Jika Pulih dari COVID-19, Bisakah Kembali Tertular?

Senin, 16 Maret 2020 - 15:29 WIB
Jika Pulih dari COVID-19, Bisakah Kembali Tertular?
Jika Pulih dari COVID-19, Bisakah Kembali Tertular?
A A A
JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi telah menyatakan bahwa wabah COVID-19 adalah pandemi global. Menurut data terbaru, COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 126.000 orang di seluruh dunia. Italia, Iran, Korea Selatan, Prancis, dan Amerika Serikat menjadi negara yang paling parah terkena dampaknya, di luar China.

Dilansir dari laman Times Now News, meskipun merupakan bagian dari keluarga coronavirus yang termasuk virus SARS, MERS, dan influenza, COVID-19 adalah jenis yang sepenuhnya baru. Karena itu, para peneliti berusaha keras untuk mempelajari lebih lanjut tentang virus tersebut dan menjawab beberapa pertanyaan yang belum terungkap.

Di antara pertanyaan-pertanyaan itu adalah, apakah seseorang dapat tertular virus COVID-19 untuk kedua kali? Sebab, pada akhir Februari 2020 dilaporkan bahwa seorang pemandu wisata wanita di Osaka, Jepang, yang telah keluar dari rumah sakit pada Januari lantaran dianggap sudah pulih, dinyatakan kembali positif corona dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Kasus ini membingungkan para peneliti dan memicu kekhawatiran.

Namun, konsensus di antara para dokter spesialis menyatakan, ada terlalu sedikit data untuk mendukung klaim itu sekarang. Tes virus corona saat ini menggunakan metode yang dikenal dengan nama RT-PCR, di mana pewarna fluoresen dimasukkan ke dalam tubuh yang menyebabkan materi genetik virus bersinar sehingga dapat diidentifikasi. Metode ini terbatas, karena hanya dirancang untuk melekat pada bagian baru dari strain virus.

Intensitas viral load pasien ditentukan oleh seberapa cerah pewarna bersinar dan pola cahaya yang diciptakan. Namun, fakta bahwa teknik ini tidak sepenuhnya melacak urutan genetik lengkap dari virus, membuatnya sulit dibandingkan dengan jenis lain untuk melihat apakah mereka berbeda, lalu menentukan apakah pasien sebenarnya telah terjangkit virus baru.

Namun, para ahli telah menyatakan bahwa yang lebih mungkin adalah, wanita tersebut menderita kekambuhan infeksi. Jika seseorang menganggap COVID-19 seperti flu biasa, misalnya, tubuh kita akhirnya mengembangkan kekebalan terhadap infeksi. Tubuh menciptakan antibodi yang akan menghalangi protein lonjakan virus, membatasi mereka untuk menempel pada sel inang, dan menyebar.

Begitu tubuh pulih dari infeksi, kekebalan mulai berkurang dari waktu ke waktu. Terlepas dari kemungkinan ini, para ahli tetap skeptis tentang kasus di Jepang. Terutama karena periode yang singkat antara pemulihan dan konfirmasi ulang. Mayoritas ahli sepakat bahwa dibutuhkan lebih dari tiga atau empat minggu sebelum kekebalan seseorang terhadap virus benar-benar berkurang.
(tsa)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4617 seconds (0.1#10.140)