Khawatir Covid-19, Haruskah Pengobatan Pasien Kanker Ditunda?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wabah corona berdampak pada segala lini kehidupan termasuk pengobatan pasien kanker yang menjadi terhambat. Ada kekhawatiran pasien kanker merupakan kelompok yang lebih rentan terkena virus corona. Hal ini membuat pasien enggan meneruskan pengobatan ke rumah sakit, disamping adanya imbauan untuk tidak bepergian jika tidak mendesak termasuk anjuran dari pihak rumah sakit sendiri. Lantas haruskah pasien kanker menunda pengobatan?
Dijawab dr. Ronald Hukom, MHSc, SpPD KHOM, pasien kanker sebaiknya terlebih dahulu dikelompokkan dalam tiga jenis pasien. Hal ini mengacu pada guideline The European Society for Medical Oncology (ESMO) atau Perhimpunan Onkologi Medik Eropa selama wabah Covid-19 ini berlangsung. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Yang pertama adalah pasien berisiko tinggi (high risk) dimana kankernya harus segera diobati tanpa banyak pilihan sebab khawatir terjadi komplikasi dari penyakit kankernya. "Ini harus dipertimbangkan untuk dapat pengobatan sebagaimana seharusnya," imbuh dr. Ronald. Yang kedua pasien medium, pasien ini tidak kritis, kebanyakan adalah pasien kemoterapi yang rutin kemoterapi 2-3 minggu sekali.
Kalau ditunda lebih dari enam minggu maka kemungkinan pasien untuk sembuh jadi semakin kecil. Yang ketiga adalah pasien low risk, mereka sudah selesai pengobatan dan kondisinya stabil. Pasien ini diminta jangan sering-sering ke rumah sakit. Menurut dr. Ronald, selama periode wabah, jika memungkinkan pasien diberi obat oral dibanding suntikan atau infus. Pasien cukup datang tiga bulan sekali untuk konsultasi.
Bahkan pada beberapa rumah sakit obat-obatan dapat dipesan lewat online. Kalaupun harus ada cek laboratorium tidak harus di rumah sakit namun bisa dilakukan di laboratorium terdekat. Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien yang sudah remisi (sel kanker tidak terdeteksi lagi dalam tubuh) dimaksudkan untuk mendapatkan tanda kekambuhan sedini mungkin. Sehingga jikapun kambuh lagi, dapat ditemukan pada stadium awal. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)
Nah untuk pemeriksaan laboratorium rutin ini bisa dimundurkan 2-3 bulan ke depan bagi yang rutin periksa setahun sekali. Sedangkan bagi yang rutin periksa enam bulan sekali bisa diundur 1-2 bulan ke depan selama wabah corona. "Sepanjang tidak ada keluhan dan dokter melihat tidak ada pertimbangan khusus, ini masuk pasien low risk," ucap dr. Ronald.
Guna menjaga daya tahan tubuh pasien kanker mengingat pengobatan pasien kanker bisa menurunkan imunitas, dr. Ronald menyarankan konsumsi vitamin C dosis tinggi atau tablet kalsium. Ada isu konsumsi obat peningkat imun atau imun booster justru menjadi senjata makan tuan.
Bukannya melindungi tapi sistem imun malah bereaksi terlalu hebat dan terjadi apa yang disebut badai sitokin. "Ini yang ditakutkan kalau terlalu banyak imun booster, memang masih kontroversi tapi menurut saya cukup vitamin C, jaga kesehatan, istirahat cukup, dan jangan terlalu lelah," ujarnya. (Lihat videonya: Pemprov DKI Putuskan Perpanjang Masa PSBB Transisi)
Pada kesempatan terpisah, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP Prof Aru, mengatakan, pasien kanker butuh dukungan penuh dari keluarga serta kemauan tinggi untuk sembuh. "Teknologi canggih sekalipun tidak akan banyak membantu kalau pasien bersangkutan tidak dapat diajak bekerjasama untuk memerangi penyakitnya," pungkas Prof. Aru. (Sri Noviarni)
Dijawab dr. Ronald Hukom, MHSc, SpPD KHOM, pasien kanker sebaiknya terlebih dahulu dikelompokkan dalam tiga jenis pasien. Hal ini mengacu pada guideline The European Society for Medical Oncology (ESMO) atau Perhimpunan Onkologi Medik Eropa selama wabah Covid-19 ini berlangsung. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Yang pertama adalah pasien berisiko tinggi (high risk) dimana kankernya harus segera diobati tanpa banyak pilihan sebab khawatir terjadi komplikasi dari penyakit kankernya. "Ini harus dipertimbangkan untuk dapat pengobatan sebagaimana seharusnya," imbuh dr. Ronald. Yang kedua pasien medium, pasien ini tidak kritis, kebanyakan adalah pasien kemoterapi yang rutin kemoterapi 2-3 minggu sekali.
Kalau ditunda lebih dari enam minggu maka kemungkinan pasien untuk sembuh jadi semakin kecil. Yang ketiga adalah pasien low risk, mereka sudah selesai pengobatan dan kondisinya stabil. Pasien ini diminta jangan sering-sering ke rumah sakit. Menurut dr. Ronald, selama periode wabah, jika memungkinkan pasien diberi obat oral dibanding suntikan atau infus. Pasien cukup datang tiga bulan sekali untuk konsultasi.
Bahkan pada beberapa rumah sakit obat-obatan dapat dipesan lewat online. Kalaupun harus ada cek laboratorium tidak harus di rumah sakit namun bisa dilakukan di laboratorium terdekat. Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien yang sudah remisi (sel kanker tidak terdeteksi lagi dalam tubuh) dimaksudkan untuk mendapatkan tanda kekambuhan sedini mungkin. Sehingga jikapun kambuh lagi, dapat ditemukan pada stadium awal. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)
Nah untuk pemeriksaan laboratorium rutin ini bisa dimundurkan 2-3 bulan ke depan bagi yang rutin periksa setahun sekali. Sedangkan bagi yang rutin periksa enam bulan sekali bisa diundur 1-2 bulan ke depan selama wabah corona. "Sepanjang tidak ada keluhan dan dokter melihat tidak ada pertimbangan khusus, ini masuk pasien low risk," ucap dr. Ronald.
Guna menjaga daya tahan tubuh pasien kanker mengingat pengobatan pasien kanker bisa menurunkan imunitas, dr. Ronald menyarankan konsumsi vitamin C dosis tinggi atau tablet kalsium. Ada isu konsumsi obat peningkat imun atau imun booster justru menjadi senjata makan tuan.
Bukannya melindungi tapi sistem imun malah bereaksi terlalu hebat dan terjadi apa yang disebut badai sitokin. "Ini yang ditakutkan kalau terlalu banyak imun booster, memang masih kontroversi tapi menurut saya cukup vitamin C, jaga kesehatan, istirahat cukup, dan jangan terlalu lelah," ujarnya. (Lihat videonya: Pemprov DKI Putuskan Perpanjang Masa PSBB Transisi)
Pada kesempatan terpisah, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP Prof Aru, mengatakan, pasien kanker butuh dukungan penuh dari keluarga serta kemauan tinggi untuk sembuh. "Teknologi canggih sekalipun tidak akan banyak membantu kalau pasien bersangkutan tidak dapat diajak bekerjasama untuk memerangi penyakitnya," pungkas Prof. Aru. (Sri Noviarni)
(ysw)