Membuat Anak Tetap Ceria pada Masa Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meski pandemi sudah berlangsung lama, orang tua hendaknya tidak bosan mengedukasi anak soal wabah ini, sekaligus berusaha kreatif agar anak tidak jenuh di rumah.
Berada di rumah saja sejak beberapa bulan terakhir tak ayal membuat anak-anak merasa jenuh. Bahkan mungkin masih bertanya-tanya, mengapa mereka harus di rumah saja tanpa tahu pasti apa yang terjadi di luar sana. Menyikapi hal ini, praktisi keluarga dan anak Dr Seto Mulyadi MPsi mengatakan, mengedukasi anak tentang Covid-19 tergantung usianya. (Baca: Hidayah adalah Mengetahui Kebenaran)
Pada anak usia di bawah 5 tahun, penjelasan itu bisa disampaikan dalam bentuk dongeng, gambar, atau bernyanyi. Jadi, pesan yang disampaikan relatif lebih mudah dipahami dengan kapasitas pemikiran anak. Orang tua juga bisa menggunakan boneka untuk sarana peraga.
Pada usia remaja lain lagi (#satgascovid19 #ingatpesanibu #jagajarak #pakaimasker #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun). Orang tua dapat mengajak anak berdiskusi sehingga terhindar dari penekanan.
"Cara yang mudah dan sederhana, lama-lama anak akan memahami. Kalau remaja bisa dengan diskusi dengan menyajikan contoh-contoh hingga akhirnya anak mendapat pemahaman yang benar," ujar Kak Seto dikutip dari Covid19.go.id.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu menyarankan agar orang tua memberikan perhatian ekstra terhadap mereka yang berkebutuhan khusus dalam situasi serba-prihatin ini. Jangan lupa memberi perhatian dan apresiasi guna meningkatkan rasa percaya diri anak. (Baca juga: Fadli Zon Ajak Presiden Jokowi Merenung)
Selain itu, anak tidak melulu dijejalkan dengan tuntutan akademisi. “Buat anak gembira agar psikologisnya positif selama pandemi Covid-19. Ini kekuatan untuk menangkal virus, yaitu tetap optimistis, gembira, dan ciptakan suasana menyenangkan,” ungkap Kak Seto.
Psikolog Saskhya Aulia Prima MPsi menambahkan, orang tua sebaiknya terus memutar otak agar anak bisa tetap betah di rumah, misalnya dengan mengajak anak ikut membantu memasak atau membuat mainan dari kardus bekas, bisa juga membeli paket home learning kit DIY (Do IT Yourself). Momen ini juga bisa digunakan untuk mengajar anak akan tugas rumah tangga dan memberi mereka tugas rutin. Contohnya, anak yang besar menyapu dan mengepel, sedangkan yang lebih kecil diminta merapikan mainannya. Meski libur, Saskhya menyarankan agar orang tua menetapkan jadwal harian anak dan konsisten menjalankan, mulai waktu bangun pagi, mandi, waktu belajar, hingga waktu tidur malam.
"Sebelumnya pastikan dulu siapa yang memegang anak waktu orang tua harus WFH, maka harus ada kerja sama dengan pasangan atau orang di rumah," ucapnya. Hindari memiliki ekspektasi berlebihan terhadap anak saat ini, mengingat kegiatan belajar-mengajar tidak seperti biasanya, terlebih proses belajar juga hanya bersifat satu arah. Tidak hanya itu, anak umumnya juga akan menjadi lebih rewel, manja, bahkan mogok manakala orang tua yang mengajarinya. Memang untuk membuat anak betah di rumah, pada akhirnya orang tua harus menciptakan suasana yang nyaman agar anak tidak jenuh. (Baca juga: Penemu Virus Hepatitis C Raih Nobel Bidang Kesehatan)
Nelly Hursepuny MPsi, psikologi di Rehabilitasi Medik RS Kanker Dharmais Jakarta, memberikan tips terkait panduan mendampingi anak di rumah saja. Pertama, perhatikan dan penuhi kebutuhan anak.
Kebutuhan di sini bukan hanya dalam bentuk fisik seperti makanan sehat dan lingkungan nyaman, melainkan juga kebutuhan akan kasih sayang dari kedua orang tua. Aturan juga harus jelas. Menurut Nelly, saat membuat aturan, orang tua harus bisa berkompromi dengan anak, kemudian aturan tersebut diterapkan secara konsisten.
“Tujuannya agar orang tua bisa berpikir dengan cara pikir dan pandangan anak. Menempatkan diri seperti kakak bagi anak-anak ini penting, terutama bagi yang memiliki anak usia praremaja, di mana mereka sudah mulai keluar dari aturan orang tua dan lebih mendekat kepada teman sebaya,” tutur Nelly. (Lihat videonya: 5 Negara dengan Angkatan Udara Paling Digdaya di Dunia)
Eratkan ikatan emosional anak dan orang tua. Jujur dan terbuka menjadi kuncinya. Nasihat bukanlah prioritas. Memberikan nasihat memang penting, tetapi yang lebih diprioritaskan adalah anak yang ingin dimengerti dan didengarkan. Orang tua harus menjadi contoh yang baik. Jika akan mengajarkan kejujuran, jangan mengajarkan anak berbohong. (Sri Noviarni)
Berada di rumah saja sejak beberapa bulan terakhir tak ayal membuat anak-anak merasa jenuh. Bahkan mungkin masih bertanya-tanya, mengapa mereka harus di rumah saja tanpa tahu pasti apa yang terjadi di luar sana. Menyikapi hal ini, praktisi keluarga dan anak Dr Seto Mulyadi MPsi mengatakan, mengedukasi anak tentang Covid-19 tergantung usianya. (Baca: Hidayah adalah Mengetahui Kebenaran)
Pada anak usia di bawah 5 tahun, penjelasan itu bisa disampaikan dalam bentuk dongeng, gambar, atau bernyanyi. Jadi, pesan yang disampaikan relatif lebih mudah dipahami dengan kapasitas pemikiran anak. Orang tua juga bisa menggunakan boneka untuk sarana peraga.
Pada usia remaja lain lagi (#satgascovid19 #ingatpesanibu #jagajarak #pakaimasker #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun). Orang tua dapat mengajak anak berdiskusi sehingga terhindar dari penekanan.
"Cara yang mudah dan sederhana, lama-lama anak akan memahami. Kalau remaja bisa dengan diskusi dengan menyajikan contoh-contoh hingga akhirnya anak mendapat pemahaman yang benar," ujar Kak Seto dikutip dari Covid19.go.id.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu menyarankan agar orang tua memberikan perhatian ekstra terhadap mereka yang berkebutuhan khusus dalam situasi serba-prihatin ini. Jangan lupa memberi perhatian dan apresiasi guna meningkatkan rasa percaya diri anak. (Baca juga: Fadli Zon Ajak Presiden Jokowi Merenung)
Selain itu, anak tidak melulu dijejalkan dengan tuntutan akademisi. “Buat anak gembira agar psikologisnya positif selama pandemi Covid-19. Ini kekuatan untuk menangkal virus, yaitu tetap optimistis, gembira, dan ciptakan suasana menyenangkan,” ungkap Kak Seto.
Psikolog Saskhya Aulia Prima MPsi menambahkan, orang tua sebaiknya terus memutar otak agar anak bisa tetap betah di rumah, misalnya dengan mengajak anak ikut membantu memasak atau membuat mainan dari kardus bekas, bisa juga membeli paket home learning kit DIY (Do IT Yourself). Momen ini juga bisa digunakan untuk mengajar anak akan tugas rumah tangga dan memberi mereka tugas rutin. Contohnya, anak yang besar menyapu dan mengepel, sedangkan yang lebih kecil diminta merapikan mainannya. Meski libur, Saskhya menyarankan agar orang tua menetapkan jadwal harian anak dan konsisten menjalankan, mulai waktu bangun pagi, mandi, waktu belajar, hingga waktu tidur malam.
"Sebelumnya pastikan dulu siapa yang memegang anak waktu orang tua harus WFH, maka harus ada kerja sama dengan pasangan atau orang di rumah," ucapnya. Hindari memiliki ekspektasi berlebihan terhadap anak saat ini, mengingat kegiatan belajar-mengajar tidak seperti biasanya, terlebih proses belajar juga hanya bersifat satu arah. Tidak hanya itu, anak umumnya juga akan menjadi lebih rewel, manja, bahkan mogok manakala orang tua yang mengajarinya. Memang untuk membuat anak betah di rumah, pada akhirnya orang tua harus menciptakan suasana yang nyaman agar anak tidak jenuh. (Baca juga: Penemu Virus Hepatitis C Raih Nobel Bidang Kesehatan)
Nelly Hursepuny MPsi, psikologi di Rehabilitasi Medik RS Kanker Dharmais Jakarta, memberikan tips terkait panduan mendampingi anak di rumah saja. Pertama, perhatikan dan penuhi kebutuhan anak.
Kebutuhan di sini bukan hanya dalam bentuk fisik seperti makanan sehat dan lingkungan nyaman, melainkan juga kebutuhan akan kasih sayang dari kedua orang tua. Aturan juga harus jelas. Menurut Nelly, saat membuat aturan, orang tua harus bisa berkompromi dengan anak, kemudian aturan tersebut diterapkan secara konsisten.
“Tujuannya agar orang tua bisa berpikir dengan cara pikir dan pandangan anak. Menempatkan diri seperti kakak bagi anak-anak ini penting, terutama bagi yang memiliki anak usia praremaja, di mana mereka sudah mulai keluar dari aturan orang tua dan lebih mendekat kepada teman sebaya,” tutur Nelly. (Lihat videonya: 5 Negara dengan Angkatan Udara Paling Digdaya di Dunia)
Eratkan ikatan emosional anak dan orang tua. Jujur dan terbuka menjadi kuncinya. Nasihat bukanlah prioritas. Memberikan nasihat memang penting, tetapi yang lebih diprioritaskan adalah anak yang ingin dimengerti dan didengarkan. Orang tua harus menjadi contoh yang baik. Jika akan mengajarkan kejujuran, jangan mengajarkan anak berbohong. (Sri Noviarni)
(ysw)