Cacar Api, Ancaman Serius yang Tak Boleh Disepelekan

Minggu, 25 Agustus 2024 - 20:50 WIB
loading...
Cacar Api, Ancaman Serius...
Foto: Doc. Istimewa
A A A
JAKARTA - Virus cacar air yang menginfeksi ketika masa kanak-kanak jangan pernah disepelekan. Lantaran virus ini bisa berubah menjadi cacar api atau disebut herpes zoster ketika daya tahan tubuh menurun di masa dewasa.

Cacar Api atau Herpes Zoster adalah ruam menyakitkan yang disebabkan oleh reaktivasi virus varisela zoster, yang juga menjadi penyebab cacar air. Setelah terinfeksi cacar air, virus varisela zoster kemudian dorman di dalam tubuh Anda. Tak seperti cacar air, cacar api menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa seperti terbakar api atau tersengat listrik.

Cacar Api paling sering diderita individu berusia di atas 50 tahun. Lebih dari 90% individu berusia 50 tahun memiliki virus yang dapat menyebabkan Cacar Api. individu berisiko menderita Cacar Api sepanjang hidup Gejala awal Cacar Api dapat berupa rasa kesemutan atau rasa nyeri di area kulit, sakit kepala, atau merasa tidak enak badan. Biasanya, ruam melepuh dapat muncul beberapa hari kemudian di satu sisi tubuh saja.

Melihat hal itu, Satuan tugas (satgas) imunisasi dewasa berkolaborasi dengan berbagai perhimpunan dokter spesialis menyebut pentingnya edukasi mengenai vaksinasi cacar api atau yang lebih dikenal dengan herpes zoster untuk masyarakat. Dalam hal ini diutamakan untuk masyarakat usia 18 tahun ke atas yang mengalami masalah kekebalan tubuh karena alami penyakit kanker diabetes jantung dan lainnya.

“Vaksin untuk cacar api ini direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di usia 18 tahun ke atas hingga usia lanjut. Untuk cara mengakses dan lain sebagainya, masyarakat bisa mengakses situs web Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),” kata Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI Dr. dr. Sukamto Koesnoe pada konferensi pers di Jakarta, Minggu (25/8/2024).

dr. Soekamto Koesnoe Sp.PD-KAI mengatakan vaksin herpes zoster (cacar api) adalah aman untuk orang berdaya tahan tubuh rendah dan tidak menyebabkan sakit. “Karena ini bukan vaksin hidup, kelebihannya ini adalah vaksin rekombinan yang aman diberikan kepada kelompok yang daya tahan tubuhnya menurun, jadi tidak menyebabkan sakit,” kata Soekamto.

Soekamto menambahkan efektivitas vaksin herpes zoster juga sudah tidak diragukan dan bisa diberikan kepada seseorang yang sudah memiliki riwayat penyakit. “Pada penyakit kardiovaskular vaksin herpes zoster menurunkan risiko infark miokard atau kerusakan otot jantung karena koroner, menurunkan angka kematian mortalitas sebanyak tiga tahun pasien kardiovaskular,” kata Soekamto.

Begitu juga pada lansia, vaksin herpes zoster memiliki efikasi lebih dari 90 persen pada pasien 50 tahun ke atas meskipun daya tahan tubuhnya telah menurun, dan bertahan hingga 10 tahun setelah vaksinasi. Pemberian vaksin juga dapat menurunkan rasa nyeri akibat herpes zoster dan kualitas hidupnya akan meningkat setelah divaksin.

Soekamto mengatakan edukasi tentang vaksin herpes zoster perlu ditingkatkan agar kualitas hidup pasien semakin baik dan tidak menyebabkan depresi yang berkelanjutan akibat beban menanggung sakit dari cacar api.

Dia mengatakan bahwa, per Juli 2024 jadwal imunisasi dewasa sudah diperbarui dengan menambahkan vaksin untuk cacar api sebagai salah satu rekomendasi dari Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI.

Sukamto juga mengemukakan satgas imunisasi dewasa telah memberikan informasi dan kolaborasi dengan para dokter spesialis lain, utamanya yang berhubungan dengan vaksin multidisiplin terkait vaksin cacar api tersebut.

“Ini dilakukan untuk mencegah penyakit atau infeksi dengan pemberian vaksin. Selain itu, juga dilakukan telaah vaksin apakah cocok atau tidak dari para ahli dan mengacu pada tolak ukur atau benchmark dari seluruh dunia,” ujar dia.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PAPDISally Aman Nasution menyampaikan pentingnya vaksin cacar api karena bakteri tersebut memiliki keistimewaan, yakni bisa aktif kapanpun imun tubuh seseorang sedang lemah, dan dapat dipicu oleh beberapa penyakit bawaan atau komorbid.

“Paradigma berpikir kita perlu diubah dari kuratif menjadi preventif. Kalau ada yang bisa dicegah ya kita cegah, atau minimal seperti secondary prevention, jangan sampai terkena lagi. Cacar api ini ada keistimewaan karena mekanismenya reaktivasi, sehingga vaksin ini memungkinkan kita bisa intervensi, jangan sampai masyarakat terkena herpes zoster,” paparnya.

Dia juga mengemukakan, lebih dari 90 persen masyarakat usia dewasa memiliki virus varisela zoster yang dorman atau tidur pada tubuh mereka, di mana faktor risiko tertinggi kasus cacar api terjadi pada lanjut usia (lansia) berusia 50 tahun ke atas.

Berdasarkan data, perempuan memiliki 19 persen peningkatan risiko terkena cacar api, tetapi penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menemukan penyebab dari meningkatnya risiko cacar api dari jenis kelamin tersebut.

“Cacar api ini dapat mengganggu kualitas hidup apabila tidak dicegah, sehingga paradigma para pemangku kepentingan juga perlu diubah, tidak hanya fokus pada kuratif tetapi juga preventif. Ada satgas imunisasi karena ternyata banyak sekali penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi pada populasi dewasa. Ini yang belum banyak masyarakat paham,” ucapnya.

Menurutnya, baik PAPDI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), Perhimpunan Dokter Neurologi Seluruh Indonesia (Perdosni), maupun seluruh akademisi dan pemangku kepentingan perlu mengubah paradigma tentang imunisasi.

“Paradigma ini tidak hanya perlu di masyarakat yang paham, tetapi juga akademisi dan pemangku kepentingan yang ingin ada outcome (hasil) di masyarakat tentang kesehatan agar selalu diperbarui. Jadi tidak hanya mengobati, tetapi juga mencegah, dan advokasi ke regulator, yang diakomodasi jangan pengobatan saja, tetapi kalau bisa pencegahan, termasuk imunisasi,” tuturnya.

Ke depan, Sally berharap vaksin herpes zoster bisa mendapat perhatian dari regulator dan menjadi bagian dalam program pemerintah agar masyarakat Indonesia yang berisiko dapat memupunya akses ke vaksin ini. “Saya dan rekan sejawat juga akan divaksin herpes zoster dan menghimbau agar rekan sejawat divaksin di rumah sakit yang sudah tersedia,” tandas dr Sally.

Sebagai informasi, Vaksin zoster rekombinan adalah subvaksin yang berisi glikoprotein E yang tidak hidup, memiliki kandungan adjuvan sebagai penambah daya tahan tubuh yang bisa mempertahankan imunitas hingga 10 tahun setelah di vaksin. Vaksin itu berisi sebagian kecil virus zoster, dan berkat adjuvan, pasien yang divaksin memiliki kekebalan tubuh yang lebih lama.
(unt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0822 seconds (0.1#10.140)