Hindari Penyakit Risiko Tinggi yang Bisa Mengancam Nyawa

Sabtu, 24 Oktober 2020 - 09:08 WIB
loading...
A A A
Secara umum TB terbagi dua, yakni TB sensitif dan TBRO (tuberkulosis resisten obat). TBRO dibagi lagi berdasarkan berapa jenis obat yang sudah resisten. Biasanya obat diberikan sebanyak enam buah obat. Yakni, TBRO Single Drug Resistant (SDR) untuk pasien yang resisten terhadap satu jenis obat. Ada lagi Multi Drug Resistant (MDR) untuk pasien resisten dua obat. Terakhir, TBRO XDR, berarti pasien sudah resisten lebih dari dua jenis obat.

TBRO hadir karena pasien tidak menyempurnakan pengobatannya. "Biasanya dua bulan setelah minum obat itu sudah terlihat hasilnya bagus. Padahal, harusnya terus dilanjutkan hingga 6 bulan. Obat intermitten di bulan ketiga," ucapnya.

Faktor lain yang mempengaruhi ialah rasa bosan dan efek samping obat yang membuat orang dengan TB tidak melanjutkan pengobatan, sehingga potensi menjadi TBRO meningkat. Maka, tidak mengherankan jika orang dengan TB banyak membutuhkan pendampingan selain pengobatan. Pendampingan ini dilakukan oleh orang-orang yang sudah sembuh dari TB.

Efek samping dari obat TB itu bermacam-macam seperti pusing, mual, hingga halusinasi, termasuk juga gangguan pendengaran dan penglihatan. Namun, efek obat setiap orang berbeda-beda. Karena itu, sebelum memberi obat, dokter harus menginformasikan efek samping kepada pasien. (Baca juga: Covid-19 Lima Kali Lebih Mematikan dari Virus Flu)

Bahkan, di salah satu rumah sakit yang concern terhadap TB seperti di RS Persahabatan ada tim ahli kedokteran dan psikologis yang mengamati kemungkinan reaksi apabila pasien minum obat dalam jangka waktu lama. Langkah selanjutnya akan disesuaikan dengan hasil.

Penyakit lain yang konon membunuh penderitanya ialah kanker. Di antara semua kanker, kanker paru kini menjadi kanker pembunuh nomor satu. Di Indonesia, 14% dari total kematian karena kanker disebabkan kanker paru. Di dunia pun kanker paru menjadi yang paling banyak ditemukan pada pria dan wanita, menurut data Globocan 2018.

Evlina Suzanna, dokter dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, mengatakan, di Indonesia rata-rata harapan hidup penderita kanker paru itu sangat rendah, yakni hanya 13 bulan. Hal itu terjadi karena sebelumnya tidak adanya deteksi dini yang standar dan tidak ada gejala klinis yang spesifik.

Gejala kanker paru tidak khas seperti batuk, nyeri dada, nafas pendek. Siapa pun bisa memiliki gejala seperti itu, begitu juga penyakit lain memiliki seperti ini sehingga dokter umum jarang yang menduga ini kanker paru. Bahkan, sering disangka penyakit paru-paru basah, padahal itu kanker paru stadium empat.

Kanker paru begitu berbahaya karena organ paru-paru terdiri atas banyak pembuluh darah. Paru-paru juga memompa darah ke seluruh tubuh sehingga jika ada kanker di paru tentu akan cepat menyebar. "Kalau kanker payudara menyebar ke paru berarti sudah stadium empat. Apalagi, kanker yang di paru, primernya di mana kanker lain sudah stadium lanjut. Kanker paru, walaupun cuma satu sentimeter, mudah menyebar," ungkap Evlina.

Kendala yang dihadapi penderita kanker paru juga cukup besar, yakni saat pengambilan sampel untuk diagnosis. Ada standar baku emas diagnostik bukan hanya menerawang untuk menentukan stadium sehingga harus biopsi atau diambil sampel sel kanker. Paru-paru merupakan organ dalam yang menyulitkan bagi dokter. Perlu kehati-hatian kalau salah tusuk paru-paru bisa kempis. (Baca juga: Ini Dia Wasit yang Memimpin Laga El Clasico)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1723 seconds (0.1#10.140)