Gaya Hidup Milenial Lebih Sehat

Minggu, 26 Mei 2019 - 08:01 WIB
Gaya Hidup Milenial Lebih Sehat
Gaya Hidup Milenial Lebih Sehat
A A A
NEW YORK - Kesehatan dan kebugaran tubuh saat ini dianggap sebagai sebuah kemewahan dan menjadi bagian dari gaya hidup modern.

Kekayaan dan kemakmuran saja belum cukup apabila bentuk tubuh tidak ideal dan badan tidak fit. Anggapan ini awalnya muncul di kalangan generasi milenial dan menjelma menjadi salah satu gengsi kehidupan masa kini.

Beragam penawaran di bidang kebugaran tubuh dan kesehatan telah meningkat tajam di kalangan milenial dalam beberapa tahun terakhir. Tak mengherankan jika industri kesehatan dan kebugaran tumbuh lebih dari 12% di seluruh dunia antara 2015 hingga 2017 menjadi senilai USD4,2 triliun.

Sebagian besar konsumennya adalah generasi milenial yang menurut Pew Research Center lahir antara 1981 hingga 1996. “Lihatlah saat ini tempat spa menyebar di mana-mana. Jenis perawatannya pun bermacammacam. Itu baru salah satu contoh,” ujar Lina Batarags dari Business Insider.

Sanford Health juga menyatakan kaum milenial menjadi generasi tersehat dan menghabiskan lebih banyak uang untuk kebugaran ketimbang untuk keperluan lain, termasuk pendidikan.

Kalangan milenial di New York rata-rata membelanjakan USD500 per bulan atau USD6.000 per tahun untuk kelas kebugaran. Mereka juga otomatis membeli perlengkapan olahraga dan selalu minum air putih— terutama dalam kemasan—sebanyak mungkin.

Selain itu generasi milenial lebih senang berolahraga lari pada pagi atau sore hari, baik pribadi maupun bersama-sama dalam event. Total uang belanja kaum milenial diperkirakan akan mencapai USD1,14 triliun pada 2020.

Sejauh ini kalangan milenial dikenal sebagai generasi yang bijak dalam mengelola keuangannya. Pernyataan itu tidak salah. Seperti dilansir businessinsider.sg, orang kaya milenial memang lebih banyak berinvestasi dalam program kesehatan dan kebugaran.

Lebih dari itu, secara umum, generasi milenial juga lebih senang membelanjakan uangnya untuk sebuah pengalaman atau petualangan ketimbang membeli barang.

Menurut hasil studi JPMorgan, generasi milenial rela merogoh kocek lebih dalam demi bisa melakukan perjalanan ke sebuah tempat, pengalaman unik, menikmati beragam hiburan, dan makan bersama bila dibandingkan dengan orang tua dan kakek nenek mereka.

Firma Extreme International juga menyatakan kalangan milenial kaya raya tidak tertarik dengan status sosial. Mereka lebih senang menciptakan pengalaman berharga dengan uangnya.

“Mereka berlibur ke Ibiza atau New York. Kekayaan mereka terletak pada cerita, bukan pada barang-barang mahal,” kata Andrew Moultrie. Di tengah kemajuan teknologi, kaum milenial juga senang memamerkan semua yang mereka miliki atau alami di media sosial (medsos), terutama sesuatu yang dianggap keren.

Mereka mengunggah berjuta foto atau video, mulai dari kepemilikan jet pribadi hingga kapal pesiar. Karena itu mereka dikenal sebagai kaum narsis. Baru-baru ini kalangan milenial kaya-raya turut meramaikan falling stars challenge di media sosial.

“Sama seperti namanya, tantangan itu menampilkan orang kaya berpura-pura terjatuh dari kendaraan mahal miliknya, baik mobil, jet pribadi ataupun kapal pesiar. Ini adalah fenomena sosial,” kata Zeynep Yeniser dari Maxim.

Di samping itu generasi milenial lebih senang berbelanja secara online daripada secara konvensional. Peter Niessen dari American Express Insights mengatakan, model satu kali klik untuk pembelian barang-barang mahal baru terjadi kali ini.

Pertumbuhan belanja milenial untuk barang mewah secara online naik sekitar 31% pada 2011. “Bagi saya pertumbuhan itu tidak mengejutkan mengingat sebagian besar pembelanjaan milenial terjadi secara online,” kata Niessen.

Pada 2019, alas kaki menjadi barang paling banyak dicari di pasar online. Sepatu yang sering digunakan para fashionista dan selebritas Triple S sneaker senilai USD900 juga laris.

Sneaker merupakan simbol status baru para ahli dan mereka yang berkecimpung di bidang teknologi informasi (TI). Pandangan ini dibentuk oleh penampilan para CEO muda di Silicon Valey seperti CEO Facebook Mark Zuckerberg yang sering mengenakan kaus, jeans,dan sweater.

Menurut para ahli, fashion baru ini menunjukkan kekuasaan, kreativitas, dan eksklusivitas milenial. Pakar marketing Yuswohady menilai perbedaan mendasar kalangan rich millennial dan generasi sebelumnya dalam menghabiskan uang mereka ada pada passion.

Dia menilai kalangan rich millennial menganggap urusan kekayaan harus dinikmati dari sisi experience yang jarang dirasakan banyak orang.

“Misalnya orang kaya dari kalangan milenial menikmati liburan menyelam di suatu tempat terpencil kemudian diabadikan lewat foto. Jadi experience-nya kelihatan menikmati sensasi libur yang berbeda dan itu biayanya mahal,” ujarnya.

Sementara itu orang kaya dari kalangan generasi sebelum milenial seperti gen X dan baby boomers memiliki kecenderungan berbeda dalam menghabiskan uang.

“Generasi sebelumnya menghabiskan uang cenderung monoton. Liburannya ke tempat yang biasa saja. Mereka lebih mementingkan barang glamor dan menyimpan kekayaan untuk generasi selanjutnya,” urai Siwo—sapaan Yuswohady.

Selain kaum milenial, ada pula orang kaya dari kalangan purpose driven.Kelompok ini merupakan orang kaya yang cenderung menginspirasi banyak orang.

“Misalnya anakanak muda pendiri startup yang sekarang jadi unicorn.Banyak anak muda yang memimpikan menjadi sesosok seperti itu,” ucap dia.

Kalangan ini tidak terlalu banyak mengekspos kekayaan mereka, tapi lebih banyak berbagi inspirasi baik di media sosial maupun secara langsung. Bukan berarti mereka tidak bergaya hidup kelas atas. (Muh Shamil/ Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3654 seconds (0.1#10.140)