Ternyata Uang Bukan Ukuran Kebahagiaan Saat Pandemi COVID-19

Kamis, 07 Mei 2020 - 15:15 WIB
loading...
Ternyata Uang Bukan Ukuran Kebahagiaan Saat Pandemi COVID-19
Seminar online dengan tema Antara Uang dan Kebahagiaan. Foto/Ist
A A A
SURABAYA - Ganasnya wabah virus corona tak meyurutkan semangat para akademisi dalam menimba ilmu pengetahuan. Seperti yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya).

Mereka mengadakan seminar online dengan tema “Antara Uang dan Kebahagiaan”. Seminar dengan nara sumber dua dosen psikologi Ubaya, Honey Wahyuni Sugiharto Elgeka dan Taufik Akbar Rizqi Yunanto ini dilaksanakan guna menyelisik peran uang dalam menggapai kebahagiaan saat COVID-19. Berlangsung menggunakan aplikasi zoom, seminar diikuti sedikitnya 115 peserta.

Honey Wahyuni membuka dengan diskusi mengenai teori kebutuhan dari Abraham Maslow. Teori ini menjelaskan secara singkat mengenai kebutuhan manusia. “Uang adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia yang ada di posisi physiological,” kata Honey.

Menurut dia, hal itu bisa terjadi karena ketika mempunyai uang maka semua kebutuhan dasar dapat terpenuhi. “Ketika kebutuhan fisik ini terpenuhi maka kebutuhan psikologi seperti safety, love and belonging, esteem, dan self-actualization juga terpenuhi,” kata dia.

Melihat kondisi saat ini, Honey memberikan beberapa saran agar kita tetap dapat bahagia saat pandemi COVID-19 dengan sudut pandang psikologi ekonomi. “Kita melihat uang sebagai alat untuk menjadi sesuatu bukan sebagai sumber kebahagiaan,” kata dia.

Honey berpendapat meluangkan waktu untuk keluarga juga dapat membantu kita mendapatkan kebahagiaan sekaligus menghemat pengeluaran.

“Kita perlu memiliki perspektif yang benar mengenai penggunaan uang dan mencari kebahagiaan jangka panjang yaitu eudaimonia,” kata dia.

Di sisi lain Taufik berpendapat, bahwa ketika ekonomi sedang baik, hal itu justru bisa membuat stres. “Meskipun kebutuhan dasar kita terpenuhi, masih saja kita belum puas. Kepuasan itu hal yang tidak akan bisa kita penuhi karena sifatnya hanya sesaat,” jelas dia.

Menurut dia, hal ini disebabkan oleh manusia yang selalu ingin lebih dan tidak pernah merasa cukup. “Kita akan bahagia kalau kita dapat membuat orang lain bahagia. Jadi bahagia dengan berbagi tanpa menjatuhkan orang lain,” kata dia.

Menurut Taufik, kunci agar tetap dapat bahagia dalam perpektif psikologi positif ialah perlu ada pengendalian emosi dalam diri. Hal ini dapat di atasi dengan cara menyeimbangkan antara emosi positif dan negatif.

“Jadi yang membuat kita tidak bahagia itu sebenarnya karena kita melakukan blocking terhadap emosi,” kata dia.

Taufik juga berpendapat bahwa pembangunan relasi pada keluarga pun turut penting supaya antar anggota keluarga dapat saling terbuka satu sama lain.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1194 seconds (0.1#10.140)