Banyak Diderita Laki-laki, Pengobatan Inovatif Harapan Pasien Kanker Paru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Data Globocan menunjukkan sekira 30.023 penduduk Indonesia didiagnosa kanker paru . Sementara, 26.095 orang meninggal akibat kanker paru pada tahun 2018. Kanker paru masih menjadi kanker paling mematikan di Indonesia sehingga menempatkan Indonesia pada zona yang serius.
Bahkan, data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan adanya peningkatan angka kunjungan pasien kanker paru pada pusat rujukan respirasi nasional sebesar hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan 15 tahun yang lalu. (Baca: Dokter Yunani Ungkap Rahasia Vaksin Covid-19 Buatan Rusia)
Data yang sama juga menemukan insiden tertinggi untuk kanker paru di Indonesia adalah pada laki-laki. Sementara 11,2% diantaranya adalah perempuan. Dalam #LUNGTalk yang diadakan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP), dr. Erlang Samoedro, Sp.P selaku Sekretaris Umum PDPI mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi rokok yang tinggi.
Padahal rokok sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker paru. Maka itu untuk menekan prevalensi kanker paru di Indonesia perlu pengendalian dan penurunan prevalensi rokok serta pengendalian polusi udara.
“Saat ini pengobatan kanker paru di Indonesia telah tersedia dalam beberapa pilihan pengobatan seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi target, dan yang paling terbaru ialah imunoterapi,” terang dr. Erlang.
Standar pengobatan kanker di Indonesia sendiri telah maju dan setara dengan standar pengobatan internasional. Khusus di masa pandemi seperti sekarang ini, penanganan pasien kanker dilengkapi dengan protokol kesehatan dan keselamatan yang ketat terutama di rumah sakit. (Baca juga: Pertanyakan BLT, Warga Aceh Utara Luka Parah Dibacok Kepala Desa)
“Kami para ahli medis berharap meskipun kondisi pandemi seperti sekarang ini, pasien tetap mengkomunikasikan penyakitnya dan berkonsultasi kepada kami untuk menentukan jadwal pengobatannya untuk menghindari komplikasi lebih lanjut,” imbuh dr. Erlang.
Perlu diketahui, seluruh terapi kanker paru ini telah ada di Indonesia dengan mengikuti panduan tatalaksana Kanker Paru dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia yang disesuaikan dengan pedoman internasional. Sehingga, proses diagnostik dan terapi sama dengan standar di seluruh dunia.
Sejak 2016, Indonesia telah mengenal imunoterapi untuk kanker paru, yang cara kerjanya menstimulasi sistem imun tubuh untuk memberikan respons imunitas antituor, sehingga meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru stadium stadium lanjut menjadi lebih panjang. Serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
“Sedikit berbeda dengan kemoterapi yang berfungsi untuk membunuh sel kanker, imunoterapi ini meningkatkan respons imunitas antitumor,” sebut dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K) selaku Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PDPI.
Pada saat ini kombinasi kemoterapi dan imunoterapi menjadi salah satu standar baru pengobatan kanker paru. Kehadiran imunoterapi menjawab tantangan dari metode pengobatan kanker terdahulu, yaitu peningkatan respons terapi dan peningkatan kualitas hidup. (Baca juga: Begini Cara Mencegah Kanker Usus)
Terobosan pengobatan kanker paru saat ini dapat memberikan optimisme dan proses pengobatan yang lebih baik, khususnya bagi pasien kanker sehingga bisa memberikan hidup yang berkualitas. Dr. Sita menjelaskan, ada beberapa jenis imunoterapi untuk pasien kanker paru-paru yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien kanker. Antaralain; imunoterapi penghambat ‘checkpoint’ sistem imun, vaksin kanker berupa vaksin terapeutik untuk membunuh sel kanker, dan terapi sel t adoptive yang merubah salah satu jenis sel darah putih pada penderita kanker untuk dapat kembali menyerang sel kanker.
Lebih jelasnya, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi ini adalah langsung menyasar atau menghambat pertemuan sel imun yang kerap dimanfaatkan oleh sel kanker untuk menghindari serangan dari sistem imun atau daya tahan tubuh. “Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut,” beber dr. Sita. (Lihat videonya: Polsek Ciracas Dibakar Gerombolan Tak Dikenal)
Di masa yang akan datang, imunoterapi diharapkan dapat berkembang lebih jauh berdasarkan kebutuhannya dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker lainnya di Indonesia. Tentunya setiap metode pengobatan memiliki performa dan efek yang berbeda bagi setiap pasien kanker tergantung pada jenis kebutuhan pasien itu. (Sri Noviarni)
Bahkan, data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan adanya peningkatan angka kunjungan pasien kanker paru pada pusat rujukan respirasi nasional sebesar hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan 15 tahun yang lalu. (Baca: Dokter Yunani Ungkap Rahasia Vaksin Covid-19 Buatan Rusia)
Data yang sama juga menemukan insiden tertinggi untuk kanker paru di Indonesia adalah pada laki-laki. Sementara 11,2% diantaranya adalah perempuan. Dalam #LUNGTalk yang diadakan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP), dr. Erlang Samoedro, Sp.P selaku Sekretaris Umum PDPI mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi rokok yang tinggi.
Padahal rokok sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker paru. Maka itu untuk menekan prevalensi kanker paru di Indonesia perlu pengendalian dan penurunan prevalensi rokok serta pengendalian polusi udara.
“Saat ini pengobatan kanker paru di Indonesia telah tersedia dalam beberapa pilihan pengobatan seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi target, dan yang paling terbaru ialah imunoterapi,” terang dr. Erlang.
Standar pengobatan kanker di Indonesia sendiri telah maju dan setara dengan standar pengobatan internasional. Khusus di masa pandemi seperti sekarang ini, penanganan pasien kanker dilengkapi dengan protokol kesehatan dan keselamatan yang ketat terutama di rumah sakit. (Baca juga: Pertanyakan BLT, Warga Aceh Utara Luka Parah Dibacok Kepala Desa)
“Kami para ahli medis berharap meskipun kondisi pandemi seperti sekarang ini, pasien tetap mengkomunikasikan penyakitnya dan berkonsultasi kepada kami untuk menentukan jadwal pengobatannya untuk menghindari komplikasi lebih lanjut,” imbuh dr. Erlang.
Perlu diketahui, seluruh terapi kanker paru ini telah ada di Indonesia dengan mengikuti panduan tatalaksana Kanker Paru dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia yang disesuaikan dengan pedoman internasional. Sehingga, proses diagnostik dan terapi sama dengan standar di seluruh dunia.
Sejak 2016, Indonesia telah mengenal imunoterapi untuk kanker paru, yang cara kerjanya menstimulasi sistem imun tubuh untuk memberikan respons imunitas antituor, sehingga meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru stadium stadium lanjut menjadi lebih panjang. Serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
“Sedikit berbeda dengan kemoterapi yang berfungsi untuk membunuh sel kanker, imunoterapi ini meningkatkan respons imunitas antitumor,” sebut dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K) selaku Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PDPI.
Pada saat ini kombinasi kemoterapi dan imunoterapi menjadi salah satu standar baru pengobatan kanker paru. Kehadiran imunoterapi menjawab tantangan dari metode pengobatan kanker terdahulu, yaitu peningkatan respons terapi dan peningkatan kualitas hidup. (Baca juga: Begini Cara Mencegah Kanker Usus)
Terobosan pengobatan kanker paru saat ini dapat memberikan optimisme dan proses pengobatan yang lebih baik, khususnya bagi pasien kanker sehingga bisa memberikan hidup yang berkualitas. Dr. Sita menjelaskan, ada beberapa jenis imunoterapi untuk pasien kanker paru-paru yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien kanker. Antaralain; imunoterapi penghambat ‘checkpoint’ sistem imun, vaksin kanker berupa vaksin terapeutik untuk membunuh sel kanker, dan terapi sel t adoptive yang merubah salah satu jenis sel darah putih pada penderita kanker untuk dapat kembali menyerang sel kanker.
Lebih jelasnya, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi ini adalah langsung menyasar atau menghambat pertemuan sel imun yang kerap dimanfaatkan oleh sel kanker untuk menghindari serangan dari sistem imun atau daya tahan tubuh. “Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut,” beber dr. Sita. (Lihat videonya: Polsek Ciracas Dibakar Gerombolan Tak Dikenal)
Di masa yang akan datang, imunoterapi diharapkan dapat berkembang lebih jauh berdasarkan kebutuhannya dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker lainnya di Indonesia. Tentunya setiap metode pengobatan memiliki performa dan efek yang berbeda bagi setiap pasien kanker tergantung pada jenis kebutuhan pasien itu. (Sri Noviarni)
(ysw)