaan seluruh tim pendukung untuk memberi roh pada karya novel dari sastrawan kebanggaan Indonesia.

Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, menuturkan, pementasan ulang Bunga Penutup Abad digelar karena tingginya minat masyarakat ini menunjukkan bahwa karya sastra Indonesia tetap aktual dan dapat diangkat dengan kemasan kekinian sehingga lebih mudah diapresiasi terutama oleh generasi muda.

"Karya sastra menggambarkan kehidupan serta mampu menjadi sumber untuk menggali identitas dan sejarah peradaban bangsa. Pementasan ini merupakan hasil kolaborasi yang digali oleh para kreator serta menghadirkan nama-nama yang telah berprestasi di layar lebar, dan keikutsertaan mereka memberikan warna segar untuk menampilkan adaptasi yang berbeda di atas panggung. Semoga pementasan teater Bunga Penutup Abad ini mendorong para insan kreatif untuk terus berkarya, menggali potensi, mengembangkan dan melestarikan keindahakn serta keragaman budaya Indonesia,” ujar Renita.
Pentas Ulang ‘Bunga Penutup Abad’ yang Semarak

Untuk pementasan teater Bunga Penutup Abad kali ini masih menghadirkan pemain yang berdedikasi dalam aktingnya dan telah membuktikan kemampuannya di panggung teater.Mereka adalah Reza Rahadian sebagai Minke, Lukman Sardi sebagai Jean Marais, Chelsea Islan sebagai Annelies, serta pemain cilik berbakat, Sabia Arifin sebagai May Marais.

Dan yang semakin membuat lakon ini menarik adalah sosok Nyai Ontosoroh yang diperankan oleh Marsha Timothy. Pementasan ini juga masih merupakan kolaborasi antara Wawan Sofwan sebagai sutradara dan Happy Salma sebagai produser.

"Saya sangat antusias dan senang, dalam pertunjukan kali ini, terdapat pergantian pemain yang saya rasa akan memberikan kesegaran, bahwa sebuah peran bukan hanya milik atau diidentikkan pada seorang aktor. Mereka bebas diinterprestasikan, diolah dan dimainkan oleh setiap aktor dalam gaya pemeranan yang berbeda," Happy Salma, Founder Titimangsa Foundation.

Karya seni memang selalu memiliki banyak pintu kemungkinan dalam menafsirnya. Happy berharap, semoga lewat tafsir yang disajikan pertunjukan ini mampu memberi ruang yang baik bagi penonton, karena pada akhirnya penonton pulalah yang menjadi bagian dari pertunjukan.

Bunga Penutup Abad ini berkisah mengenai kehidupan Nyai Ontosoroh dan Minke setelah kepergian Annelies ke Belanda. Nyai Ontosoroh yang khawatir mengenai keberadaan Annelies, mengutus seorang pegawainya untuk menemani kemana pun Annelies pergi, bernama Robert Jan Dapperste atau Panji Darman.

Kehidupan Annelies sejak berangkat dari pelabuhan Surabaya dikabarkan oleh Panji Darman melalui surat-suratnya yang dikirimkan pada Minke dan Nyai Ontosoroh. Surat-surat itu bercap pos dari berbagai kota tempat singgahnya kapal yang ditumpangi Annelies dan Panji Darman. Minke selalu membacakan surat-surat itu pada Nyai Ontosoroh.

Surat demi surat membuka sebuah pintu nostalgia antara mereka bertiga, seperti ketika pertama kali Minke berkenalan dengan Annelies dan Nyai Ontosoroh, bagaimana Nyai Ontosoroh digugat oleh anak tirinya sampai akhirnya Annelies harus dibawa pergi ke Belanda berdasarkan keputusan pengadilan putih Hindia Belanda.

Cerita berakhir beberapa saat ketika Minke mendapatkan kabar bahwa Annelies meninggal di Belanda. Minke yang dilanda kesedihan kemudian meminta izin pada Nyai Ontosoroh untuk pergi ke Batavia melanjutkan sekolah menjadi dokter. Ke Batavia, Minke membawa serta lukisan potret Annelies yang dilukis oleh sahabatnya Jean Marais. Minke memberi nama lukisan itu, Bunga Penutup Abad.

Pementasan ini juga didukung oleh orang-orang yang berdedikasi di bidangnya yaitu Happy Salma sebagai Produser, Wawan Sofwan sebagai Sutradara, Iskandar Loedin (pimpinan Artistik), Deden Jalaludin Bulqini (penata multimedia), Ricky Lionardi (penata musik) dan Deden Siswanto (penata kostum).

Pada pementasan kali ini, Titimangsa Foundation menghadirkan pula musik soundtrack pementasan yang direkam dalam bentuk CD. Masyarakat bisa mendapatkan CD yang dijual di media sosial Titimangsa dan di tempat pertunjukan nanti.
(akn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0706 seconds (0.1#10.140)