Mencicipi Kelezatan Nasi Boran, Salah Satu Kuliner Legendaris Lamongan
loading...
A
A
A
LAMONGAN - Nasi boran menjadi salah satu kuliner khas Lamongan. Namanya mungkin tak setenar soto atau tahu campur khas Lamongan, tetapi termasuk makanan legendaris.
Nasi boran atau dalam bahasa Jawa sego boran menjadi warisan nenek moyang sejak zaman masa penjajahan.
Kuliner ini bisa ditemukan dengan mudah bila anda memasuki wilayah Kabupaten Lamongan. Biasanya para pedagang berjualan di tepi jalan, termasuk pada ruas Jalan Raya Surabaya - Bojonegoro.
Salah seorang penjual nasi boran, Suparni mengatakan nasi boran merupakan kuliner khas asli Lamongan yang sudah ada sejak dahulu. Konon kuliner ini sudah ada sejak era sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Mbah saya waktu tahun 1940-an sudah buat ini. Ya dulu makanan rakyat di waktu masa penjajahan. Saya dapat membuat ini juga warisan resep dari almarhumah nenek dan ibu," ujar Suparni, ditemui
Nasi boran sebenarnya hanya berupa nasi biasa dengan bumbu layaknya bumbu bali, namun lebih komplet ditambah dengan ketumbar. Satu lagi yang membedakan dengan bali, yakni ada kandungan kelapa yang diparut sehingga bumbu terlihat kental.
Lalu dari mana nama boran diambil? Boran merupakan sebutan tempat nasi yang digunakan menaruh nasi dalam penyajian bersama bumbu dan lauknya.
Tempat nasi ini terbuat dari anyaman bambu layaknya wakul dengan kapasitas besar. Nasi yang disajikan atau dijajakan akan ditaruh tempat tersebut. Satu wadah menurut Suparni mampu menampung maksimal 10 kilogram nasi.
"Ya istilahnya kalau sekarang wakul, tapi ukurannya jumbo terbuat dari anyaman bambu. Orang Lamongan menyebutnya Boranan. Ya namanya jadi nasi boran," ucap perempuan yang berjualan sejak 1982.
Ia menambahkan dulu lauknya hanya berupa tempe, tahu, telur, atau ayam kampung. Namun, seiring perkembangan zaman ada penambahan lauk.
"Ya kalau nasi boran lauknya sekarang lebih variatif. Ada udang, telur, tahu, peyek kacang, hati ayam, dan ikan bandeng," ujar dia.
Selain lauk di atas ada beberapa lauk yang khas jarang ditemukan di daerah luar Lamongan. Lauk tersebut yakni gimbal empuk, pletuk dan ikan sili. Gimbal empuk merupakan makanan berbentuk bulat yang terbuat dari tepung terigu dan bumbu lainnya dan memiliki rasa gurih. Sedangkan Pletuk merupakan kacang kedelai yang di sangrai dan di tumbuk halus.
Pada penyajiannya pun nasi boran terbilang cukup unik, tak ada nasi boran yang disajikan dalam piring. Penyajian nasi boran pada umumnya pada selembar kertas minyak dilapisi daun pisan, kemudian dibentuk kerucut.
Dalam sehari Suparni sendiri memerlukan maksimal 10 kilogram beras mengingat kapasitas tempat atau 'boran' maksimal 10 kilogram nasi. Namun bila sepi ia hanya menyiapkan 5 kilogram beras, yang dapat memproduksi 5 kilogram nasi.
Perempuan yang sehari - hari berjualan di selatan Kantor Pemkab Lamongan tepatnya di pertigaan bawah pohon beringin Jalan KH Achmad Dahlan ini, mengaku dari porsi nasi tersebut bila ramai mampu menjual hingga 100 bungkus.
"Kalau lagi ramai 100 bungkus laku. Terlebih kalau liburan biasanya malah masak nasi dan lauknya lagi karena kurang. Ya kalau puasa gini kan orang - orang banyak yang buka puasa di masjid malamnya juga sahur di rumah,jadi ya turunlah," tuturnya sambil tersenyum.
Jumlah itu kian meningkat ketika momen lebaran dimana arus mudik dan balik, para masyarakat yang melakukan aktivitas silaturahmi pada Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan bahkan mencapai 100 porsi lebih atau naik sekitar 50 persennya.
"Saya jualan dari jam 20.00 WIB sampai 03.00 WIB. Kalau tidak puasa jualan mulai jam 14.00 WIB sampai 02.00 WIB," ujar perempuan 53 tahun ini.
Bagi anda yang ingin menyantap nasi boran ini tak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Untuk satu porsinya dengan isi nasi, tahu, peyek kacang, telur, dan bumbu anda cukup merogoh kocek Rp 10.000
Tentu harga akan berbeda bila anda menggunakan lauk yang tergolong musiman layaknya ikan sili dan ikan kuthuk. Namun jangan khawatir kantong anda akan terkuras. Maksimal satu porsi nasi boran dapat dinikmati dengan harga Rp25.000
"Ya kisarannya antara Rp10.000 sampai Rp25.000 lah. Kalau saya jualnya dari Rp8.000 hingga Rp20 ribu, yang termahal," kata Suparni.
Di Lamongan sendiri terdapat beberapa tempat - tempat yang menjual nasi boran. Bila anda melintasi Kota Lamongan pada sore hingga malam hari akan menjumpai sejumlah penjual nasi boran di trotoar di selatan Jalan Raya Lamongan - Surabaya.
Namun bila tak ingin asap kendaraan mengganggu anda menikmati makanan, anda bisa mencari pedagang nasi boran di kawasan sepanjang Jalan KH Achmad Dahlan tepatnya di selatan Kantor Pemkab Lamongan.
Suparni menjelaskan, alasan penjual nasi boran memilih berjualan di tepi jalan raya. Selain ada izin dan tempat tidak mengganggu pengguna trotoar, juga melestarikan kuliner asli Lamongan.
"Kalau zaman dahulu jualannya di dalam kampung. Tapi saat ini diizinkan di pinggir jalan. Karena untuk melestarikan juga kuliner asli Lamongan ini," jelasnya.
Seorang pemudik warga Lamongan, Suharno mengungkapkan, setiap kali ia dan keluarga pulang kampung menyempatkan diri untuk membeli nasi boran. Memang kuliner ini jarang ditemukan di daerah lain, berbeda dengan menu kuliner Lamongan lain seperti soto atau tahu campurnya.
"Kalau di luar daerah kan susah nyarinya, di Bekasi saja jarang ketemu. Makanya kalau pas lagi pulang kampung beberapa kali mampir beli," kata Suharno.
Baginya selain bersilaturahmi dengan keluarga di momen lebaran, kuliner nasi boran juga mengobati rasa kangen para perantau di kampung halaman.
"Ya buat ngobati kangen saja, kalau waktunya cukup ya makan mampir biasanya," tandasnya.
Lihat Juga: Menjelajah Nusantara melalui Cita Rasa, Saksikan Program Terbaru 'Jejak Rasa Authentic' di MNCTV
Nasi boran atau dalam bahasa Jawa sego boran menjadi warisan nenek moyang sejak zaman masa penjajahan.
Kuliner ini bisa ditemukan dengan mudah bila anda memasuki wilayah Kabupaten Lamongan. Biasanya para pedagang berjualan di tepi jalan, termasuk pada ruas Jalan Raya Surabaya - Bojonegoro.
Salah seorang penjual nasi boran, Suparni mengatakan nasi boran merupakan kuliner khas asli Lamongan yang sudah ada sejak dahulu. Konon kuliner ini sudah ada sejak era sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Mbah saya waktu tahun 1940-an sudah buat ini. Ya dulu makanan rakyat di waktu masa penjajahan. Saya dapat membuat ini juga warisan resep dari almarhumah nenek dan ibu," ujar Suparni, ditemui
Nasi boran sebenarnya hanya berupa nasi biasa dengan bumbu layaknya bumbu bali, namun lebih komplet ditambah dengan ketumbar. Satu lagi yang membedakan dengan bali, yakni ada kandungan kelapa yang diparut sehingga bumbu terlihat kental.
Lalu dari mana nama boran diambil? Boran merupakan sebutan tempat nasi yang digunakan menaruh nasi dalam penyajian bersama bumbu dan lauknya.
Tempat nasi ini terbuat dari anyaman bambu layaknya wakul dengan kapasitas besar. Nasi yang disajikan atau dijajakan akan ditaruh tempat tersebut. Satu wadah menurut Suparni mampu menampung maksimal 10 kilogram nasi.
"Ya istilahnya kalau sekarang wakul, tapi ukurannya jumbo terbuat dari anyaman bambu. Orang Lamongan menyebutnya Boranan. Ya namanya jadi nasi boran," ucap perempuan yang berjualan sejak 1982.
Ia menambahkan dulu lauknya hanya berupa tempe, tahu, telur, atau ayam kampung. Namun, seiring perkembangan zaman ada penambahan lauk.
"Ya kalau nasi boran lauknya sekarang lebih variatif. Ada udang, telur, tahu, peyek kacang, hati ayam, dan ikan bandeng," ujar dia.
Selain lauk di atas ada beberapa lauk yang khas jarang ditemukan di daerah luar Lamongan. Lauk tersebut yakni gimbal empuk, pletuk dan ikan sili. Gimbal empuk merupakan makanan berbentuk bulat yang terbuat dari tepung terigu dan bumbu lainnya dan memiliki rasa gurih. Sedangkan Pletuk merupakan kacang kedelai yang di sangrai dan di tumbuk halus.
Pada penyajiannya pun nasi boran terbilang cukup unik, tak ada nasi boran yang disajikan dalam piring. Penyajian nasi boran pada umumnya pada selembar kertas minyak dilapisi daun pisan, kemudian dibentuk kerucut.
Dalam sehari Suparni sendiri memerlukan maksimal 10 kilogram beras mengingat kapasitas tempat atau 'boran' maksimal 10 kilogram nasi. Namun bila sepi ia hanya menyiapkan 5 kilogram beras, yang dapat memproduksi 5 kilogram nasi.
Perempuan yang sehari - hari berjualan di selatan Kantor Pemkab Lamongan tepatnya di pertigaan bawah pohon beringin Jalan KH Achmad Dahlan ini, mengaku dari porsi nasi tersebut bila ramai mampu menjual hingga 100 bungkus.
"Kalau lagi ramai 100 bungkus laku. Terlebih kalau liburan biasanya malah masak nasi dan lauknya lagi karena kurang. Ya kalau puasa gini kan orang - orang banyak yang buka puasa di masjid malamnya juga sahur di rumah,jadi ya turunlah," tuturnya sambil tersenyum.
Jumlah itu kian meningkat ketika momen lebaran dimana arus mudik dan balik, para masyarakat yang melakukan aktivitas silaturahmi pada Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan bahkan mencapai 100 porsi lebih atau naik sekitar 50 persennya.
"Saya jualan dari jam 20.00 WIB sampai 03.00 WIB. Kalau tidak puasa jualan mulai jam 14.00 WIB sampai 02.00 WIB," ujar perempuan 53 tahun ini.
Bagi anda yang ingin menyantap nasi boran ini tak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Untuk satu porsinya dengan isi nasi, tahu, peyek kacang, telur, dan bumbu anda cukup merogoh kocek Rp 10.000
Tentu harga akan berbeda bila anda menggunakan lauk yang tergolong musiman layaknya ikan sili dan ikan kuthuk. Namun jangan khawatir kantong anda akan terkuras. Maksimal satu porsi nasi boran dapat dinikmati dengan harga Rp25.000
"Ya kisarannya antara Rp10.000 sampai Rp25.000 lah. Kalau saya jualnya dari Rp8.000 hingga Rp20 ribu, yang termahal," kata Suparni.
Di Lamongan sendiri terdapat beberapa tempat - tempat yang menjual nasi boran. Bila anda melintasi Kota Lamongan pada sore hingga malam hari akan menjumpai sejumlah penjual nasi boran di trotoar di selatan Jalan Raya Lamongan - Surabaya.
Namun bila tak ingin asap kendaraan mengganggu anda menikmati makanan, anda bisa mencari pedagang nasi boran di kawasan sepanjang Jalan KH Achmad Dahlan tepatnya di selatan Kantor Pemkab Lamongan.
Suparni menjelaskan, alasan penjual nasi boran memilih berjualan di tepi jalan raya. Selain ada izin dan tempat tidak mengganggu pengguna trotoar, juga melestarikan kuliner asli Lamongan.
"Kalau zaman dahulu jualannya di dalam kampung. Tapi saat ini diizinkan di pinggir jalan. Karena untuk melestarikan juga kuliner asli Lamongan ini," jelasnya.
Seorang pemudik warga Lamongan, Suharno mengungkapkan, setiap kali ia dan keluarga pulang kampung menyempatkan diri untuk membeli nasi boran. Memang kuliner ini jarang ditemukan di daerah lain, berbeda dengan menu kuliner Lamongan lain seperti soto atau tahu campurnya.
"Kalau di luar daerah kan susah nyarinya, di Bekasi saja jarang ketemu. Makanya kalau pas lagi pulang kampung beberapa kali mampir beli," kata Suharno.
Baginya selain bersilaturahmi dengan keluarga di momen lebaran, kuliner nasi boran juga mengobati rasa kangen para perantau di kampung halaman.
"Ya buat ngobati kangen saja, kalau waktunya cukup ya makan mampir biasanya," tandasnya.
Lihat Juga: Menjelajah Nusantara melalui Cita Rasa, Saksikan Program Terbaru 'Jejak Rasa Authentic' di MNCTV
(tdy)