Didi Kempot, Sosok dan Karyanya Tak Lekang oleh Waktu
loading...
A
A
A
Menjelang 2020, popularitas Didi Kempot semakin meroket. Luar biasanya, walau sebagian besar karyanya berlirik bahasa Jawa, namun mampu menyedot animo anak-anak muda Tanah Air. Bukan itu saja, mereka yang tidak paham dengan bahasa Jawa, turut menyukai dan menikmati lagu-lagunya.
Hal tersebut membuat kehadiran Didi Kempot kian dinantikan banyak orang. Jika di awal perjalanan kariernya, Didi Kempot banyak mengamen di jalanan, kini dia banyak tampil di panggung megah dengan jumlah penonton yang selalu membludak. Melihat itu semua, Didi pun sangat bersyukur lagu campursari bisa digemari masyarakat Indonesia.
Pria yang juga akrab disapa Pakdhe Didi itu mengungkapkan apa yang terjadi pada dirinya saat ini, tidak hanya dirasakannya sendiri, tapi juga turut membuat bangga seniman tradisional seluruh Indonesia. "Ya, ini kebangaan buat seniman tradisional seluruh Indonesia, ternyata kita dikasih kesempatan juga untuk bernyanyi di panggung semewah ini," ujar Didi Kempot saat jumpa pers jelang Konser Ambyar Tak Jogeti di Jakarta, Maret 2020.
(Baca juga: Konser Ambyar Tak Jogeti Bentuk Penghargaan terhadap Musik Tradisional )
Sayangnya, dengan kepergian sang maestro, Konser Ambyar Tak Jogeti yang rencananya dihelat di panggung akbar Gelora Bung Karno, Jakarta pada 10 Juli 2020 batal terwujud.
Kendati berada di puncak popularitasnya, Didi Kempot tetap menjadi sosok yang rendah hati. Dia hanya merasa beruntung bisa tetap eksis dan semakin digemari banyak orang. "Ya, kalau sementara ini kan saya tetap eksis di dalam apa yang saya tekuni. Jadi buat kami ini suatu keberuntungan atau memang ini harus dikisahkan ke saya pada saat itu," kata adik kandung mendiang pelawak Mamiek Prakoso.
Didi merupakan salah satu penulis lagu paling aktif di Indonesia. Sepanjang kariernya, dia telah menulis ratusan lagu yang kebanyakan bertema patah hati. Selain Cidro, Sewu Kutha, Stasiun Balapan, Didi juga dikenal dengan hitsnya seperti Sri Minggat, Jambu Alas, Suket Teki, Terminal Tirtonadi, Banyu Langit, Cendol Dawet dan lain-lain.
(Baca juga: Percepat Penyembuhan Covid-19 dengan 3K )
Hal tersebut membuat kehadiran Didi Kempot kian dinantikan banyak orang. Jika di awal perjalanan kariernya, Didi Kempot banyak mengamen di jalanan, kini dia banyak tampil di panggung megah dengan jumlah penonton yang selalu membludak. Melihat itu semua, Didi pun sangat bersyukur lagu campursari bisa digemari masyarakat Indonesia.
Pria yang juga akrab disapa Pakdhe Didi itu mengungkapkan apa yang terjadi pada dirinya saat ini, tidak hanya dirasakannya sendiri, tapi juga turut membuat bangga seniman tradisional seluruh Indonesia. "Ya, ini kebangaan buat seniman tradisional seluruh Indonesia, ternyata kita dikasih kesempatan juga untuk bernyanyi di panggung semewah ini," ujar Didi Kempot saat jumpa pers jelang Konser Ambyar Tak Jogeti di Jakarta, Maret 2020.
(Baca juga: Konser Ambyar Tak Jogeti Bentuk Penghargaan terhadap Musik Tradisional )
Sayangnya, dengan kepergian sang maestro, Konser Ambyar Tak Jogeti yang rencananya dihelat di panggung akbar Gelora Bung Karno, Jakarta pada 10 Juli 2020 batal terwujud.
Kendati berada di puncak popularitasnya, Didi Kempot tetap menjadi sosok yang rendah hati. Dia hanya merasa beruntung bisa tetap eksis dan semakin digemari banyak orang. "Ya, kalau sementara ini kan saya tetap eksis di dalam apa yang saya tekuni. Jadi buat kami ini suatu keberuntungan atau memang ini harus dikisahkan ke saya pada saat itu," kata adik kandung mendiang pelawak Mamiek Prakoso.
Didi merupakan salah satu penulis lagu paling aktif di Indonesia. Sepanjang kariernya, dia telah menulis ratusan lagu yang kebanyakan bertema patah hati. Selain Cidro, Sewu Kutha, Stasiun Balapan, Didi juga dikenal dengan hitsnya seperti Sri Minggat, Jambu Alas, Suket Teki, Terminal Tirtonadi, Banyu Langit, Cendol Dawet dan lain-lain.
(Baca juga: Percepat Penyembuhan Covid-19 dengan 3K )