Saatnya Para Pekerja Seni Bangkit dan Berkarya Bersama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 6 bulan terakhir telah memberikan dampak yang begitu dahsyat bagi industri hiburan Tanah Air. Semua lini aktivitas masyarakat masih dibatasi, termasuk dunia hiburan yang tak tahu akan bertahan sampai kapan.
(Baca juga: Musisi Terdampak Covid-19, Promotor Musik Harry Koko: Mari Kita Bangkit! )
Kondisi memprihatinkan ini mendorong Kemendikbud menggandeng Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (KOPHI) untuk mengajak pelaku pekerja seni duduk bersama mencari solusi dalam diskusi daring Saatnya Bangkit Bersama. Lewat diskusi ini, semua stakeholder dalam industri hiburan memiliki tekad bersama-sama bangkit dan terus berkarya di tengah masa pandemi .
Diskusi ini pun menghadirkan pembicara kompeten seperti Edi Irawan dari Kapokja Apresiasi dan Literasi Musik, musisi Candra Darusman, promotor musik Harry "Koko" Santoso, wartawan senior Firman Bintang. Semua narasumber sepakat untuk bersama-sama menyiapkan strategi jangka pendek dan panjang guna melakukan upaya recovery atas krisis yang ditimbulkan pandemi Covid-19 .
Menurut Edi Irawan, masa pandemi ini memaksa semua orang untuk kreatif dan mengajarkan bangkit kembali dalam kehidupan. "Khususnya masalah ini, tapi umumnya adalah permasalahan musik Indonesia yang memang luar biasa besarnya. Kita mau duduk bersama saja susah selama ini," ujar Edi Irawan mewakili Kemendikbud dalam diskusi virtual, kemarin (3/9).
"Kami dari Kemendikbud terus berupaya untuk tetap mendukung kegiatan yang mengikutsertakan pekerja seni dan musisi terdampak akibat Covid-19. Melalui kegiatan ini, kita bisa menyusun langkah bagaimana menyelamatkan dunia musik dan seni dari keterpurukan. Pandemi ini mengajarkan kita benar menjadi salah satu peringatan. Memaksa kita untuk berubah, memaksa kita untuk berkolaborasi, bersama dalam bermusik," paparnya.
(Baca juga: Nagita Slavina Permasalahan Keluarganya Bukan Masalah Baru )
Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Chandra Darusman menilai musisi dan pekerja seni merupakan pekerjaan yang begitu terdampak pandemi. Akibat pemberlakuan PSBB dan kebijakan untuk mencegah penyebaran Covid-19 , semua lini usaha di bidang musik dan seni terbatasi. Hal tersebut membuat para musisi jalanan dan pekerja seni di level terbawah kini terancam kelaparan.
"Berdasarkan survei kami, penghasilan terbanyak musisi dan pekerja seni ini mulai Rp3,1 juta hingga Rp5 juta sebanyak 24,6 persen, Rp1,1-3 juta (19,1 persen) dan Rp5,1-7 juta (18,2 persen), Rp 7,1-10 juta (12,3 persen) serta Rp100.000-1 juta (10,7 persen). Sementara musisi yang berpenghasilan Rp10,1-15 juta (8,9 persen) dan Rp 15,1-20 juta hanya 3,5 persen," terangnya.
"Kami menilai perlu hadirnya pemerintah untuk membantu mereka mungkin salah satunya memberikan ruang gerak mereka berkarya meski dalam batas virtual. Lalu memberikan mereka kesempatan mendapatkan bantuan sosial karena mereka sangat terancam kehidupannya akibat pandemi ini," lanjut personel grup band Chaseiro ini.
Tak berbeda jauh dari industri musik, industri film Tanah Air juga mengalami hal yang nyaris serupa. Sebagaimana diungkapkan pelaku dalam bidang film, Firman Bintang bahwa ketika bioskop ditutup atas nama menegakkan protokol kesehatan , cobaan produser film dan pemilik bioskop makin besar.
(Baca juga: Ulang Tahun, Joy Red Velvet Terima Hadiah Mewah dari Fans di China )
"Kita harus bergandengan bersama, dan saling membangkitkan, demi tetap bertahan di kondisi yang sangat tidak mudah ini. Sekaligus momentum Covid-19 ini jadikan cerminan, jangan sampai kita kehilangan semangat, sekaligus kreativitas. Karena mata uang yang sebenarnya dalam industri ini adalah kreativitas," tutup Firman, yang juga seorang produser dan pengamat film.
Lihat Juga: Ribuan Seniman Internasional Kumpul di Tabanan Bali, Kolaborasi Festival Seni dan Budaya
(Baca juga: Musisi Terdampak Covid-19, Promotor Musik Harry Koko: Mari Kita Bangkit! )
Kondisi memprihatinkan ini mendorong Kemendikbud menggandeng Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (KOPHI) untuk mengajak pelaku pekerja seni duduk bersama mencari solusi dalam diskusi daring Saatnya Bangkit Bersama. Lewat diskusi ini, semua stakeholder dalam industri hiburan memiliki tekad bersama-sama bangkit dan terus berkarya di tengah masa pandemi .
Diskusi ini pun menghadirkan pembicara kompeten seperti Edi Irawan dari Kapokja Apresiasi dan Literasi Musik, musisi Candra Darusman, promotor musik Harry "Koko" Santoso, wartawan senior Firman Bintang. Semua narasumber sepakat untuk bersama-sama menyiapkan strategi jangka pendek dan panjang guna melakukan upaya recovery atas krisis yang ditimbulkan pandemi Covid-19 .
Menurut Edi Irawan, masa pandemi ini memaksa semua orang untuk kreatif dan mengajarkan bangkit kembali dalam kehidupan. "Khususnya masalah ini, tapi umumnya adalah permasalahan musik Indonesia yang memang luar biasa besarnya. Kita mau duduk bersama saja susah selama ini," ujar Edi Irawan mewakili Kemendikbud dalam diskusi virtual, kemarin (3/9).
"Kami dari Kemendikbud terus berupaya untuk tetap mendukung kegiatan yang mengikutsertakan pekerja seni dan musisi terdampak akibat Covid-19. Melalui kegiatan ini, kita bisa menyusun langkah bagaimana menyelamatkan dunia musik dan seni dari keterpurukan. Pandemi ini mengajarkan kita benar menjadi salah satu peringatan. Memaksa kita untuk berubah, memaksa kita untuk berkolaborasi, bersama dalam bermusik," paparnya.
(Baca juga: Nagita Slavina Permasalahan Keluarganya Bukan Masalah Baru )
Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Chandra Darusman menilai musisi dan pekerja seni merupakan pekerjaan yang begitu terdampak pandemi. Akibat pemberlakuan PSBB dan kebijakan untuk mencegah penyebaran Covid-19 , semua lini usaha di bidang musik dan seni terbatasi. Hal tersebut membuat para musisi jalanan dan pekerja seni di level terbawah kini terancam kelaparan.
"Berdasarkan survei kami, penghasilan terbanyak musisi dan pekerja seni ini mulai Rp3,1 juta hingga Rp5 juta sebanyak 24,6 persen, Rp1,1-3 juta (19,1 persen) dan Rp5,1-7 juta (18,2 persen), Rp 7,1-10 juta (12,3 persen) serta Rp100.000-1 juta (10,7 persen). Sementara musisi yang berpenghasilan Rp10,1-15 juta (8,9 persen) dan Rp 15,1-20 juta hanya 3,5 persen," terangnya.
"Kami menilai perlu hadirnya pemerintah untuk membantu mereka mungkin salah satunya memberikan ruang gerak mereka berkarya meski dalam batas virtual. Lalu memberikan mereka kesempatan mendapatkan bantuan sosial karena mereka sangat terancam kehidupannya akibat pandemi ini," lanjut personel grup band Chaseiro ini.
Tak berbeda jauh dari industri musik, industri film Tanah Air juga mengalami hal yang nyaris serupa. Sebagaimana diungkapkan pelaku dalam bidang film, Firman Bintang bahwa ketika bioskop ditutup atas nama menegakkan protokol kesehatan , cobaan produser film dan pemilik bioskop makin besar.
(Baca juga: Ulang Tahun, Joy Red Velvet Terima Hadiah Mewah dari Fans di China )
"Kita harus bergandengan bersama, dan saling membangkitkan, demi tetap bertahan di kondisi yang sangat tidak mudah ini. Sekaligus momentum Covid-19 ini jadikan cerminan, jangan sampai kita kehilangan semangat, sekaligus kreativitas. Karena mata uang yang sebenarnya dalam industri ini adalah kreativitas," tutup Firman, yang juga seorang produser dan pengamat film.
Lihat Juga: Ribuan Seniman Internasional Kumpul di Tabanan Bali, Kolaborasi Festival Seni dan Budaya
(nug)